Ucil, nama panggilan khas yang diberikan oleh orang sekitarnya. Tubuhnya terbilang ideal seperti laki-laki dewasa berusia 22 tahun, tidak kurus apa lagi gemuk. Sebutan ucil ini bukan tanpa musabab tak jelas, kelincahannya berfikir dan bertindak layaknya tokoh kancil dalam dongeng masa kecil yang sering kita dengar, hingga orang sekitarnya, mengultuskan ia dengan pelesetan nama ucil.
Kelincahan bertindak dan berfikir ucil, yang tidak awam bagi pemuda 22 tahun, tidak lepas dari kondisi hidup dan fasilitas yang serba terbatas, ia tertutup jika membicarakan soal keluarga. Sederhana sekali saat berpakaian, bahkan sangking sederhananya, teman satu kos selalu ingat hari ini, besok dan lusa kemungkinan ucil akan menggunanakan pakian apa, selalu tepat ditebak mereka. Candaan yang bermakna satire, tak banyak ia pusingkan. Tertawa lepas, respon pertama yang sering ia berikan. "hidup emang keras, jangan lupa tertawa" celetukan yang sering ia katakan. Kebiasaan, sikap hingga ucapannya, membekas hingga tertanam dalam memori orang yang mengenalnya, "unik", kami sering menggambarkan kepribadian si ucil.
Keunikan karakter, Â memberikan kesan hingga ke tetangga kos. Seringkali sanak saudara penghuni kos, yang ingin berkunjung untuk melepas rindu, kami beri alamat nama tujuan 'Kos ucil', untuk menjamin mereka yang ingin berkunjung tidak tersesat masuk gang-gang yang cukup rumit, walaupun menggunakan google maps sekalipun, sangking rumitnya bahkan penghuni kos baru, seringkali tersesat, untuk mengatasinya cukup mudah, kami menggunakan nama kos ucil sebagai tujuan alamat. Â Â Â Â Â Â Â Â
Sangking terkenalnya nama ucil, ya walaupun, masih banyak warga yang mengenal nama kos ucil, tapi tidak tahu yang mana orangnya. Pandangan ini banyak berubah, setelah saya mengenal ucil lewat kesehariannya. Saban hari senin, rabu dan jumat, ucil sering berkeliling di rumah-rumah warga kampung. Layaknya tim sensus, ucil lebih dekat dan dikenal dikalangan warga prasejahtera (baca. miskin). Entah apa tujuannya, mungkin ini yang dia maksudkan untuk berkunjung "menafkahi tidak untuk menikahi, kalau tidak bisa menolong setidaknya meringankan"
Kos kami terbilang cukup murah. Jika dibandingkan dengan kosan yang ada di sekitar daerah kampus. Mungkin letak rumahnya yang melewati kerumitan gang, akibatnya harganya miring. Untuk sampai ke kos, perlu melewati 4 simpang gang, jika salah memutuskan bakal ketemu di gang buntu.
Pertemuan kami tanpa disengaja, kampus kami berbeda begitu juga dengan jurusan yang kami tekuni. Berawal di akhir tahun 2019, masih ingat betul, awal kami kenal saat pergi ke masjid menjelang sholat maghrib. Layaknya percakapan orang pertama kali kenal, kami saling bertanya asal tempat tinggal, kampus hingga apapun yang dapat kami bahas.
Kekompakan kami untuk saling mengenal satu sama lain dari penghuni kos terjaga dengan baik, tidak hanya dengan ucil saja, hingga kami mulai membiasakan diri saat bulan ramadan 2020. Waktu menjelang buka puasa, bergegaslah, pergi ke masjid untuk mencari takjil gratisan yang diberikan, dari es buah, nasi hingga jajanan pasar hampir setiap hari disediakan gratis saat berbuka saja, harapan kami jika memungkin saat sahur juga akan lebih baik. Hehe memang indah, masa sebelum wabah pandemi covid-19, separah saat ini.
Ramadan tahun ini, 2021, sangat berbeda dari tahun sebelumnya, selain pembatasan yang diberlakukan dengan hanya menyediakan ruang untuk jamaah 50% dari kuota ruangan, memakai masker dan mencuci tangan yang sudah menjadi kewajiban. Ada penghentian kegiatan yang lebih memilukan, Buka puasa bersama di masjid, sekarang di tiadakan.
Harapan bisa buka bersama secara gratis, kini sudah dihentikan, akibat dari pandemi yang masih mewabah. Tentunya bagi kalangan fakir miskin, berkah ramadan dengan buka bersama, yang di rasakan tiap tahunnya, tidak bisa di harapkan kembali. Entah berharap atau cemas, semua berampur aduk, harus terus dilalui setiap harinya. Begitu rasa yang menghampiri mereka setiap harinya.
Pentingnya sikap adaptasi dalam segala kondisi, wajib di lakukan, entah dari kalangan kaya, terpelajar, pengusaha, fakir miskin sekalipun. Keterampilan beradaptasi, wajib di terapkan di masa pandemi yang masih mewabah ini.Â
Tahun 2020 kemarin, saat kami penghuni kos, makin sering beraktivitas bersama karena kegiatan tatap muka, beralih online hingga banyak kegiatan di kos. Dulu tanpa disadari kami sering berdiskusi, setidaknya hampir 3 kali dalam seminggu, untuk menyoalkan penghematan. Buah dari diskusi, kami lalui tanpa kita sadari ialah skill untuk beradaptasi di masa pandemi saat ini.
Skill Manajemen waktu, manajemen waktu kami atur, Sebab menjaga kebersihan kamar mandi yang semula jadwal piket sudah sesuai kami ubah kembali. Saat berpuasa sekalipun, kami sering melakukan jadwal untuk membangunkan saat sahur. Dulu, memang kami sering menggunakan fungsi alarm dan label di telepon genggam.