Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah lama mangkrak selama hampir 20 tahun digantung negara. Perlindungan hak-hak pekerja rumah tangga (PRT) harus menjadi prioritas, mengingat pentingnya peran mereka dalam keseharian masyarakat serta kerentanan mereka terhadap eksploitasi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Kota Palu, 17 September 2024 -- Koalisi Rakyat Sulteng, yang terdiri dari GMNI Palu, Celebes Bergerak, LBH Apik Sulteng, KPI Sulteng, Sikola Mombine, Walhi Sulteng, Yayasan Tanah Merdeka, KPKPST, Rasera Project, IPMA Poso, LMND Palu, Himadigsa Untad, Libu Perempuan, Jarak Sulteng, YGSI dan Generation Gender (Gen-G), mendesak DPR Provinsi Sulawesi Tengah dan DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang PerlindunganRUU PPRT yang telah diajukan bertujuan untuk memberikan kerangka hukum yang jelas dan melindungi PRT dari berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan. Saat ini, lebih dari 5 juta pekerja rumah tangga di Indonesia beroperasi tanpa payung hukum yang memadai, menjadikan mereka kelompok pekerja informal yang rentan.
Menurut Mulky selaku Korlap, adapun urgensi pengesahan RUU PPRT diantaranya dapat memberikan perlindungan hukum yang kuat.Â
"Pekerja rumah tangga memerlukan perlindungan hukum yang jelas untuk menghindari eksploitasi dan kekerasan. RUU PPRT mencakup berbagai aspek penting, termasuk hak upah yang layak, jam kerja yang manusiawi, serta perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja", ungkapnya.
Selanjutnya, Yanti menyampaikan aksi hari ini merupakan bentuk perjuangan untuk menghapus Diskriminasi.Â
"selama bertahun-tahun, pekerja rumah tangga dipandang sebelah mata dalam tatanan sosial dan hukum. Dengan disahkannya RUU PPRT, diskriminasi sistemik terhadap PRT dapat diminimalisir, dan status mereka sebagai pekerja profesional dapat diakui".
Yanti juga menambahkan aksi hari ini agar dapat disuarakan DPR Provinsi ke DPR RI untuk segera mengesahkan RUU PPRT sebagai bagian dari pemberantasan eksploitasi PRT.Â
"RUU ini memberikan mekanisme yang jelas bagi para pekerja untuk melaporkan pelanggaran hak tanpa takut diintimidasi atau mengalami pembalasan. Ini penting untuk mengatasi praktik-praktik eksploitasi, seperti upah yang tidak dibayarkan, jam kerja berlebihan, dan kekerasan fisik maupun verbal", ucapnya.