Mohon tunggu...
Putri Haila
Putri Haila Mohon Tunggu... Lainnya - 12 MIPA 4

Cewe cantik punya sapall

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perandaian Untukmu

29 September 2022   09:26 Diperbarui: 29 September 2022   09:41 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah adalah tempat kita menuntut ilmu juga tempat kita mendapatkan kenangan semasa remaja. Untuk diriku sendiri 2019 adalah tahun yang melukis indah masa sekolahku. 2019 tahun sebelum kita semua menghadapi virus corona. Karena virus ini waktu terasa begitu cepat, tetapi aku merasa jiwaku masih tertinggal di tahun 2019.

Cimahi Juli 2019, tahun ajaran pertama seorang Elina sebagai kaka kelas dengan tingkat paling tinggi. Kalo kalian tanya "gimana rasanya jadi kaka kelas? " Maka aku dengan senang hati berbagi rasa dengan kalian. Elina itu aku jadi ini adalah kisahku. 

Rasanya bahagia ya karena naik kelas, juga ada rasa mendebarkan. Bukan karena jatuh cinta tetapi takut tidak lulus sekolah. Harus adaptasi di kelas baru dengan teman baru tentu susah susah gampang. Aku harus mengamati lagi beberapa karakter dengan mencoba memahami dan mengimbangi. Masuk ke metode belajar di jamin bikin kepala kalian pening deh. Banyak banget praktek lapangan, praktek berkelompok maupun persentasi. Bahkan ada beberapa yang kerjanya melibatkan kerja sama satu kelas. Bukan hal yang mudah menjalani itu semua. Banyak masalah pertemanan yang kita rasakan, banyak tangis yang kita keluarkan. Berjuang demi masa depan benar adanya, benar kami rasakan. Menekan ego demi keberhasilan untuk kata "lulus" Di kemudian hari. Namun dengan adanya itu semua pertemanan kami semakin erat, semakin memahami hati lawan. Yang tadinya membatin sendiri, lama lama memberi telinga untuk mendengar. Yang tadinya hanya menangis sendiri, lama lama memberi pelukan untuk menutupi. Tangan yang tadinya hanya sekedar bergandeng, kini mulai menggenggam dengan tulus. Kerja sama tim itu berhasil kami lakukan. Sampai dimana aku mulai menganggap mereka adalah rumah keduaku. 

    Rasanya suka duka aja itu kurang, layaknya kopi tanpa ada gula sebagai pemanis. Pemanis cerita ku itu Natawira, cowo pentakilan yang hobinya jail. Natawira itu layaknya pemekar bunga di taman dan musim semi di negeri ginseng. Sejuk namun menghangatkan. Kita dekat? Iya, tapi apa kami terikat hubungan? Maka dengan tegas ku jawab tidak. Dia itu  penyesalan yang hanya bisa ku perandaikan. People said "cinta pertama itu tidak pernah berhasil" dan aku setuju. Dia bilang paling suka melihat ku tersenyum tapi yang ku lakukan selalu tersenyum di belakangnya. Aku bilang hal yang paling ku suka darinya adalah di saat dia diam, tapi apa yang dia lakukan? Dia semakin bertingkah. Karena Nata tau aku berbohong, sejauh itu dia mengenal ku, sejauh itu dia berusaha mengerti sosok Elina.

    Aku dan dia terikat satu kata "ragu"  Terlalu banyak hal yang kami pikirkan. Sama sama menampik tapi menginginkan. Kompak berkata tidak tapi keinginan berteriak iya. Kenapa harus gengsi? Kenapa harus berbohong dengan diri sendiri? Kenapa kamu berusaha melihat pada sisi yang tertutup?. Tentang kesukaannya hanya satu yang aku tahu. Dia suka buku novel berjudul My Ice Girl karya Pit Sansi. 

    "Aku suka bukunya karena cewe itu mirip kamu, dingin kaya es nya Elsa" Kata Nata.        "Dan aku tidak suka bukunya, karena di akhir mereka bersama" Itu balasan ku sebelum aku meninggalkan Nata sendiri di gerbang sekolah. Bagaimana ekspresinya saat mendengar balasanku? Aku ingin berbalik dan melihat atau kalau bisa aku ingin mengganti jawabanku. Itu satu dari sekian banyak hal bodoh yang ku lakukan. Aku sadar, tapi aku tidak mau mengakui. Nata itu nakal, aku tidak suka saat dia merokok. Dia sampai di hukum dan di sanksi turun kelas selama seminggu. 

    Tapi kenapa hal yang tidak aku sukai darinya justru mendorong ku pada pengakuan. Kami yang biasa nya berseteru, selama seminggu malah tidak bertemu. Dia yang biasanya berisik kini seminggu ini terasa sepi. Aku mengalah, aku mengakui aku jatuh hati pada sosok Natawira. Nyatanya kehadiran dia sangat berpengaruh. Saat seminggu berlalu dan dia mulai kembali ke kelas kami, dia berubah. Dia ada tapi tidak seperti dulu. Apa yang salah? Apa yang dia lalui selama seminggu hingga membentuk sosok yang baru?. Tidak ada senyum jahil untuku, tidak ada perhatian yang tersemat lagi untuku. Sampai akhir tidak ada satu pun perasaan dari kami yang tersampaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun