Mohon tunggu...
Putera Negara
Putera Negara Mohon Tunggu... -

KETUA UMUM HIMPUNAN AKTIVIS MAHASISWA UNIVERSITAS NASIONAL\r\n\r\nhargailah nila setitik!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wakil Rakyat Bukan Wakil Partai

26 Maret 2014   23:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:25 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

WAKIL RAKYAT BUKAN WAKIL PARTAI

DITULIS OLEH : PUTERANEGARA

Sebentar lagi, tepatnya 13 hari kedepan Indonesia segera memasuki ajang pesta demokrasi, pemilihan legislatif (DPR, DPRD, DAN DPD). Partai politik semakin gencar mencari simpati ke masyarakat guna mereka mendapatkan kemenangan dalam perolehan suara, para calon legislatif (caleg) selalu memberikan janji – janji yang manis kepada masyarakat dan selalu mengatakan bahwa mereka adalah representative masyarakat Indonesia.

Masyarakat Indonesia terkungkung dalam bahasa ‘Pesta’ yang terbenak di pikiran kita mendengar kalimat pesta adalah kegiatan senang – senang dan hura semata. Hal tersebut dimanfaatkan oleh partai politik untuk masuk mendekatkan diri kepada masyarakat, dengan janji akan diberikan rupiah masyarakat diminta untuk memilih partainya.

Idealnya dalam Negara demokrasi yang dianut Indonesia dan presidensial yang dianut dalam sistem pemilu, bukanlah hanya materi/modal yang dipersiapkan, tetapi memang kredibilitas dan kemampuan yang memumpuni ketika menjadi wakil rakkyat. Memang ada permasalahan ketika sistem Negara kita yang lemah dan dapat dimanfaatkan oleh oknum ataupun kelompok yang memanfaatkan dari kelemahan tersebut.

Permasalahan one man one foodseharusnya sudah tidak ada lagi, karena setelah tahun 1999 kita sudah memasuki pemilu sebanyak empat kali, kelemahan para politisi dan penyelenggara pemilu adalah tidak dapat belajardalam memperbaiki hal tersebut. Budaya buruk yang seakan dipertahankan oleh partai politik karena mereka hanya berpikiran fragmatis, artinya mereka hanya mengutamakan kepentingannya dengan cara yang instan dan praktis. Peran dan fungsi partai politik salah satunya adalah mengadakan pendidikan politik ke masyarakat yang artinya partai politik sebagai lembaga yang memangwadah untuk masuk kedalam sistem Negara tetapi melupakan hal tersebut.

Indikator keberhasilan pemilu bukanlah hanya, pertama, angka golput yang rendah, kedua, adanya partisipasi pemilu, ketiga, logistik pemilu memadai. Tetapi proses setelah pemilu yang harus diutamakan bagaimana mereka wakil rakyat memang berorientasi untuk memajukan kesejahteraan sosial masyarakat, bukan hanya memajukan kepentingan pribadi ataupun kelompok. Jangan membentuk mental budak masyarakat karena hanya meminta rupiah tanpa melihat kapasitas dari calon wakil rakyatnya.

Jika dilihat dari kacamata masyarakat hari ini, sudah lelah ketika mendengar janji – janji yang hanya manis di bibir semata, tetapi ketika mereka menjadi wakil rakyat mereka lupa dengan ucapannya. Masyarakat hari ini sudah cerdas dalam menggunakan hak pilihnya karena dilihat dari dua periode kepemimpinan Susilo Bambang Y, yang banyak terlibat kasus korupsi dan dekadensi moral kelakuan para wakil rakyat.

Kejadian tersebut menyangkut trias politika pemerintahan Indonesia (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif), menteri terjerat korupsi, anggota parlemen banyak tertangkap, dan ketua MK tertangkap tangan menerima suap. Apabila dilihat dari para ahli atau negarawan mengatakan bahwa Negara Indonesia bisa dikatakan gagal, karena tidak ada lembaga yang memang tidak bersih dan dapat dipercaya.

Hal tersebut terjadi karena tidak ada undang – undang partai politik yang mengatur soal hukuman, pembahasan dalam undang – undang parpol hanya semata prosedural semata, dan tidak ada hal yang membuat partai politik takut melakukan kesalahan. Sehingga kader ataupun simpatisan partai seenaknya memakan uang rakyat demi kepentingan kelompoknya. Dapat disimpulkan bahwa memang mereka yang menjadi pemangku kekuasaan, tidak dapat dikatakan sebagai wakil rakyat tetapi sebagai wakil partai.

Hasil analisis penulis seharusnya dibentuk undang – undang yang mengatur hukuman partai politik, sederhananya, apabila ada kader ataupun simpatisan partai yang telah duduk dibangku kekuasaan tidak berani melakukan tindakan korupsi, pelanggaran HAM dan dekadensi moral. Dalam undang – undang tersebut harus ada hukuman konkret bahwa ketika mereka melanggar sedikit pun, partainya dapat dibubarkan ataupun dilarang mengikuti partisipasi pemilu selama lebih dari dua periode. Sehingga hal tersebut dapat merubah moral para wakil rakyat yang hanya memikirkan keuntungan semata, dan menghindari permasalahan lama yang merugikan Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun