Mohon tunggu...
Hana Rahmah Gunawan
Hana Rahmah Gunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi

Be better

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hikmah Covid-19: Maksimalnya Pembelajaran E-Learning Saat Pandemi Covid-19

4 Mei 2020   17:42 Diperbarui: 4 Mei 2020   17:46 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembelajaran e-learning

Oleh: Hana Rahmah Gunawan

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNJ)

Pada bulan Desember lalu, Cina melaporkan kepada World Health Organization (WHO) bahwa telah ditemukan coronavirus tipe baru yang gejalanya menyerupai pneumonia. Temuan ini berada di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Gejala utamanya sendiri meliputi demam tinggi, batuk, dan sesak nafas.Virus baru ini pun dikenal dengan nama Covid-19. Memasuki bulan Januari 2020, pergerakan virus ini sangatlah masif dan tak terkendali. Dilaporkan wabah virus ini menyebar di tiga benua sekaligus yaitu, Eropa, Asia, dan Asutralia. Karena penyebaran virus yang kian hari kian tak terkendali, maka pada 12 Maret 2020 WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global.

Di Indonesia sendiri, virus ini pertama kali muncul pada tanggal 2 Maret 2020 yang menginfeksi ibu dan anak asal Depok. Beberapa hari sebelumnya, ibu dan anak ini berinteraksi dengan warga negara asal Jepang yang ternyata terinfeksi virus Covid-19. Semenjak kasus pertama ini, kemudian muncul kasus-kasus lainnya. Data yang dilansir oleh Covid19.go.id pertanggal 4 Mei 2020 menujukkan bahwa di Indonesia terdapat 11.857 orang positif Covid-19 dengan 864 kasus kematian dan 1.954 sembuh dari virus ini. Untuk menekan penyebaran virus ke seluruh daerah, sejumlah daerah di Indonesia menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work From Home (WFH).

Merebaknya virus ini berdampak terhadap beberapa aspek. Perekonomian yang merupakan aspek penting pun turut terkena dampak dari Covid-19 ini. Menteri keuangan, Sri Mulyani tak menyangkal bahwa virus ini seakan membuat 'mati' kegiatan perekonomian Indonesia. Hal ini terjadi karena turunnya daya konsumsi dan investasi baik di lingkup rumah tangga maupun lingkup nasional.

Penerapan WFH dan PSBB membuat segala aktivitas dilakukan dari dalam rumah dan terintegrasi dengan adanya jaringan internet. Interaksi yang biasanya dilakukan dengan bertatap muka pun dikurangi intensitasnya guna memutus mata rantai virus ini. 

Dalam hal pendidikan di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberi kebijakan dengan meliburkan sekolah-sekolah dan mengganti Kegiatan Belajar Mengahar (KBM) yang semula bertatap muka menjadi secara daring (online). Pembelajaran online ini sering disebut juga dengan e-learning. E-Learning merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik berupa komputer dan jaringanya sebagai sarana untuk bertukar informasi dalam proses pembelajaran

Para tenaga pendidik pun mengembangkan beberapa media pembelajaran daring seperti Google Classroom, aplikasi video conference Zoom, bahkan aplikasi penyedia pesan singkat seperti Whatsapp yang dapat diakses oleh peserta didik. Mau tidak mau, suka tidak suka pendidik dan peserta didik harus mampu menguasai berbagai macam penggunaan media pembelajaran daring demi Kegiatan Belajar Mengajar yang maksimal.  

Tak dapat dipungkiri, Kegiatan Belajar Mengajar secara daring memberikan hikmah tersendiri bagi pendidikan di Indonesia. Saat ini kita tengah menghadapi era Revolusi Industri 4.0. Istilah Revolusi Industri 4.0 sendiri muncul pada saat acara Hannover Trade Fair tahun 2011 oleh sekelompok perwakilan ahli berbagai bidang asal Jerman. 

Revolusi ini merupakan lanjutan dari Revolusi 3.0 pada tahun 1970-an yang ditandai dengan perkembangan elektronik dan teknologi informasi. Revolusi 4.0 ditandai dengan adanya kecerdasan buatan teknologi nano, Internet of Things (IoT), dan kendaraan tanpa awak. Konsep Internet of Things adalah sebuah konsep bahwa segala kegiatan manusia terhubung dengan internet.  

Dapat disimpulkan bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan integrasi antara internet dan bidang industri yang  dimana kecerdasan buatan akan berperan lebih vital dalam hal industri menggantikan tenaga manusia. Hal ini menjadi gebrakan baru dalam bidang industri karena dengan adanya kemajuan di dalam teknologi dan informasi tifak hanya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi saja, namun dapat dimanfaatkan pula menjadi bisnis digital untuk hasil produk yang baik dan lebih efisien. 

Tuntutan inilah yang membuat SDM harus mampu menguasai berbagai macam teknologi serta memiliki daya kreatif dan inovatif agar mampu bersaing dengan lingkup global.  Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. 

Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 jumlah penduduk Indonesia pada 2019 sebanyak 267 juta jiwa dengan jumlah penduduk kelompok umur 15-64 tahun (usia produktif) adalah yang terbesar yakni sebanyak 183,36 juta jiwa atau sebesar 68,7%. Hal ini membuat Indonesia memiki bonus demografi dan SDM yang melimpah. Tentunya ini menjadi sebuah keuntungan bagi Indonesia apabila dapat memaksimalkan SDM nya dengan baik.

Pendidikan meruapakan aspek yang tepat untuk pengembangan SDM. Namun nyatanya pendidikan Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara lainnya. Pembelajaran di Indonesia sendiri meliputi tiga aspek yaitu, kognitif, psikomotorik, dan afeksi. Sebelum adanya pandemi Covid-19 ini, pembelajaran di Indonesia cenderung berupa teori dan hafalan materi dibandingkan dengan praktik langsung. Selain itu minimnya sarana teknologi daring dijadikan sebagai media pembelajaran. 

Pembelajaran pun sebatas hanya pendidik yang member materi kepada peserta didik. Kurikulum 2013 yang dianggap sesuai dengan tantangan yang akan dihadapi nyatanya tidak berjalan dengan optimal. Lain hal nya dengan negara Australia. Australia sendiri mengembangkan pembelajaran yang bersifat diskusi dan mengemukakan pendapat. Selain itu Australia mengembangkan aspek komunikasi, displin diri melalui riset dan proyek yang terintegrasi dengan teknomolgi dan jaringan internet. Hal ini membuat daya pikir kreatif peserta didik terasah dan pemikiran nya pun cenderung inovatif.

Pembelajaran e-learning pun dapat memaksimalkan materi yang diserap. Dengan e-learning pembelajaran bisa dibuat dengan interaktif dan menarik melalui simulasi-simulasi yang dimunculkan. Sumber-sumber belajar menjadi lebih mudah diakses oleh jaringan Internet dengan akses yang lebih luas daripada sumber belajar pada pembelajaran konvensional. Peserta didik pun lebih leluasa untuk mengakses kembali materi yang telah disampaikan tenaga pendidik sebelumnya. Penggunaan kertas secara berlebihan pun dapat dikurangi sehingga e-learning ini lebih ramah lingkungan.

E-learning di Indonesia sendiri masih menghadapi beberapa masalah dalam hal penerapannya. Bagi daerah yang jauh dari perkotaan, penunjang e-learning seperti komputer ataupun gadget meruapakan suatu barang yang mahal. Belum lagi ketersediaan sinyal di daerah-daerah terpencil yang jauh dari perkotaan sangatlah sulit. Seperti hal nya yang terjadi di Purbalingga. Seorang guru yang bernama Jumiati rela mendatangi satu-satu siswanya ke rumahnya masing-masing. 

Terkadang ia pun berjalan kaki melewati perkebunan nanas dikarenakan rumah siswa tersebut sulit diakses oleh kendaraan bermotor. Jumiati merupakan seorang guru di SDN 04 Siwarak, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga. Selama masa pandemic ini aktivitas belajar mengajar diubah menjadi sistem daring (online). Namun, sayangnya tidak semua siswa memiliki akses untuk pembelajaran online dengan maksimal. Ini yang membuatnya tergerak untuk mendatangi rumah siswa satu-persatu.

Selain akses yang sulit di berbagai daerah, persoalan lainnya ialah guru yang belum memahami e-learning dan teknologi sepenuhnya, terutama bagi guru yang berusia lanjut. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terkait Keterampilan Teknologi Informasi dan Komputer pada tahun 2019. Data tersebut  menjelaskan bahwa 83.58% penduduk berusia 15-24 lebih menguasai keterampilan di bidang teknologi dan komputer. Sedangkan guru kebanyakan di Indonesia sendiri memiliki rata-rata umur diatas 30 tahu. Ini menimbulkan kesenjangan generasi antara guru dan siswa terkait penggunaan teknologi dan komputer.

Pandemi Covid-19 memberikan hikmah tersendiri bagi pendidikan Indonesia. E-learning sendiri mampu membawa perubahan signifikan bagi kegiatan pembelajaran dan pelatihan. Dengan adanya pandemi ini kegiatan belajar mengajar melalui e-learning dapat dimaksimalkan dari sebelumnya. Ini akan mendorong masyarakat untuk dapat beradaptasi dan mampu menguasai teknologi yang sedang di hadapi. Pemerintah dapat berbenah ulang terkait perkembangan teknologi di Indonesia dengan memperluas sinyal internet agar lebih mudah diakses di daerah-daerah.

 Pemerintah pun dapat memberikan pelatihan di berbagai macam lapisan masyarakat mengenai teknologi informasi dan komputer untuk menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 yang sudah di depan mata. Namun tentunya hal ini harus diimbangi dengan pembekalan literasi digital agar masyarakat mampu memaksimalkan teknologi dengan baik dan dapat membedakan apa yang harus dilakukan saat menggunakan teknologi dan apa yang tidak dapat dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun