Otong menggeleng tersenyum. “Buya, rezeki udah ada yang ngatur, tugas kita tinggal usaha sama berdoa aja. Rezeki lo sama rezeki gue nggak bakal ketuker kok, tenang aja.”
“Iya sih,” ucap Buya, sedkit menundukkan kepalanya.
Kemudian Otong menjelaskan, bagaimana sebelas bulan sebelumnya (sebelum bulan Ramadan), dagangan Buya lah yang jauh lebih laris dibanding dagangannya. Setiap pagi banyak keluarga yang menantikan Buya, anak-anak kecil yang ingin berangkat ke sekolah, mahasiswa, asisten rumah tangga, bahkan pekerja kantoran pun begitu menggemari bubur ayam Buya. Bubur ayam buatannya memang sangat enak, bahkan tak jarang Otong membeli beberapa porsi untuk keluarga kecilnya di rumah.
“Anggap aja sebulan ini rezeki gue, sebelas bulan sisanya rezeki lo,” jelas Otong.
Buya hanya terdiam, menundukkan kepalanya, ia tampak menahan malu.
“Coba kalo bukan bulan Ramadan gini, mana laku dagangan lontong gue, intinya sih bersyukur aja. Toh sebelas bulan kemaren keluarga gue juga nggak mati kelaperan gegara dagangan lontong gue nggak laku.”
“Iya, gue paham sekarang bro, map nih ye, harusnya gue kudu lebih bersyukur dibanding lo.”
“Iya, gak apa-apa bro, biasalah, manusia suka khilaf.”
Lalu keduanya saling berjabat tangan dan, berpelukaaaaaaaaan. Ups, ini bukan adegan Teletubbies lho!