Mohon tunggu...
Saskia Ubaidi
Saskia Ubaidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pustaka Aristoteles

Saya menulis analisis pribadi mengenai situasional current affair, isu-isu politik, sosial, dan ekonomi di Indonesia dengan tujuan membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya partisipasi aktif , berfikir kritis dan mengambil peran dalam menciptakan masa depan yang lebih baik untuk Indonesia. Melalui tulisan saya, saya berharap dapat berkontribusi pada kebangkitan Indonesia, yang saya sebut sebagai "Indonesia Renaissance."

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Misteri di Balik Kedaulatan Sandang Indonesia, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

20 Juli 2024   09:15 Diperbarui: 20 Juli 2024   09:58 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi Pustaka Aristoteles 

Baru-baru ini, saya terlibat dalam percakapan menarik dengan seorang teman tentang dilema yang dihadapi banyak orang saat membeli pakaian.

 Kami membahas pilihan antara membeli pakaian baru yang murah dengan kualitas rendah atau pakaian bekas dari thrift store yang sering kali menawarkan harga lebih terjangkau. Ini menjadi topik yang sangat relevan di tengah masyarakat dengan daya beli terbatas, terutama karena harga merek global seringkali melonjak akibat pajak dan bea masuk barang mewah. Dengan dunia belanja online yang begitu cepat dan mudah untuk check out, pilihan ini semakin penting untuk dipertimbangkan.

Obrolan ini menginspirasi saya untuk merenungkan kembali kedaulatan sandang di Indonesia. 

Sandang, seperti pangan dan papan, adalah kebutuhan primer, namun sering dianggap kurang penting dan hanya sebagai pelengkap kebutuhan. Dalam konteks ekonomi, politik, dan pertahanan keamanan, kedaulatan sering dibahas, tetapi kedaulatan sandang jarang menjadi fokus. Padahal, kedaulatan sandang adalah bagian integral dari kemandirian bangsa dan seharusnya mendapat perhatian lebih.

Kedaulatan sandang bukan sekadar kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pakaian warganya secara mandiri, tetapi juga tentang memprioritaskan bahan lokal yang ramah lingkungan, nyaman, dan berkualitas. Ini berbicara akan industri tekstil dari hulu ke hilir, mulai dari produksi bahan baku seperti kapas hingga pengolahan dan distribusi. Untuk mencapai hal ini, diperlukan dukungan pemerintah melalui kebijakan dan insentif, serta investasi dalam teknologi canggih yang mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi. Dengan begitu, kita tidak hanya mendukung perekonomian lokal, tetapi juga menciptakan industri yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi semua pihak.


Selain itu, kedaulatan sandang menjamin akses yang mudah dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Ini juga berarti memberdayakan petani dan produsen lokal melalui pelatihan dan bantuan teknis. Petani kapas, misalnya, akan mendapatkan pengetahuan baru tentang teknik bercocok tanam yang lebih efisien dan ramah lingkungan, benih, pupuk  serta bantuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen mereka. 

Dengan demikian, kita tidak hanya menciptakan kemandirian ekonomi di sektor sandang, tetapi juga memperkuat ketahanan nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani kapas dan masyarakat secara keseluruhan. 

Bayangkan, dengan skema  kedaulatan sandang ini, setiap orang memiliki akses ke pakaian berkualitas tinggi sambil mendukung perekonomian lokal dan keberlanjutan lingkungan. 

Lanjut, mari kita tanyakan pada diri sendiri: apakah kita benar-benar berdaulat dalam hal sandang dengan membanjirnya baju bekas dan dumping pakaian dari China di pasaran? 

Di balik gemerlap toko-toko dan situs belanja online yang menawarkan harga miring, ada cerita pahit dari industri tekstil lokal yang makin lesu. Bagaimana nasib para petani kapas yang harus bersaing dengan produk impor murah? Bagaimana dengan pabrik-pabrik kecil yang harus tutup karena tidak mampu bersaing? Denyut nadi industri sandang lokal semakin lemah, seolah-olah kehabisan darah segar untuk terus bertahan. Saatnya kita bertanya: apakah pilihan kita sehari-hari turut membunuh atau menghidupkan kembali industri tekstil tanah air? Mari kita telusuri lebih lanjut dampak nyata dari fenomena ini dan mencari solusi untuk menghidupkan kembali kedaulatan sandang kita.

Kejadian di atas adalah skema kapitalisme yang menjebak kita dalam mentalitas miskin sandang secara makro, membuat kita tidak mampu secara mandiri memproduksi dan membeli pakaian berkualitas. Di balik ini semua, ada bayang-bayang kelam mafia perdagangan internasional. Pakaian-pakaian bekas impor yang membanjiri pasar kita sejatinya adalah produk yang awalnya dikumpulkan untuk kepentingan bantuan sosial, terutama dari negara-negara di Asia Timur. Ironisnya, pakaian yang seharusnya membantu mereka yang membutuhkan justru dijual kembali di pasar kita, menciptakan ilusi kemakmuran sementara dan menghancurkan industri lokal kita. Akankah kita terus terperangkap dalam siklus ini, atau kita akan bangkit dan merebut kembali kedaulatan sandang kita?

Sudah jelas bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri sedang mengalami masa suram, berada di ambang hidup atau mati. Berbagai pukulan menghantam industri ini, mulai dari lesunya daya beli masyarakat, serbuan pakaian jadi impor, hingga dikepung oleh pakaian bekas. 

Masalah utama yang memperparah kondisi ini adalah ketergantungan pada bahan baku impor seperti sutra, serat tekstil, serat stapel, benang filamen, benang tenunan, benang rajutan, sulaman atau bordir, kapas, dan berbagai jenis kain lainnya. Ketergantungan ini membuat industri tekstil Indonesia sulit untuk berkembang dan bersaing di pasar domestik maupun internasional. 

Kini saatnya kita menyadari bahwa jalan menuju pemulihan dan kemajuan terletak pada kemandirian. Dengan mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat produksi lokal, kita dapat membuka jalan bagi industri tekstil kita untuk bangkit kembali. Hanya dengan demikian, kita dapat membangun masa depan yang lebih mandiri dan berdaya saing bagi industri tekstil Indonesia.
Agak pesimis memang jika kedaulatan sandang Indonesia bisa terwujud jika masalah ketergantungan pada bahan baku impor tidak segera diatasi. Ketergantungan ini membuat industri tekstil rentan terhadap fluktuasi harga dan ketersediaan bahan baku di pasar global, sehingga menghambat stabilitas dan pertumbuhan industri dalam negeri.

Untuk mencapai kedaulatan sandang, Indonesia harus mengembangkan strategi untuk meningkatkan produksi bahan baku lokal, seperti kapas dan serat lainnya. Wilayah-wilayah seperti Sulawesi Selatan, Yogyakarta, NTB, NTT, dan Bali memiliki potensi besar untuk menjadi sentra produksi kapas. Diharapkan pemerintah melalui APBN dapat memfasilitasi petani kapas dengan menyediakan bantuan benih dan pupuk, serta program padat karya yang memberikan upah layak. Langkah ini akan menjaga dan meningkatkan minat petani kapas, memastikan pasokan bahan baku yang stabil, dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Bayangkan sebuah masa depan di mana industri tekstil kita berdiri kokoh dengan bahan baku lokal yang melimpah. Dengan mendukung produksi lokal, kita tidak hanya memperkuat ekonomi dalam negeri, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan bagi para petani dan pekerja tekstil. Ini adalah langkah nyata menuju kedaulatan sandang yang sesungguhnya. Dengan berpikir lebih jauh, kita bisa melihat bahwa kedaulatan sandang bukan sekadar mimpi, tetapi sebuah tujuan yang bisa kita capai bersama. Mari kita mulai mengubah cara pandang kita tentang sandang, dari sekadar kebutuhan sehari-hari menjadi simbol kemandirian dan kebanggaan bangsa.

Sharing  sedikit, saya menemukan bahwa pakaian berbahan poliester memiliki kelemahan signifikan dalam hal penyerapan keringat. Serat sintetis dalam poliester tidak memiliki daya serap seperti kapas, menyebabkan rasa tidak nyaman dan panas saat digunakan dalam aktivitas berat atau di iklim panas dan lembab. Ini menjadi masalah yang nyata bagi mereka yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia, di mana kelembaban dan suhu tinggi adalah keseharian.

Ironisnya, poliester seringkali menjadi pilihan utama karena harganya yang murah dan ketersediaannya yang melimpah. Namun, murahnya poliester sebanding dengan kualitasnya yang rendah. Pakaian dari bahan ini cenderung cepat rusak dan tidak nyaman dipakai dalam jangka panjang. Hal ini mengingatkan kita bahwa tidak semua pakaian diciptakan sama; ada kasta dalam kualitas sandang yang perlu kita perhatikan.


Memang, harga sering kali menjadi pertimbangan utama dalam memilih pakaian. Namun, penting untuk diingat bahwa investasi dalam bahan berkualitas seperti kapas, meskipun lebih mahal, akan memberikan kenyamanan dan daya tahan yang lebih baik. Dengan demikian, kita dapat mulai mengubah cara pandang kita terhadap pakaian, dari sekadar penutup tubuh menjadi sesuatu yang lebih bermakna dan bernilai tinggi. Mari kita hargai pakaian sebagai simbol kualitas dan kenyamanan, bukan sekadar murah dan mudah didapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun