Aku mulai bosan menyantap menu yang sama setiap harinya. Menu berupa pertanyaan-pertanyaan tentang jodoh yang Ibu lontarkan kepadaku, setiap saat.
Minggu pagi. Ibu mengajak Sea ke sebuah ruangan kecil di lantai tiga rumahnya. Ruangan yang menyimpan banyak sekali buku. Mirip sebuah perpustakaan, hanya saja sudah tak terawat.
"Ayo, bantu Ibu bersihkan buku-buku ini. Ibu yakin jodohmu terperangkap di sini."
Sea menatap heran pernyataan ibunya. Bagaimana bisa, yang Ibu sebut sebagai jodohku bisa terperangkap dalam ruang sempit yang tak pernah ditempati, atau bahkan pada sebuah buku?Â
"Sudah ketemu?"
"Belum Bu."
"Coba cari di sana!" Ucap Ibu sambil menunjuk pada tumpukkan buku yang berdebu.
Sebuah buku berwarna pink, yang ia kenal sebagai diary masa kecilnya, kini ada di genggamannya. Sea ingat betul, dulu waktunya sering dihabiskan untuk menuliskan cerita tentang seseorang - seseorang yang bernama Ran.
Sea membuka halaman demi halaman. Sebuah cahaya kilat tiba-tiba saja muncul mengejutkan Sea. Dan seorang lelaki yang entah dari mana datangnya kini sudah berdiri di hadapan Sea.
"Aku menunggumu terlalu lama. Aku sesak berada di tumpukkan buku-buku itu selama puluhan tahun. Tapi aku berterima kasih karena akhirnya kau membuka lembaran yang belum sempat kau selesaikan," Ungkap lelaki yang sepertinya tak asing bagi Sea. "Aku Ran," Lanjutnya.Â
***
Putri Apriani, Maret 2020
Diikutsertakan dalam Event Fiksi Cinta Bersemi di Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H