" Selama tinggal di kontrakan di Kompleks Biru Langit, Echan bisa melihat bagaimana dia dan teman-temannya punya gaya pacaran yang berbeda. Ada Marka yang sangat religius dan saban hari mengirimkan ayat kitab suci ke pacarnya. Ada Lele yang baru gandengan tangan dengan pacarnya langsung meriang selama tiga hari. Dan ada Nana yang sedang memilih gebetan berikutnya dari buku kontaknya yang sebelas dua belas dengan asrama putri.
Semua ini meski pelik tapi masih bisa Echan pahami. Namun Echan nggak pernah bisa mengerti gaya pacaran Jeno yang katanya sayang ke pacarnya, tapi kok sering sekali menyakiti?
Itu bikin Echan bersyukur, hubungannya dengan pacarnya, Somi, adalah hubungan yang ideal; bucin secukupnya dan tetap pakai akal sehat. Sampai suatu saat, cewek bernama Raina datang ke kehidupan Echan dan mereka menjadi teman bermain yang sangat dekat. Sebentar, ini Echan nggak lagi selingkuh hati, kan? "
Kutipan diatas merupakan sinopsis pada Novel " Biru Langit " Karya Renita Nozaria.
Tujuan analisis ini untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Karya sastra merupakan karya imajinasi, suatu karya sastra atau lebih kita kenal dengan fiksi, menawarkan berbagai permasalahan, manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Sosiologi sastra dalam hubungan ini adalah bagaimana suatu karya dihasilkan oleh masyarakat tertentu, cara pandang seperti ini tidak mengurangi nilai karya sastra tetapi justru memberikan nilai tambah. Pembicaraan dalam kaitannya dengan masyarakat yang sesungguhnya, latar belakang sosial yang menghasilkannya dianggap lebih luas, lebih bebas, sedangkan pembicaraan semata-mata pada masyarakat yang terkandung dalam karya.
Pada novel ini yang menonjol adalah kisah cinta remaja yang problematic, banyak kesalahpahaman yang terus terjadi. Kisah anak muda yang labil yang bisa disebut Cinta Monyet. Masa remaja menjadi masa yang penuh energi, rasa keingintahuan, ekspresif, dan pastinya pencarian identitas. Sayangnya, saat anak tumbuh menjadi remaja maka mereka pasti akan menghadapi banyak kebungungan yang bisa mendorong pada permasalahan remaja. Sangat relevan dengan masa saat ini yang Untuk urusan pacaran, Gen Z tak mau susah-susah. Proses simpel, transparan, dan tulus itu saja yang diinginkan. Pada novel ini pun, kisah romansa yang seharusnya indah dibuat rumit terutama pada Echan dan Somi yang terus dilingkari dengan kesalahpahaman dan kecemburuan. Generasi Z menginginkan proses pacaran yang lebih longgar atau santai, Gen Z tetap mengutamakan faktor "keaslian, keterbukaan, dan mengutamakan kesehatan emosional" dirinya. Jika salah satunya tidak mau hubungan yang transparant pasti akan terus berjalan dengan keributan.
Pada hubungan antara Nana dan Nancy pun tidak seimbang. Nana tidak transparant terhadap Nancy membuat hubungan menjadi kacau. Menurut survei " Sekitar 80 persen dari remaja berusia 18-25 tahun membenarkan perawatan diri menjadi prioritas utama mereka saat berpacaran dan 79 persen menginginkan calon pasangannya melakukan hal yang sama".
Penyebab kesalahpahaman terjadi pada hubungan adalah kekecewaan pada realita yang tidak sesuai dengan harapan. Pada novel ini terus memberikan masalah yang berputar pada satu peran yaitu Raina. Hubungan kisah cinta pada setiap pasangan di novel ini yang diharapkan baik tapi harus merasakan kesedihan karena datangnya Raina. Seharusnya bisa diatasi dengan komunikasi antar muka, mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda dan jangan menyimpulkan langsung apa yang terlihat oleh mata. Â Diharapkan jika suatu hubungan terus ada masalah, bisa diselesaikan dengan komunikasi dan ego yang direndahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H