Mohon tunggu...
Putri Apriani
Putri Apriani Mohon Tunggu... Freelancer - Fiksianer yang Hobi Makan

@poetri_apriani | poetriapriani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jodoh Tak Kemana, Sayang..

18 Januari 2018   15:11 Diperbarui: 18 Januari 2018   15:15 2028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang benar, bahwa tak ada yang sia-sia dari sebuah penantian. Semua akan tiba pada saatnya, pada saat terbaik menurut Tuhan.

"Cantiknya," puji orang-orang yang melihatnya. Riasan natural ditambah dengan perpaduan warna hijab merah muda dan ungu yang melingkar di kepalanya membuat Rani tampil tak biasa hari ini. Hari ini adalah hari bahagianya, telah bertahun-tahun ia lewati dalam penantian juga doa. Dan ternyata Tuhan punya cara sendiri dalam mengabulkan harapnya selama ini.

Usia Rani telah menginjak setengah abad, dan lelaki yang mengucap ijab kabul di sampingnya itu adalah lelaki yang usianya terpaut dua puluh tahun lebih muda darinya. Lelaki gagah itu bernama Bagas.

Ingatan Rani berbalik pada beberapa bulan yang lalu, ketika sang lelaki meminta Rani untuk jadi pendamping hidupnya.

"Aku ingin melamarmu, Ran," ucap Bagas yakin.

Rani nampak terkejut, "Apa kamu yakin, Bagas? Kamu tahu keadaanku seperti ini."

"Ada yang salah dengan keadaanmu? Jika kamu tak percaya, aku akan menemui Kangmasmu sekarang juga."

"Jangan, bagaimana jika aku yang mendatangi rumahmu terlebih dahulu? Aku ingin bertemu dengan orangtuamu."

"Baik," sang lelaki menyetujui.

Pertemuan singkat setahun yang lalu, chat yang juga tak intens bahkan sempat hilang kontak, membuat Rani seperti meragu menerima ketulusan dari seorang Bagas. Bukan apa-apa, Rani hanya tak ingin tersakiti, tak ingin kecewa lagi dan lagi seperti yang sudah-sudah.

Degupan jantung Rani terasa semakin tak tentu arah. Dalam hatinya masih saja terlintas, "Apakah ini nyata? Atau jangan-jangan aku hanya bermimpi?"

Hanya butuh waktu sekitar dua puluh menit menuju ke kediaman sang lelaki. Rani kemudian bertemu dengan sepasang suami istri yang usianya terlihat tak jauh dari dirinya, Rani hanya menerka-nerka. Awalnya Rani begitu canggung bagaimana harus memulai dan 'mengambil hati' calon mertuanya itu. Hingga tanpa sadar, cerita dari keempatnya mengalir begitu saja.

"Bu, izinkan saya untuk melamar Rani," tanpa menunggu basa-basi lebih lama lagi, tanpa pernah Rani pikirkan sebelumnya, lelaki yang duduk di sebelahnya itu mengungkapkan keseriusannya. "Ibu setuju tidak, jika saya menikahi Rani?"

Rani terperanjat. "Kamu benar-benar yakin dengan saya? Saya tak mau kecewa, jadi lebih baik kamu cari perempuan yang lain saja," ucap Rani memotong pembicaraan. Rani menghela napas dalam-dalam. Usianya tidak lagi muda, tentunya pernikahan adalah sesuatu yang sakral baginya, bukan hal yang main-main.

Sang Ibu kemudian mengusap kepala Rani, "Saya serahkan semuanya kepada anak saya, kalau dia inginnya menikah dengan kamu, Nduk, insha Allah saya ridho."

Rani tertunduk. Degup jantungnya seakan berlarian ke luar dari tubuhnya.

"Saya tidak mau cari perempuan yang lain, cukup Rani saja," ucap Bagas, diikuti dengan anggukan kepala sang Ayah, tanda menyetujui pernyataan anak pertamanya itu.

Jodoh memang tak pernah bisa diterka. Usia sang Ibu nyatanya hanya terpaut satu tahun lebih muda dari Rani. Dan yang lebih mengejutkan ternyata sang Ibu merupakan salah satu murid dari kakak Rani yang dulu berprofesi sebagai tenaga pendidik, kakaknya yang juga menjadi wali nikah Rani ketika dipersunting Bagas.

**

Tanpa dekorasi apapun hanya kursi dan meja yang tertata rapi, suguhan yang sederhana, dan hanya dihadiri oleh keluarga serta kerabat, nyatanya tak sedikitpun mengurangi kesakralan pernikahan sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta itu, akad nikah mereka tetap berjalan dengan khidmat. Ucapan syukur, haru dan senyum bahagia tampak turut mewarnai hari bahagia yang telah lama Rani nantikan. Pemandangan alam pun tampak jadi pelaminan paling indah yang Tuhan berikan kepada mereka.

"Kamu bahagia, Ran?" tanya Bagas berbisik pada wanita yang kini telah sah menjadi istrinya.

Rani tak mampu berucap, hanya matanya yang berkaca-kaca yang jadi saksi. Dalam hatinya ia berteriak lantang, aku bahagia, ya aku sangat amat bahagia!

----------------------------------------------

*) Terinspirasi dari kisah nyata Bulik (Tante) saya sendiri yang menikah pada tanggal 15 Januari 2018 di Klaten, Jawa Tengah. Bulik pernah membantu (almh) Ibu untuk mengurus saya dari TK hingga SMP. Maturnuwun Bulik, selamat menempuh hidup baru, semoga bahagia dengan pilihan hidupmu *pelukcium

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun