Mohon tunggu...
Putri Apriani
Putri Apriani Mohon Tunggu... Freelancer - Fiksianer yang Hobi Makan

@poetri_apriani | poetriapriani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Rose RTC] September di Cilember

15 September 2016   13:35 Diperbarui: 15 September 2016   13:40 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Curug Cilember : http://merahputih.com/news

Aku pernah terluka. Terluka karena tanganmu tak menyambutku. Terluka karena rasamu abaikan rasaku. Ya, aku pernah terluka, olehmu.

"Dasar gombal!"

"Kain gombal?"

"Capek ngomong sama kamu!"

"Tapi aku nggak pernah capek sayang sama kamu, Laras."

"Udah dong."

"Apanya?"

"Aku capek."

"Kamu bukan capek, kamu pasti lagi bahagia."

"Sok tau!"

"Aku memang tau."

"Dari mana?"

"Mukamu merah merona."

"Udah dari sananya tau!"

"Bukannya karena pake krim wajah?"

Tanpa aba-aba Laras meninggalkanku sendiri, tubuh mungil itu semakin jauh meninggalkanku. Dalam hatinya mungkin ia tengah mengumpat "dasar cowok nggak jelas!" Bahkan aku tak pernah mengira ia menolak mentah-mentah perasaanku. Duh, Laras..

**

"Laras.."

"Ya, Mas."

"Nggak apa-apa, aku cuma ngetes pendengaran kamu."

Tangan Laras mencubit pipiku. "Kamu emang nggak pernah romantis, Mas."

"Betul."

"Terus?"

"Terus apa?"

"Mestinya kamu romantis!"

"Aku mesti gimana?"

Laras berpikir sejenak, memejamkan matanya, dan meralat kata-katanya barusan. "Mas, kamu nggak perlu melakukan apa-apa. Kamu udah romantis kok di mataku."

"Lho kok bisa?"

"Kamu ingat insiden September di Cilember?"

"Kamu masih ingat-ingat soal itu?"

"Ya jelas Mas. Aku......" Laras menggantungkan kata-katanya. Aku paham apa yang tengah ia rasakan.

"Udahlah, nggak usah dibahas lagi. Aku memang pernah patah hati karena insiden itu, pernah patah hati karena kamu."

Laras menundukkan pandangannya, matanya berkaca-kaca. 

"Nggak nyangka ya? Setahun setelah insiden itu, kamu ngelamar aku, di bulan yang sama September, di tempat yang sama, di Cilember, dan anehnya aku langsung terima lamaranmu." Ujar Laras dengan tawa yang makin mengeras.

Aku menatap matanya. Hanya dengan melihat senyum Laras saja, hatiku bahagia bukan main. 

Ya, aku memang pernah terluka, olehmu, yang kini telah jadi milikku. Tak masalah seberapa banyak luka yang telah kamu torehkan, yang terpenting, kini telah aku temukan penawar luka yang super dahsyat, senyummu, di setiap pagiku.

Logo [Dok. RTC]
Logo [Dok. RTC]

@poetri_apriani

Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Romansa September RTC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun