Sisi lain angka Rp. 7.200.000 selama 1 tahun bagi pekerja yang berpenghasilan tinggi itu sangat bermanfaat untuk pengembangan hidup, apakah untuk investasi, atau  diproduksikan dengan cara-cara tertentu. Maka ketika dana Rp. 7.200.000 ditabung melalui TAPERA yang belum diketahuai skema pengembalian beserta jasanya, tentu akan sangat menguntungkan apabila dana itu dikembangkan sendiri tanpa mengikuti program TAPERA. Jelas tidak menarik bagi pekerja.
3. Bagaimana Dengan Nasib / Beban Para Pengusaha? Sekilas jelas ada beban tambahan yang diberikan kepada pengusaha. Bayangkan misalnya sebuah perusahaan (Pabrik) memiliki 1.000 karyawan. Anggap saja 1.000 karyawan itu bergaji UMK di Kota Salatiga sebesar Rp. 2.378.951.Â
Maka pengusaha wajib membayar beban TAPERA sebesar 0.5% dari Rp. 2.378,951 = Rp. 11.895. Ya angka ini sekilas terlalu kecil, tetapi coba dikalikan dengan 1.000 karyawan maka pengusaha akan keluar dana sebesar Rp. 11.895.000,- per bulan, kalau dikali 1 tahun maka pengusaha itu akan menyisihkan  sebesar Rp. 142.737.060,-Â
Ini bukan nilai yang kecil, apalagi pengusaha selama ini sudah harus membayar PPh 21, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerajaan. Jelas beban perusahaan semakin berat, sementara tidak semua pengusaha itu dengan mudah memperoleh profit, ada pengusaha yang harus bersusah payah bagaimana  bisa BEP yang penting perusahaan jalan bisa membayar gaji  karyawan dan menutup biaya opearsional, tanpa harus memikirkan kapan bisa profit terlebih dahulu.Â
Maka jelas program TAPERA menambah beban pengusaha. Bila hal ini terus menerus terjadi nanti ada beban apa lagi beban apalagi yang sifatnya wajib bukan tidak mustahil banyak pengusaha yang mengalami kesulitan dan bisa jadi gulung tikar malas memikirkan untuk membuat usaha baru.Â
Di sisi lain kalau hal-hal seperti ini terus terjadi bukan tidak mungkin akan menjauhkan investor baik dalam maupun luar negeri berinvestasi di Indonesia. Dampak berikutnya? Ya pasti akan banyak pengangguran. Dampak berikutnya? Akan terjadi penurunan daya beli masyarakat artinya roda ekonomi tidak bisa bergerak dengan baik dan seterusnya dampak selanjutnya terjadi penurunan pendapatan masyararakat yang bukan mustahil akan menimbulkan masalah sosial. Ini tentu harus dihindari dan diantisipasi.
4. Apakah Kebijakan Ini Sudah Direstui Semua Pihak? Sebagai orang awam penulis bingung, kenapa tiba-tiba ada Program TAPERA, sedangkan kebijakan ini menyangkut kepentingan rakyat banyak. Kenapa kebijakan yang minim sosialisasi tiba-tiba muncul, tiba-tiba ketok palu dalam bentuk Peraturan Pemerintah?Â
Heran juga seharusnya kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat banyak perlu didiskusikan dengan banyak pihak, perlu disosialisasikan ke publik, dikonsultasikan ke para ahli tentang plus minusnya, berapa banyak manfaat yang akan didapat dan seberapa besar dampak negatif yang ditimbulkan.Â
Penulis berpendapat  pemerintah harusnya tidak serta merta ketok palu untuk menjalankan sebuah program.  Keraguan penulis bahwa kebijakan ini minim sosialisasi, sesuai dengan pernyataan Wapres kita sebagai berikut : "Saya kira memang ini sebenarnya belum tersosialisasi dengan baik, kan sebenarnya TAPERA itu tabungan masyarakat untuk saling membantu dalam penyediaan rumah. Kalau yang belum punya rumah itu ada KPR (kredit pemilikan rumah), ada KBR (kredit pembangunan rumah) kalau dia punya tanah dia bisa membangun nanti mendapat pinjaman.
 Kalau yang punya rumah bisa menggunakan KRR namanya kredit renovasi rumah untuk membangun rumah," kata Wapres. (https://www.antaranews.com/berita/4128351/wapres-tapera-perlu-sosialisasi-lebih-lanjut). Jadi seorang Wapres mengatakan hal sedemikian maka penulis lalu berpendapat bahwa kebijakan ini minim sosialisasi. Apa dampaknya? Jelas akan muncul kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Di sisi lain  Presiden Jokowi menilai wajar bila muncul keberatan dari masyarakat atas kebijakan ini. Menurut dia, masyarakat pasti akan berhitung besaran potongan gaji yang diberlakukan.
"Iya semua dihitung lah. Biasa. Dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau nggak mampu, berat atau nggak berat," kata Jokowi di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).( https://www.detik.com/sumbagsel/bisnis/d-7361254/gaduh-iuran-tapera-potong-gaji-3-jokowi-bandingkan-dengan-bpjs). Penulis berpendapat tidak seharusnya Presiden selalu berkaca pada pengalaman masa lalu tentang Kebijakan BPJS misalnya, namun sudah seharusnya Program ini melalui kajian mendalam dan yang jelas harus diinformasikan kepada masyarakat banyak, bagaimana pendapat, usulan, saran dan seterusnya. Kebijakan yang sudah melalui prosedur sosialisasi maksimal akan meminimalkan kegaduhan di masyarakat.