Siang terik panas menyeruak. Matahari tersenyum meniggalkan jejak. Mataku mulai lelah membaca huruf yang tertera pada buku sajak. Juga berita-berita yang terdapat di media cetak. Baiknya ku tinggalkan saja sejenak, karena cacing-cacing dalam perut mulai berontak. Teman pun sedari tadi telah mengajak, mencari minuman dan makanan yang tentunya enak-enak. Mulai dari jus sirsak, hingga ketoprak. Mulai dari es krim rujak, hingga ayam goreng sambal bajak. Suka yang mana? Silahkan pilih secara acak. Harganya? Tak sampai lima puluh ribu sudah termasuk pajak.
Setelah makan aku lanjut naik becak, menuju hotel dekat Gunung Salak. Si tukang becak bernama Pak Razak, sungguh baik hati dan tidak galak. Beliau berpesan hati-hati awas ada tukang palak. Kami mengangguk ucapkan terimakasih banyak.Di ujung jalan aku melihat penjual martabak. Martabak manis, cukup satu kotak. Enaknya dinikmati bersama es pisang kolak.
Ketika kami sedang bercerita kocak. Tetiba saja sungguh mendadak. Temanku histeris berteriak. Hingga suaranya menjadi serak. Ada apa? Mataku terbelalak. Oh ternyata dia baru saja tertabrak, oleh lelaki berbadan besar tegak. Untung saja tidak sampai lempar asbak, hanya saja ia menangis terisak-isak, melihat lelaki itu berkepala botak, juga berkumis tajam bagai landak. Maaf bukan maksud hati tak bijak, hanya saja jantung kencang berdetak, bila melihat kepala yang botak.
*Peladophobia : Ketakutan terhadap orang botak.
#salamhumor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H