Ada hal yang menarik dari pemilu Presiden periode ini yaitu kedua Capres dan Cawapres menyinggung masalah pajak di dalam visi dan misi yang mereka serahkan ke KPU. kemajuan berfikir tersebut sungguh sangat mengembirakan, mengingat program program hebat kedua Capres dan Cawapres ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan faktanya bahwa  dana APBN saat ini tidak mampu memberikan keleluasaan gerak bagi pemerintahan kelak untuk membiayai programnya.
Harapan untuk melakukan pembiayaan secara mandiri terletak pada penerimaan negara dari pajak, yang mana dalam satu dasawarsa ini selalu memegang porsi 60-78% dari total penerimaan negara. Saat ini Tax ratio Indonesia baru mencapai 13,7 persen, masih jauh dari janji kedua Capres dan Cawapres yang menargetkan tax ratio mencapai 16 % dalam kurun waktu 3-5 tahun. Sungguh pekerjaan yang berat bagi pemerintahan kelak bila masih mengandalkan cara-cara yang biasa, oleh karenanya harus ada inovasi dan gebrakan disertai komitmen untuk meningkatkan penerimaan pajak terutama dari sisi kepatuhan dalam membayar pajak.
PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara (sektor formal dan informal) dalam periode tertentu. PDB sering digunakan untuk menghitung pendapatan nasional suatu negara dan menjadi dasar untuk mengukur penerimaan pajak yang sering kita sebuttax ratio.
Kebocoran pertama bermula dari tidak maksimalnya unit pajak untuk memonitoring seluruh aktivitas produksi sektor informal atau bisa disebut underground economy, yaitu sektor usaha yang tidak memiliki bentuk usaha legal namun menghasilkan barang atau jasa. Dengan sifat usaha terselubung dan berjumlah yang tidak sedikit, sulit bagi lembaga pemungut pajak saat ini untuk mengawasi seluruh aktivitas ekonomi sektor informal mengingat kewenangan dan kapasitas saat ini terbatas.
Kedua, kebocoran pajak pada penghasilan kena pajak pada sektor formal, justru ditemukan makin banyak penyebab kebocoran pajak. Mulai dari banyaknya tarif pajak bersifat final yang lebih kecil daripada tarif progressif, fasilitas atau pengecualian pengenaan pajak untuk kegiatan kegiatan ekonomi tertentu, tax shifting ke negara lain bertarif pajak lebih rendah sebagai akibat tax competition, penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah aturan dan ada unsur kesengajaan dalam menghindari pajak.
Terakhir, kebocoran terjadi pada pajak yang ditetapkan untuk dibayar akibat ketidakpatuhan terhadap aturan formal seperti telat membayar dan ketidakpatuhan secara materil seperti kurang membayar pajak bahkan tidak membayar sama sekali pajak yang telah ditetapkan, upaya hukum wajib pajak untuk melakukan keberatan, gugatan dan banding serta peninjauan kembali ke pengadilan pajak serta birokrasi administrasi pajak dan penegakan hukum yang panjang hingga ke level Kementerian Keuangan atau ke institusi Kepolisian dan Kejaksaan, juga termasuk adanya peranan oknum pegawai negeri dan penegak hukum nakal sebagai penyebab kebocoran pajak.
Bisa dibilang bahwa hilangnya potensi penerimaan pajak dimulai saat kegiatan ekonomi tersebut belum menyentuh area yang menjadi kewenangan otoritas perpajakan sehingga wajar kalau selama beberapa tahun ini target penerimaan pajak yang ditetapkan sulit untuk di capai . Oleh karenanya, terdapat beberapa prasyarat awal bagi pemerintah kelak untuk menambal potensial loss atau kebocoran pajak yaitu prasyarat pertama yang harus dilakukan pemerintah kelak adalah memberikan fleksibilitas kewenangan untuk menyesuaikan kapasitas SDM, anggaran dan organisasi otoritas pemungut pajak sesuai dengan tantangan zaman. Selanjutnya prasyarat kedua adalah memangkas jalur birokrasi lembaga pemungut pajak sehingga langsung dalam pengawasan dan pertanggungjawaban Presiden. Presiden harus bertanggungjawab langsung atas kinerja sektor penerimaan pajak yang tentunya erat kaitannya dengan kemampuan negara dalam mensejahterakan dan menjamin keamanan rakyatnya ditambah lagi jika melihat program program inovatif Capres dan Cawapres saat ini tentu akan lebih maksimal jika didukung oleh dana dengan pembiayaan secara mandiri melalui penerimaan pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H