"Maksudmu?" kali ini aku yang berganti bertanya.
"Aku tak lagi mencintai robusta seperti dulu, begitupun aku yang tak bisa mencintaimu lagi seperti dulu."
"Apa salahku?"
"Kamu tak salah. Hanya saja aku telah melabuhkan hatiku pada hati yang lain, dia tengah menungguku di sana," tanganmu menunjuk seorang wanita berparas cantik yang tengah duduk di sudut kedai. "Namanya Lani," ucapmu lagi.
Aku tak memedulikan ucapannya barusan. Persetan dengan semua itu. Yang aku tahu secangkir robusta terakhir yang ia buatkan untukku kini telah mendingin, secangkir robusta yang sempat aku sesap, kini telah berubah menjadi secangkir air mata penuh luka.
***
November 2018 - @poetri_apriani
Cerpen ini diikutsertakan dalam Event Fiksi Luka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H