Mohon tunggu...
Aditya Saputra
Aditya Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Writer

Saya adalah penulis freelance yang memiliki ketertarikan dengan travelling, sepak bola, dan juga perkembangan dunia gadget, dan suka menulis cerita-cerita pendek yang sesekali melintas di kepala saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang Kampung Tanpa GPS!

22 Juni 2023   18:00 Diperbarui: 22 Juni 2023   18:01 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.pexels.com/@labskiii

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Dika, seorang mahasiswa yang sedang merindukan suasana kampung halamannya. Setelah sekian lama tinggal di kota besar, Dika memutuskan untuk pulang kampung untuk mengunjungi keluarganya saat libur semester kali ini.

Dika sudah merencanakan perjalanan dengan seksama. Tapi itu menurutnya, karena ternyata ada satu hal kecil yang luput dari perhatiannya: ia lupa membawa GPS atau peta untuk membantunya menavigasi jalanan. Karena, GPSnya baru saja ia pinjamkan kepada temannya yang baru saja melakukan Touring satu bulan yang lalu dan ia lupa mengambilnya. Tapi Dika tidak terlalu khawatir, dia yakin bahwa dia masih ingat jalan pulang ke kampung halamannya dengan baik.

Dengan semangat tinggi dan rasa rindu yang menggebu, Dika memulai perjalanan pulang. Namun, begitu dia berada di jalan raya yang ramai ia belum mengalami kesulitan karena tinggal mengikuti papan penunjuk jalan saja. Namun situasinya mulai rumit ketika papan penunjuk jalan ke kampungnya sudah tak terlihat dan berganti ke daerah yang lain. Dan juga jalan-jalan ternyata yang tadinya familiar dikepalanya dulu kini tampak berbeda dengan adanya perubahan pembangunan dan perubahan arus lalu lintas. Mungkin karena dari awal masuk kuliah baru menyempatkan pulang ketika 3 tahun yang lalu pada liburan semester kali ini.

Dika mencoba mengandalkan ingatannya yang kabur untuk mencari petunjuk jalan. Namun, semakin lama, semakin banyak persimpangan yang membingungkannya. Ia merasa seperti terjebak dalam labirin yang tak berujung.

Di tengah kebingungannya, Dika bertemu dengan seorang petani tua yang sedang bekerja di kebunnya. Ia memutuskan untuk mencoba bertanya dan meminta bantuan petani itu.

Namun baru saja ia ingin bertanya, petani itu keduluan bertanya kepadanya karena celingak celinguk di atas motornya itu. "Dik, mau ke mana kamu? Terlihat bingung sekali," tanya petani itu dengan senyuman. 

Dika menjelaskan bahwa ia sedang dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya, tetapi tersesat dan kehilangan arah. Setelah mengatakan daerah kampung halamannya itu Dika bertanya nama dari Petani itu, ternyata nama dari Bapak petani adalah Pak Surya. Mendengar ucapan Dika, Pak Surya mengangguk mengerti.

Ooh, Aku tahu jalan pulang ke kampungmu. Ikut saja aku," kata Pak Surya sambil meraih cangkulnya. "Kebetulan itu juga searah dengan rumah saya dan saya baru saja ingin pulang."

Dika dengan gembira mengikuti Pak Surya. Mereka berjalan melintasi jalan-jalan kecil, melewati sawah, dan meniti jalan setapak di tengah perkebunan. Percakapan mereka selama perjalanan penuh dengan tawa dan cerita tentang kehidupan di kampung.

"Jadi, Dik, sudah berapa lama kamu tinggal di kota besar itu?" tanya Pak Surya sambil melangkah dengan langkah perlahan.

"Sudah hampir tiga tahun, Pak. Waktu berjalan begitu cepat," jawab Dika sambil melihat sekitar dengan penuh nostalgia. Ia menuntun sepeda motornya karena merasa tidak enak jika tetap harus menaiki sepeda motornya, sedangkan Pak Surya berjalan kaki. Meski di tawari untuk membonceng di tengah perjalanan beberapa kali, Pak Surya tetap menolak dengan alasan supaya lebih sehat.

"Ah, kota besar memang memiliki pesonanya sendiri. Tetapi tak ada yang seperti kampung halaman, kan?" Pak Surya bertanya sambil tersenyum. 

Dika mengangguk. "Anda benar, Pak. Saya merindukan udara segar dan kebersamaan di kampung halaman." Tanpa menunggu balasan atau pertanyaan dari Pak Surya, Dika kembali menambahkan. "Di kota besar kebanyakan orangnya cuek-cuek pak, dan hidup sendiri sendiri"

Pak Surya tertawa. "Tapi, Dik, di kota besar pasti ada banyak keseruan dan hiburan yang tidak bisa kamu temukan di sini." 

Dika mengangguk setuju. "Ya, benar juga, Pak. Kota besar memiliki berbagai macam kegiatan dan tempat yang menarik. Mulai dari mal nya yang megah hingga suasana malam yang lebih hidup."

Sementara mereka berjalan, Pak Surya menceritakan pengalamannya saat muda, bekerja di ladang dan mengurus ternak. Dika tertawa mendengarkan kisah-kisah tersebut, terhibur oleh keceriaan dan cerita kekonyolan di masa muda dari petani tua itu.

Tiba-tiba, Dika melihat sebuah pohon mangga yang sudah dikenalinya. "Hei, itu pohon mangga yang selalu saya lihat saat pulang kampung, Pak! Kami sudah dekat!" serunya dengan gembira. 

Pak Surya tersenyum bangga. "Nah, ternyata kamu masih ingat jalan ini dengan baik. Kamu lebih pintar dari yang kamu pikirkan."

Dengan langkah bersemangat, Dika dan Pak Surya melanjutkan perjalanan menuju kampung halaman Dika. Ketika mereka tiba di depan rumah Dika, Dika merasa campur aduk antara senang dan sedih. Ia senang karena telah sampai dengan selamat, tetapi juga sedih karena perjalanan bersama Pak Surya akan berakhir.

"Saya benar-benar berterima kasih atas bantuannya, Pak Surya. Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan tanpa Anda," ucap Dika dengan penuh rasa syukur. 

Pak Surya mengusap punggung Dika dengan lembut. "Tidak ada yang perlu ditakutkan, Dik. Kadang-kadang, kita hanya perlu meminta bantuan dari orang lain untuk menemukan jalan pulang. Jika kamu perlu bantuan lagi di masa depan atau sekedar berbincang dengan saya, jangan ragu untuk datang ke rumah saya yang di ujung jalan sana. Saya biasa pulang jam segini."

Dika tersenyum dan mengangguk. "Saya pasti akan sempatkan bertemu bapak lagi. Terima kasih atas segalanya."

Dengan pelukan hangat, Dika berpamitan kepada Pak Surya dan masuk ke dalam rumah. Dia merasa bahagia dan bersyukur karena telah menemukan jalan pulang dan bertemu dengan seorang pria baik hati seperti Pak Surya.

Perjalanan pulang kampung tanpa GPS ini akan selalu dikenang oleh Dika sebagai petualangan yang tak terlupakan. Ia belajar bahwa terkadang, melibatkan orang lain dan menjalin hubungan dengan baik dapat membawa keajaiban dalam hidup. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun