Mohon tunggu...
Puteri Intan Rizqi
Puteri Intan Rizqi Mohon Tunggu... Penulis - ENFP-A

Penulis Mager

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tren e-Commerce di Masa Pandemi

23 Januari 2021   21:55 Diperbarui: 23 Januari 2021   22:17 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana pandemi benar-benar merubah hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat di Indonesia. Dampak yang teramat nyata dapat kita temukan dalam bidang ekonomi. Pola ekonomi berubah drastis sejak pandemi menerpa Indonesia. Dimulai dari proses ekonomi dalam lingkup pribadi bahkan dalam lingkup nasional.

Sejak adanya keputusan PSBB dan anjuran di rumah saja, masyarakat mulai berangsur-angsur memenuhi kebutuhan hidupnya melalui e-commerce. E-commerce adalah kegiatan jual beli yang dilakukan melalui media elektronik, jadi penjual dan pembeli tidak perlu berinteraksi secara langsung untuk melakukan kegiatan ekonomi.

E-commerce telah ada sejak beberapa tahun lalu, namun penggunaannya meningkat drastis sejak pandemi. Melansir dari tirto.id bahwa terjadi peningkatan transaksi harian hingga 4,8 juta dan persentase konsumen baru hingga 51% selama masa pandemi.

Tidak hanya itu, di masa pandemi juga memunculkan banyak online shop baru sebanyak 38,3% dibandingkan dengan tahun lalu. Masyarakat tidak hanya mencari peruntungan melalui online shop, melainkan juga menjadikan online shop sebagai pemenuh kebutuhan selama pandemi.

Teknologi yang bernama handphone memang selalu memudahkan kita dalam melakukan berbagai interaksi, tak terkecuali dalam proses kegiatan ekonomi sekalipun. Adanya platform untuk menggapai apa yang kita mau sangat membantu perilaku konsumtif yang akan kita alami. 

Ada media sosial berupa Instagram, Twitter, FaceBook untuk menayangkan iklan beupa produk menarik yang siap menggugah selera berbelanja kita. Bahkan, metode pembayaran pun dipermudah dengan adanya mobile banking, internet banking, bahkan sms banking. Seolah dunia benar-benar ada dalam genggaman kita dan siap memanjakan kita dengan seluruh aksesnya.

Selama ada akses internet, kita bisa meraih segala yang kita butuhkan. Terlebih apabila ada iklan yang menawarkan diskon, bonus, dan lain semacamnya, maka persiapkan diri saja untuk tidak tergiur dan tercebur dalam lautan diskonan. Fenomena konsumtif tidak akan pernah bosan untuk dibahas, karena perilaku konsumtif manusia memang selalu menarik untuk dibahas dan diteliti.

Revolusi teknologi kadang kala juga disebut dengan revolusi industri ketiga. Istilah revolusi teknologi merujuk pada perkembangan yang terjadi seputar teknologi dari elektronik analog dan alat mekanik menuju teknologi digital yang biasa kita temui saat sekarang ini yang berlangsung dalam waktu cepat dan mengarah pada arah modern yang terjadi dalam seluruh bidang kehidupan manusia.

Perkembangan teknologi yang terjadi saat ini adalah karena banyaknya tuntutan kompetisi yang harus dihadapi dalam era globalisasi, sehingga menuntut manusia untuk terus melakukan inovasi dan menghasilkan temuan-temuan baru.

Penemuan teknologi yang tampak jelas adalah penciptaan handphone yang kemudian berubah julukan menjadi smartphone. Dalam satu benda mungil ini, terdapat banyak hal yang bisa kita lakukan seperti berkomunikasi dengan sanak saudara yang jauh, mencari materi kuliah dan sekolah, dan bahkan melakukan transaksi belanja.

Ya, salah satu wujud revolusi dalam bidang eknomi adalah melakukan transaksi ekonomi tanpa harus bertemu langsung dengan penjual maupun pembeli. Awal mula transaksi ekonomi adalah dengan munculnya online shop, yakni seseorang yang menjual produknya melalui platform media sosial seperti FaceBook, Instagram, atau aplikasi WhtasApp.

Pemilik toko biasanya menjajakan produknya melalui video ataupun foto yang disertai keterangan berupa harga, spesifikasi produk, dan juga informasi lain yang sekiranya penting. Seiring berjalannya waktu, menjamurlah olshop di berbagai daerah, dengan menyediakan banyak produk, seperti barang ataupun juga jasa.

Dari fenomena maraknya olshop tersebut, kemudian muncullah istilah e-commerce, yakni sebuah platform baru untuk memudahkan proses transaksi jual beli. Dengan fitur-fitur yang mempermudah penggunanya, aplikasi e-commerce banyak laku di pasaran. Banyaknya jumlah unduhan aplikasi perbelanjaan menunjukkan banyaknya orang yang tertarik menggunakan platform tersebut untuk melakukan transaksi jual beli. 

Selain mempermudah proses transaksi, keuntungan lain dari berbelanja via aplikasi adalah adanya variasi produk yang ingin dibeli, dan juga banyak bermunculan diskon-diskon menarik yang semakin membuat penggunanya nyaman untuk terus melakukan perbelanjaan. Inovasi-inovasi dalam teknologi melahirkan kenyamanan dalam berbelanja, sehingga masyarakat lebih betah berbelanja menggunakan aplikasi disbanding berbelanja secara langsung ke pasar ataupun toko konvensional.

#DiRumahAja dan Kenyataannya

Seruan tagar #DiRumahAja bukan hal asing lagi yang kita dengarkan kala masa pandemi. Media massa seperti televisi, radio, bahkan berita pun menganjurkan dan mendukung naik tagar ini. Namun, pertanyaannya adalah apakah tagar ini efektif dilakukan di Indonesia? Bisa iya, dan bisa juga tidak.

Bagi masyarakat dengan perekonomian kelas atas mungkin tidak akan menjadi masalah karena mereka memiliki gaji yang tetap dan pemasukan yang stabil, sangat berbeda dengan mereka yang memiliki perekonomian di kelas menengah ke bawah. Saat kondisi perekonomian belum stabil, gaji belum pasti, dan tidak adanya pemasukan yang baik.

Apakah ada jaminan masyarakat dengan ekonomi kelas menengah ke bawah memiliki pemasukan yang tetap saat mereka mematuhi anjuran #DiRumahAja? Tidak ada! Sekalipun masyarakat tersebut memiliki status penerima bantuan pemerintah, maka belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

Selain fenomena di atas, ada fenomena lain yang tak kalah menarik, yakni perilaku konsumtif selama masa pandemi berlangsung. Di saat keadaan finansial yang tidak stabil bagi sebagian orang, justru ternyata terjadi peningkatan jumlah transaksi harian seperti yang dipaparkan pada halaman awal.

Masa pandemi justru membuat orang semakin candu akan berbelanja online. Seperti yang dialami oleh saya sendiri, saya kerap kali dimintai tolong oleh beberapa tetangga untuk mencarikan kebutuhan sehari-hari melalui aplikasi e-commerce. Hal ini mereka lakukan karena belum paham mekanisme aplikasi tersebut sehingga meminta bantuan saya. Bahkan dalam seminggu, saya bisa memesankan beberapa paket sekaligus milik tetangga saya. Seperti contoh memesankan mesin karburator, jilbab, baju, produk kecantikan sekalipun.

Alasan utama adalah ketidaktahuan akan mekanisme aplikasi tersebut, alasan selanjutnya adalah lebih nyaman membeli via aplikasi karena tidak perlu repot membuang tenaga untuk mencari barang yang diinginkan di toko-toko konvensional, karena harus berpindah toko apabila barang yang diinginkan kosong.

Oleh karena itu, aplikasi e-commerce memiliki dampak positif juga negatif dalam kehidupan masyarakat, selain untuk memudahkan masyarakat dalam bertransaksi, aplikasi tersebut juga memunculkan jiwa konsumerisme pada masyarakat. Apabila masyarakat sudah mengetahui kenyamanan dari berbelanja online, maka dia akan mengulang tindakan tersebut lagi dan lagi. Dengan anggapan bahwa lebih dimudahkan dan nyaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun