Mohon tunggu...
Putri Oktaviani
Putri Oktaviani Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Psikologi

Mahasiswa semester tua yang doyan baca, nulis, dan bereksperimen di dapur.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kampung Pondok: Etnik Tionghoa Kota Padang dan Akulturasinya di Ranah Minang

1 April 2023   02:13 Diperbarui: 1 April 2023   02:20 1618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cr. trapadvisor.co.id. Merupakan salah satu bangunan yang ada di Kampung Pondok

Dikutip dari situs Indonesia go id (2023), menurut Ernawati seorang dosen sejarah Universitas Negeri Padang, awalnya jumlah penduduk etnik Tionghoa yang semakin bertambah disebabkan oleh kondisi alam, yakni ketika ada perubahan siklus muson setiap enam bulan. Dalam bukunya Asap Hio di Ranah Minang: Komunitas Tionghoa di Sumatera Barat, Ernawati menjelaskan bahwa setelah siklus muson berbalik arah ke daratan Asia, maka para saudagar Tionghoa akan kembali ke negaranya. Namun tidak sedikit pula dari mereka yang memutuskan menetap hingga akhirnya melakukan perkawinan campur dengan masyarakat setempat.

Akulturasi

Perbauran kedua etnik yang terhitung hampir dua tahun sejak kedatangan pertama etnis Tionghoa ke Kota Padang berimbas pada asimilasi dan akulturasi budaya. Dua hal tersebut salah satunya terlihat dari cara berkomunikasi mereka. Masyarakat Tionghoa banyak menyisikan kosa kata bahasa ibu ke dalam bahasa lokal sehingga melahirkan bahasa Minang Pondok. Contohnya kata cidang atau cici gadang untuk menyebut perempuan yang lebih tua. Cici dalam bahasa Tiongkok artinya kakak perempuan dan gadang dalam bahasa Minang artinya besar.

Selain cara berkomunikasi, pola akulturasi  juga terlihat dari beberapa pakaian adat Minangkabau yang hampir mirip dengan baju etnis Tionghoa. Contohnya tutup kepala Bundo Kanduang (julukan milik perempuan yang memimpin suatu keluarga dalam Minangkabau baik sebagai ratu ataupun ibu dari raja), mirip dengan baju yang dikenakan oleh etnis Zhuang di daratan asal Tionghoa sana.

Di samping kesamaan baju adat, upacaya pernikahan diantara keduanya juga cenderung serupa. Misalkan saja tema untuk resepi pernikahan yang mencampurkan unsur adat Tionghoa dan Minangkabau dengan menggunakan warna emas dan merah sebagai warna asli Minangabau, disertai penampilan seni pertunjukkan berupa barongsai, tari piring, dan adat pelemparan beras kunyit (Sofyan, 2018).

Dalam hal seni pertunjukan, kesenian Gambang menjadi  satu yang paling mencolok di Kampung Pondok. Kesenian Gambang di Kampung Pondok menjadi satu-satunya kesenian Gambang di provinsi Sumatera Barat. Kesenian tersebut merupakan hasil perwujudan ekspresi dari berbagai kelompok dan individu sekaligus sebagai simbol identitas kedaerahan tempat etnis Tionghoa berdomisili. 

Kesenian ini terdiri atas instrumen Gambang sebagai instrumen utama yang digabungkan dengan beberapa instrumen tradisional dari daerah China seperti suling dan kecapi, serta beberapa instrumen akustik meliputi biola, gitar, saxophone, trumpet, clarinet, dan string bass. Meski kesenian Gambang diketahui tidak berasal dari Kota Padang, namun kesenian ini mampu menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari etnis Tionghoa dan Minangkabau (Rizdki et al., 2017).

Pada masa sekarang ini, kawasan Kampung Pondok telah menjelma menjadi ikon wisata budaya di Kota Padang. Perwujudan akulturasi masyarakat Tionghoa dan Minangkabau yang  terjalin berabad-abad silam ditunjukkan lewat beragam kegaiatan. Misalnya dalam menyambut Tahun Baru Imlek, keduanya mengadakan acara Pasar Malam Imlek, Festival Cap Go Meh, dan Festival Bakcang Ayam Lamang Baluo yang ramai dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat.

Fakta yang menarik dari Festival Bakcang Ayam Lamang Baluo, kegiatan ini merupakan acara budaya yang sukses dengan harmoni dan akulturasi etnis Tionghoa-Minangkabau karena berhasil memadukan dua budaya yang berbeda dalam satu wadah dengan pembuatan 10.000 bakcang ayam dan 10.000 lamang baluo hingga berhasil memecahkan Museum Rekor Indonesia (rekor MURI) dan tercatat sebagai yang pertama kalinya digelar di Indonesia (sumbarsatu., 2019).

Sumber rujukan:

Rizdki et al. (2017). Kesenian gambang sebagai identitas Cina di Kampung Pondok Kota Padang. Jurnal Bercadik ISI Padang Pandang, 2(14), 170-181

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun