Mohon tunggu...
Puti SekarArginingrum
Puti SekarArginingrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Puti Sekar

Mahasiswi Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Culture Shock Mahasiswa Saat Pertama Ngekost dan Merantau

15 Desember 2021   00:21 Diperbarui: 17 Desember 2021   04:12 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mahasiswi mengalami Culture Shock | Sumber: freepik.com/azerbaijan_stockers

Pada saat memutuskan untuk mendaftar kuliah, banyak siswa SMA yang memutuskan untuk memilih kampus di perantauan.

Mereka berpikir bahwa jauh daro orang tua dan keluarga merupakan hal yang ditunggu-tunggu.

Karena menurut mereka, dengan mereka merantau akan bebas melakukan hal apapun karena tidak ada yang melarang atau memantau. 

Tak hanya itu, memilih kampus di perantauan membuat sebagian orang akan lebih mandiri dan seketika menjadi pandai dalam mengatur pengeluaran. Sebagian besar mahaiswa yang akan merantau memutuskan untuk tinggal di kosan yang ada di sekitar kampus.

Tetapi karena baru pertama kali merantau atau baru pertama kali menjadi anak kosan sudah pasti sebagian dari mahasiswa akan mengalami culture shock.

Hal tersebut dikarenakan sebelumnya mereka terbiasa tinggal di rumah bersama keluarganya.

Jadi bisa saja saat tinggal di rumah bersama keluarga masih terbiasa meminta tolong jika ingin meminta sesuatu dan sekarang saat menjadi mahasiswa perantauan harus dituntut untuk melakukan apa-apa sendiri karena keadaan yang mengharuskan itu semua.

Culture shock yang paling sering dialami oleh sebagian besar mahasiswa pada saat pertama kali ngekos yaitu hampir jatuh sakit karena malas membeli makan atau membuat makanan. Terdengar sepele bukan?

Memang biasanya hal-hal kecil yang dianggap sepele sering diremehkan oleh sebagian orang. Mengapa banyak yang jatuh sakit hanya karena malas makan? Karena sebelum ngekos, mereka terbiasa diingatkan makan oleh keluarganya di rumah. Belum lagi, jika di rumahnya selalu disediakan makanan.

Jika baru pertama kali ngekos, lalu sakit biasanya pada saat itu langsung teringat oleh keadaan rumah. Karena jika sakit di kostan, tidak enak ingin meminta tolong kepada teman yang lainnya.

Karena tidak ingin merepotkan dan khawatirnya mengganggu kesibukan teman yang lain. Mereka yang sakit di kosan berpikir bahwa jika mereka di rumah pasti ada yang menjaga dan merawat. Tidak harus sendirian.

Lalu, biasanya jika sudah di kosan dan mengerjakan tugas, karena tenaganya sudah terkuras untuk mengerjakan tugas jadi malas untuk bergerak.

Cara mengatasi hal tersebut yaitu kita harus membuat jadwal makan yang tetap setiap harinya. Dengan begitu jadwal makan kita menjadi teratur.

Selain itu, kita bisa meminta tolong kepada teman dekat kita yang memiliki kebiasaan yang sama, yaitu malas makan untuk saling mengingatkan makan satu sama lain.

Sebenarnya, hal-hal di atas balik lagi atas kesadaran diri masing-masing. Karena makan juga merupakan kebutuhan hidup sehari-hari.

Selanjutnya, karena di kos juga banyak mahasiswa dari perantauan lain juga, maka culture shock dari segi ucapan, bahasa yang digunakan, budaya atau kebiasaan yang sudah pasti berbeda. Bisa saja menurut A yang berasal dari kota A, melakukan kebisaan yang dianggapnya itu menjadi hal yang biasa di daerahnya, tetapi menurut B yang berasal dari kota B, hal yang dilakukan A itu merupakn hal yang belum biasa dilihatnya.

Di kosan juga ada beberapa orang yang selalu menjaga kebersihannya, tapi tidak sedikit juga yang lalai akan kebersihan lingkungan kos.Tidak sedikit orang yang menuntut standar kebersihan yang bagus karena sudah menjadi kebiasaan di rumahnya, dan pada saat tinggal di kosan menjadi shock karena terdapat beberapa anak di kosan tersebut tidak menjaga kebersihan, entah itu kebersihan akan barang-barangnya sendiri atau kebersihan fasilitas umum yang disediakan di kosan. 

Sering juga dijumpai anak yang berpenampilan bagus, rapih, wangi, dan menarik tetapi pada saat dijumpai di kamarnya berbanding terbalik dengan penampilannya itu. 

Jadi, bagi mahasiswa yang akan merantau dan tinggal di kosan menurut Saya sebagian besar akan mengalami culture shock. Itu merupakan hal yang wajar. Karena perbedaan lingkungan, perbedaan cara berbahasa dan pengucapannya, budaya, orang-orang yang di sekeliling, dan masih banyak lagi. 

Tetapi jika sudah menetap lumayan lama sekitar dua sampai tiga bulan, kita pasti dapatberadaptasi dengan lingkungan yang baru ditempati. Karena pada dasarnya semua hal itu butuh proses.

Jadi, beberapa hal di atas merupakan beberapa culture shock yang sering dialami oleh mahasiswa yang baru pertama kali merantau. Memang banyak sekali perbedaan yang dapat dirasakan jika baru pertama kali merantau dan harus jauh dari keluarga.Tetapi, jangan takut untuk mengambil keputusan untuk kuliah di luar kota yaa! Karena culture shock itu tidak selamanya. Bisa diatasi dengan berbagai cara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun