Memang benar, bahwa tak ada yang sia-sia dari sebuah penantian. Semua akan tiba pada saatnya, pada saat terbaik menurut Tuhan.
"Cantiknya," puji orang-orang yang melihatnya. Riasan natural ditambah dengan perpaduan warna hijab merah muda dan ungu yang melingkar di kepalanya membuat Rani tampil tak biasa hari ini. Hari ini adalah hari bahagianya, telah bertahun-tahun ia lewati dalam penantian juga doa. Dan ternyata Tuhan punya cara sendiri dalam mengabulkan harapnya selama ini.
Usia Rani telah menginjak setengah abad, dan lelaki yang mengucap ijab kabul di sampingnya itu adalah lelaki yang usianya terpaut dua puluh tahun lebih muda darinya. Lelaki gagah itu bernama Bagas.
Ingatan Rani berbalik pada beberapa bulan yang lalu, ketika sang lelaki meminta Rani untuk jadi pendamping hidupnya.
"Aku ingin melamarmu, Ran," ucap Bagas yakin.
Rani nampak terkejut, "Apa kamu yakin, Bagas? Kamu tahu keadaanku seperti ini."
"Ada yang salah dengan keadaanmu? Jika kamu tak percaya, aku akan menemui Kangmasmu sekarang juga."
"Jangan, bagaimana jika aku yang mendatangi rumahmu terlebih dahulu? Aku ingin bertemu dengan orangtuamu."
"Baik," sang lelaki menyetujui.
Pertemuan singkat setahun yang lalu, chat yang juga tak intens bahkan sempat hilang kontak, membuat Rani seperti meragu menerima ketulusan dari seorang Bagas. Bukan apa-apa, Rani hanya tak ingin tersakiti, tak ingin kecewa lagi dan lagi seperti yang sudah-sudah.
Degupan jantung Rani terasa semakin tak tentu arah. Dalam hatinya masih saja terlintas, "Apakah ini nyata? Atau jangan-jangan aku hanya bermimpi?"