Folklore Atau Ceita Saur Sepuh
Acara selanjutnya adalah mendengarkan cerita saur sepuh yang disampaikan oleh tetua kampung atau sesepuh. Mang Pulung namanya. Ia adalah orang yang sederhana saja. Malah orang sekampung kami mengenalnya sebagai "Tukang Lauk". Pedagang ikan yang setiap hari mangkal di pasar ikan air tawar Rajagaluh. Ia memiliki gelar Abah Delar, sebuah parodi heureuy "mun diandel nya kelar". Artinya kalau dipercaya untuk berbicara hal itu ya jadilah. Tentu saja, pada saat Ngabungbang itu beliaulah yang menjadi semacam superstar. Cerita tentang kampung kami mengalir bersama munculnya cahaya bulan purnama dan wangi kopi yang tersaji.
Prabu Siliwangi yang agung, masa muda Pamanah Rasa yang perkasa, pun hingga Walangsungsang, ditambul dengan khidmat. Petualangan, cinta, kekuasaan dan pengkhianatan tersaji dalam bahasa tutur yang santun. Pengunjung yang umumnya adalah anak muda, kadang hadir dengan segudang pertanyaan yang diluar dugaan, namun sang tetua, menjawabnya dengan sareh dan sabar. Rehat kami adalah tawa yang panjang atau khusu yang mistis, maklumlah cerita soal Sunda itu adalah laksana dongengan leleuhur yang ikut hadir dalam ruang rindu yang syahdu.
Tapa Bisu
Acara selanjutnya adalah Tapa Bisu. Biasanya jam sudah menunjukan pukul 00. Tapa Bisu ini adalah berkeliling memutari bangunan Balai desa sebanyak 7 putaran. Tidak berbicara, tidak merokok, dan tidak menyalakan hp. Berdzikir atau berwiridan sangat dianjurkan di dalam hati saja. Lelaku ini melawan arah jarum jam dengan posisi jantung di kiri putaran dan tanpa alas kaki.Walaupunprosesi ini dilakukan bersama-sama namun praktiknya dilakukan sendiri-sendiri.
Didalam cerita saur sepuh, begitulah Raja kami melakukannya. Tentu tidak semata mengelilingi balaidesa. Ia mengunjungi seluruh tanah kami, saamparan jagad Sunda, mengunjungi rakyatnya sepenuh hati, sepenuh cinta. Balaidesa hanyalah sebagai lambang saja. Langkah-langkah putaran itu sungguh-sungguh khidmat. Ia menjadi lelaku para lelaki, yang mencoba sadar pada potensi kepemimpinannya. Dijurung teuneung, ludeung. Maju dan berani.
Banyak yang merasai perjalanan yang hampir-hampir mistis ini. Semacam perjalan batin. Ada yang bertemu lelaki berjanggut, berambut putih atau bertemu harimau. Itu biasanya disampaikan setelah Tapa Bisu selesai. Mungkin sulit untuk percaya, namun itu adalah pengalaman dari masing-masing peserta.
Kungkum di Janawi
Acara sebenarnya berakhir setelah Tapa Bisu itu. Namun biasanya dilanjutkan dengan acara Kungkum di telaga Janawi. Telaga Janawi ini kini masuk pada wilayah administrasi desa Payung, 9 Km jauhnya. Biasanya kemudian mesti ditempuh dengan berkendaraan hinga menuju telaga. Telaga Janawi adalah peninggalan Prabu Cakraningrat yang arinya tempat turunnya dewi Gangga dan Janmu. Dari sana terambil kata Jannah Vi, Janmu Wi.
PesertaNgabungbang kemudian mandi berendam di sumber mata air yang jernih itu, juga ditemani cahaya sinar bulan yang penuh sepenuh-penuhnya.
Jika anda berminat, hitunglah sendiri kapan purnam itu tiba. Datanglah ke kampung kami. Bulan di kampung kami selalu indah......