Mohon tunggu...
Puteri Intan Rizqi
Puteri Intan Rizqi Mohon Tunggu... Penulis - ENFP-A

Penulis Mager

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita tentang Kamu

3 Februari 2021   15:34 Diperbarui: 3 Februari 2021   15:44 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Lin membaca ulang naskah singkat yang baru saja ia tulis. Ia heran, kenapa hubungannya bisa kandas tiba-tiba. Ia tidak bermaksud menuduh Raka, pacar yang kemudian berubah status menjadi mantannya, telah berselingkuh dengan wanita lain. Namun, retinanya dengan jelas menyaksikan adegan perselingkuhan yang dilakukan oleh pacarnya kala itu, awalnya ia menganggap bahwa kisah seperti itu hanya terjadi dalam sinetron saja, namun kini tengah dialaminya sendiri.


Pikirannya melalang buana kepada masa lalu, merekayasa adegan demi adegan yang membahagiakan dengan Raka, yang saat dikenang ulang justru terasa memilukan. Lalu, ia menyeka air mata yang secara lancang mengalir di pipinya, tanpa permisi dan tanpa aba-aba. Kadang Tuhan melucu dengan takdir seseorang, mempertemukan dengan kisah bahagia, lalu memisahkan dengan pilu. Aku tidak bermaksud menyalahkan Tuhan, tapi terkadang aku juga bertanya-tanya kenapa Tuhan mempertemukan sepasang manusia. Jika pada akhirnya akan mengecap sebuah perasaan bernama kecewa.


Pada bait kesekian, Lin tidak sanggup lagi menahan isakannya. Ia ingin menyerah mengenang Raka, tapi rasanya tidak bisa. Bahkan saat Raka hilang pun, sosoknya tetap terjaga di ingatan Lin yang mampu membuat dirinya menangis dan merenung berjam-jam tanpa sadar.


Suasana mendadak pilu,
Sebab kepergianmu bagai sembilu.
Hati tidak lagi utuh,
Sebab hadirmu tak lagi menyeluruh.
Kini hadirmu tak lagi di sisi,
Meninggalkan serpihan-serpihan sunyi.
Kepergianmu menerkamku dengan sepi,
Hingga aku tak lagi tegak berdiri.


Tiba-tiba saja tangannya mengetik sebuah puisi singkat yang langsung ia print out dan ditempelkan pada mading kecil di kamarnya. Tak lupa juga ia tempelkan fotonya dengan Raka.


Beberapa hari kemudian, ia telah menyortir beberapa tulisan yang harus ia kirim kepada pihak penerbit. Sebelum diseleksi penerbit, Lin meminta pendapat Aileena tentang naskahnya. Lalu, Aileena tersenyum sumringah karena Lin mau menerima sarannya. Disaksikan keduanya, Lin mengirim naskah berjudul "Cerita Tentang Kamu' kepada salah satu penerbit yang telah direkomendasikan oleh Aileena. Ia tidak banyak berharap naskahnya akan terbit.


Berbulan-bulan waktu bergulir, telah dilalui Lin dengan normal, kini hatinya lebih membaik daripada beberapa bulan lalu yang terjebak pada ingatan-ingatan tentang Raka. Semua berkat Aileena yang tetap menemaninya. Hingga tiba pada suatu hari, ia mendapat notifikasi bahwa naskahnya akan diterbitkan. Lin membelalakkan matanya tidak percaya. Kemudian ia mengabari Aileena dengan perasaan girang.


Setelah mendapat notifikasi tersebut, Lin diminta untuk menemui pihak penerbit untuk membicarakan naskahnya yang akan terbit. Menandatangani beberapa kesepakatan tentang naskah yang terbit nantinya. Lin berharap ia bisa menyembuhkan orang-orang yang bernasib sama dengannya, sesuai saran Aileena. Setelah selesai melakukan pertemuan dengan pihak penerbit, ia sengaja mencari kafe terdekat untuk sekadar menulis dengan singkat.


Halo, Ka. Ternyata sudah berbulan-bulan yang aku lalui tanpa kamu di sampingku. Jangan tanya bagaimana kabarku, karena aku belum baik-baik saja. Tapi, aku selalu berusaha baik. Hadirmu masih kupercaya sebagai pelengkap hari-hariku, meski pada kenyataan tidak ada lagi kamu. Aku belajar menulis, Ka. Dan tulisanku akan diterbitkan beberapa bulan lagi. Boleh tidak kalau aku berharap kamu akan membeli dan membacanya? Agar kamu tahu bahwa kamu benar-benar akan abadi dalam tulisanku. Bukuku berisi tulisan tentang kamu, Ka. Meski aku tahu kamu tidak hobi membaca, tapi sepertinya tidak apa-apa, ya kalau aku berharap?
Hari ini aku berada di kafe sendirian, meluangkan waktu untuk menulis surat untukmu. Entah surat yang keberapa, yang tentunya tidak akan pernah kukirim padamu. Aku memesan kopi hitam kesukaanmu. Menyesap kopi dan melihat lalu-lalang jalan raya ternyata seru, ya, Ka? Menikmati hiruk pikuk kota dengan segala ekspresi manusia di dalamnya. Aku masih belum menyangka bahwa kamu sudah tidak lagi di sisiku. Kudoakan yang terbaik, ya, Ka? Untuk hidup kita berdua. Entah apapun pilihanmu, dan apapun pilihanku, semoga hati kita akan tetap bahagia dan utuh.
Aku mau mengabarkan bahwa aku tidak lagi suka mendung, tetapi aku beralih menyukai hujan. Rintiknya mengajarkan keikhlasan bahwa yang jatuh bisa saja memberi kebahagiaan bagi banyak orang. Sampai jumpa di pertemuan selanjutnya, ya, Ka? Meski entah kapan. Semoga di pertemuan selanjutnya, hati kita telah seutuhnya membaik. Sampai jumpa, Raka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun