Mohon tunggu...
Puspo Lolailik Suprapto
Puspo Lolailik Suprapto Mohon Tunggu... Lainnya - Esais/Bookstagrammer

Nulis apa saja :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Clash of Champions Ruangguru, Orang Indonesia Benci Lihat Orang Cerdas

14 Juli 2024   16:00 Diperbarui: 14 Juli 2024   16:22 2611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Clash of Champions | Sumber: Hops.id

Dalam seminggu terakhir, dunia maya saya dipenuhi dengan konten kompetisi Clash of Champions Ruangguru. Acara ini diselenggarakan oleh Ruangguru dan konsepnya mirip dengan University War dari Korea Selatan.

Dalam acara ini, mahasiswa-mahasiswi berprestasi dari berbagai universitas ternama di Indonesia dan luar negeri bersaing dalam kemampuan logika, hafalan, dan hitungan. Bedanya, di University War peserta berkompetisi bersama teman satu kampus, sedangkan di Clash of Champions, kontestan bertanding secara individu.

Kampus-kampus Ternama dan Prestasi yang Gemilang

Pada episode perdana yang tayang Sabtu (30/6), ada 13 kampus dalam negeri yang ikut bertanding. Kampus-kampus tersebut adalah Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, IPB University, UIN Syarif Hidayatullah, BINUS University, Universitas Padjajaran, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Andalas, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Udayana.

Di episode kedua, peserta dari kampus-kampus elite luar negeri juga ikut bergabung. Beberapa di antaranya adalah National University of Singapore, Nanyang Technological University, Singapore University of Technology and Design, University of Oxford, University of California San Diego, Yale University, dan Korea Advanced Institute of Science and Technology.

Beberapa hari sebelum episode pertama, Ruangguru membagikan profil singkat para kontestan di media sosialnya. Profil ini menampilkan nama, foto, jurusan, kampus, IPK, dan prestasi akademik lainnya dari para peserta.

Semua peserta kompetisi ini memiliki prestasi luar biasa. Selain IPK yang sangat bagus, bahkan sempurna, mereka juga pernah menjuarai olimpiade dan kompetisi internasional, serta memiliki karya dan publikasi akademik. Saat bertanding, kecerdasan mereka semakin terlihat. Benar-benar inspiratif dan memotivasi!

Iri 

Namun, apakah semua orang Indonesia menyambut baik acara ini? Tentu tidak. Sebaik apa pun suatu hal, pasti ada saja orang Indonesia yang mencari-cari kesalahan untuk menjatuhkannya, termasuk para peserta Clash of Champions Ruangguru.

Di antara penonton yang terkesan dengan kecerdasan dan kemampuan para peserta, ada juga warganet yang marah, menghina, bahkan mencela. Pada postingan Ruangguru di Instagram yang menampilkan profil peserta, beberapa netizen menulis komentar sinis yang tampak penuh iri dan kekecewaan.

Gw ga mau punya anak tampilan kayak begini berdua. Apa kita lagi ngarahin generasi berikutnya jadi begini? Enjoy life brother. Ga semua tentang IPK. - @philanthropy62989

Apakah IPK menentukan nasib ke depan? - @chenoerhayati

Selain dari dua akun itu, pasti ada banyak warganet Indonesia lain yang mencoba mengurangi nilai prestasi para peserta kompetisi ini.

Saya heran dengan sikap beberapa warganet yang tidak menerima program pendidikan seperti Clash of Champions Ruangguru. Bagi saya, acara ini adalah bentuk apresiasi terhadap potensi anak-anak yang dapat membantu kemajuan negara (jika pemerintah peka terhadap mereka) dan menginspirasi anak-anak lain untuk berprestasi di bidang mereka masing-masing. Tetapi mengapa bagi beberapa warganet, kompetisi ini justru seperti gangguan yang mengganggu kenyamanan mereka?

Iri adalah Hal yang Biasa

Saya ingat ada trend di masa lalu yang mengolok-olok anak-anak yang pernah menjadi peringkat atas. Trend ini banyak diunggah dalam video TikTok dengan pertanyaan, 

Bagaimana kabar anak-anak yang dulu peringkat 1 sekarang?

Video-video ini menjadi populer karena dibuat oleh warganet yang merasa marah dan kecewa, karena teman-teman mereka yang dulu peringkat pertama tidak pernah mau memberikan PR atau contekan waktu ulangan. Yang anehnya, banyak orang yang justru mendukung sindiran ini, seolah-olah seluruh Indonesia membenci siapa pun yang pernah menjadi peringkat satu di kelas mereka.

Ada sesuatu yang tidak masuk akal. Seharusnya yang marah adalah anak-anak yang dulu dipaksa untuk memberikan PR atau contekan mereka saat ujian, bukan sebaliknya. Mengapa malah siswa yang berprestasi yang dianggap sebagai penjahat dalam situasi ini?

Crab Mentality 

Melihat reaksi orang yang iri dan kesal di acara ini membuat saya menyadari satu hal, yaitu bahwa Indonesia akan sulit untuk berkembang jika masyarakatnya memiliki sikap seperti ini. Jika berprestasi dianggap tidak bisa menikmati hidup dan orang pintar dianggap merusak tatanan kehidupan, bagaimana masa depan negara ini?

Masalah yang sering muncul di Indonesia adalah Crab Mentality atau Mental Kepiting. Menurut The Free Dictionary, Crab Mentality adalah sikap di mana seseorang tidak ingin melihat orang lain menjadi lebih baik atau lebih maju daripada mereka. Atau dengan kata lain, "Jika saya tidak bisa, maka kamu juga tidak boleh bisa."

Sikap negatif dan egois ini terinspirasi dari cerita tentang kepiting yang ditaruh di dalam ember. Ketika salah satu mencoba untuk keluar, yang lain menariknya kembali sehingga tidak ada yang bisa melarikan diri.

Banyak orang Indonesia yang memiliki sikap seperti ini. Mereka mengekspresikan rasa iri dan dengki mereka dengan cara mengolok-olok dan mencemooh orang lain, yang bisa meredam semangat mereka. Banyak yang lebih memilih untuk gagal bersama daripada membiarkan seseorang sukses sendirian. Sukses sendiri dianggap sebagai pengkhianatan terhadap persahabatan dan membuat seseorang layak dijauhi.

Sikap mental kepiting ini sangatlah merusak. Selain membuat orang yang terkena dampaknya terjebak dalam kemalasan, orang lain yang semangatnya dirampas juga bisa ikut terpengaruh jika niat dan kemauannya tidak cukup kuat. Bayangkan jika setiap lingkaran sosial memiliki orang dengan sikap seperti ini, dan semua orang di sekitarnya terjerat. Apakah kita bisa mencapai visi Indonesia Emas 2045 dengan kondisi seperti ini?

Boleh Menikmati Hidup Sendiri, tetapi Tidak Perlu Mencampuri Urusan Orang Lain

Menurut saya, bagi mereka yang tidak suka melihat orang lain berprestasi, jika kamu memilih untuk tidak berkompetisi dan lebih memilih hidup dengan sederhana, itu adalah hakmu. Tetapi, tolong, jangan tersinggung jika orang lain menikmati hidup mereka dengan cara dan pilihan mereka sendiri.

Para peserta kompetisi ini memilih untuk fokus pada pencapaian dan prestasi mereka. Jadi, jika kamu masih merasa iri atau kesal terhadap mereka yang memilih jalur yang berbeda, mungkin kamu yang sebenarnya tidak bisa menikmati hidup dengan baik?

Clash of Champions Ruangguru bisa menjadi jawaban atas kurangnya konten yang mendidik di media sosial. Kita seharusnya mengangkat orang-orang berbakat menjadi terkenal, menempatkan mereka di posisi penting di pemerintahan dan lembaga pendidikan, daripada mempromosikan hal-hal yang tidak mendidik. Terpenting, bagi mereka yang kesal melihat orang dengan IPK tinggi, IPK memang penting, terutama jika kamu bukan anak presiden.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun