Pukul empat sore, langit tampak gelap, diikuti hawa sejuk yang ramai-ramai berdatangan. "Ah, aku rindu petrichor," batinku seraya memandang langit berharap hujan datang setelah lama hiatus.
Ibu tengah memandikan monstera, ketika aku dan adikku mengencani bait-bait puisi.Â
"Nak, Ibu ingin punya rumah." Tiba-tiba saja Ibu datang menghampiri, tersenyum, seraya mengelus pundakku.Â
Aku menatap matanya yang sayu. "Rumah? Untuk apa, Bu? Bukankah di sini sudah sangat nyaman? "Â
"Tak apa, Nak, yang kecil saja."Â
Aku mengangguk. Ah, Ibu memang pandai bergurau.Â
-
Dua minggu berlalu, ternyata Ibu tak bergurau, doanya terkabul, keinginannya terwujud. Memiliki rumah baru, bersebelahan dengan rumah Ayah di pemakaman. Sementara monstera-monstera Ibu perlahan layu ditinggalkan sang pemiliknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H