Aaaahhh sungguh sial....Sepanjang jalan tadi aku terus menggerutui diriku sendiri.
Hampir saja aku terlambat, hampir saja aku kehilangan kesempatan bertemu denganmu seperti setiap pagi-pagi sebelumnya.
Hampir saja aku tak sempat menyapamu.
Bisa-bisanya aku bangun terlambat pagi ini.
Bagaimana mungkin aku bisa terlambat bangun?
Apakah karena aku terlalu lelah? Lelah memikirkan apa yang harus aku katakan bila bertemu denganmu.
Apa kau tau aku mulai merindukan senyuman hangatmu saat menyapaku.
Aku juga mulai merindukan lembut tanganmu saat bisa berjabat tangan dengan tanganku.
Tanganmu yang mungil dibanding ukuran tanganku.
Rasanya begitu pas untuk ku genggam.
Sungguh aku ingin menggengamnya erat ke dalam tanganku ini.
Melihat senyummu sekarang seperti candu untukku.
Rasanya menjalar begitu hangat kedalam sukmaku, begitu manis seperti coklat panas kesukaanku.
Bahkan tawamu dan raut wajahmu mulai merasuk ke dalam benakku dan terus berulang dikepalaku.
Tuhan.... Apa kau bisa bantu aku menjelaskan perasaan apa ini sebenarnya?
Mengapa aku mulai merasa nyaman dengan kehadirannya?
Aku mulai menikmati sapa hangat darinya setiap hari.
Tuhan.... Apa mungkin aku mulai menyukainya atau mungkin sebenarnya aku mulai jatuh cinta kepadanya?
Tuhan... kalau memang perasaan ini benar cinta aku berharap semua ini tidak akan berakhir.
Let me love her in the rest of my life... That's all my wish.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H