Sahabat Juara,
Kemenangan itu momentum. Namun momentum itu hanya menghampiri mereka yang siap. Dan kesiapan hanya ada pada mereka yang kompeten.
Sebaliknya, kekalahan juga momentum. Sama dengan momentum kemenangan, momentum kekalahan hanya menghampiri mereka yang siap—bedanya, kemenangan menghampiri mereka yang lebih siap.
Sebagai Coach Olimpian Emas 2016, saya memahami betul hakikat kemenangan, kesiapan, dan kompetensi ini. Mendampingi pasangan ganda campuran Liliana Natsir dan Tontowi Ahmad di kejuaraan-kejuaraan dunia menjadikan saya paham betul batas tipis antara kemenangan dan kekalahan. Saking tipisnya, sejatinya kemenangan dan kekalahan nyaris tak berbatas. Orang awam bisa melihat bedanya: pemenang naik ke podium pertama, yang kalah berdiri di podium kedua yang jelas lebih rendah kedudukannya.
Sedangkan bagi yang paham betul pertandingan, terutama pelatih seperti saya, batas itu tak kentara. Yang kentara hanya di rasa: bahagia sekali ketika menang, dan sedih ketika kalah. Namun, itu tak lama. Kalah pun tak mengurangi rasa hormat pelatih pada pemainnya. Sebaliknya, menang pun tak melengahkan pelatih dalam menggembleng pemain untuk pertandingan berikutnya.
Bagi pelatih dan pemain, sekali lagi, kemenangan dan kekalahan itu momentum. Berlaku sesaat saja. Upacara penghargaan selesai, selesai pula momentum itu. Selebihnya harus terus kembali ke arena pelatihan. Ya, menang atau kalah harus berlatih lagi demi merebut momentum di kejuaraan berikutnya.
Saya menulis ini persis untuk menjawab beberapa pertanyaan berkaitan dengan pelatihan (training). Pertanyaan spesifiknya adalah, di kala perekonomian melambat, apakah pelatihan tetap diperlukan? Tidakkah sebaiknya ikut pelatihan ketika perekonomian membaik nanti?
Atas pertanyaan itu, saya ada dua jawaban.
Pertama, jawaban sinis, “Melambat atau cepat itu bukan urusan kita. Itu faktor di luar diri kita. Apa urusan kita pada hal-hal di luar diri kita?” Hehehe, sinis sekaligus hendak mengingatkan supaya fokus pada diri kita dan apa yang bisa kita lakukan.
Kedua, jawaban optimistis, “Justru ketika perekonomian melambat seperti sekarang, yang artinya pasar sedang merespons negatif penawaran kita, yang artinya membuang-membuang energi jika memaksakan diri menekan pasar... adalah lebih baik undur diri sejenak, mengevaliasi sikap dan cara bekerja, mengasah kecakapan, menaikkan keahlian, sehingga ketika tiba saatnya perekonomian membaik kita tinggal tancap gas.”
Logikanya sederhana. Dalam pertandingan, baik yang menang maupun yang kalah, adalah mereka yang lolos kualifikasi sehingga layak bertanding. Artinya, secara mental, mereka semua adalah pemenang.