Mohon tunggu...
Puspita Yulianto
Puspita Yulianto Mohon Tunggu... -

saya adalah mahasiswa PLANOLOGI ITS, dan saya BANGGA :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendekatkan Media Massa (Salah Satu Langkah Cerdas dalam Perencanaan Pesisir) Studi Kasus : Pesisir Selatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

31 Oktober 2011   16:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:14 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, kita sering mengkritisi pemerintah yang semakin apatis terhadap masyarakatnya. Padahal kita tahu stakeholder dalam pembangunan nasional adalah pemerintah, swasta dan masyarakatnya. Hal itu terlihat dari pembangunan wilayah yang tidak merata di Indonesia. Hal itu semakin nampak setelah muncul otonomi daerah. Bahkan aspek potensi SDA juga dilupakan. Pembangunan sekarang lebih mementingkan kebutuhan lahan daripada aspek ekologi. Salah satu daerah yang semakin dilupakan adalah pesisir.

Mungkin ketika kita mendengar kata-kata pesisir, kita kembali mengingat potensi negeri kita yang berupa negara kepulauan dengan hasil melimpah. Akan tetapi dewasa ini, pemanfaatan potensi inilah yang terus mengikis ekologi pesisir. Potensi tersebut mulai dari perikanan, reklamasi lahan, sampai dengan pertambangan. Tanpa kita sadari, aktivitas tersebut semakin menyudutkan masyarakat yang ternyata masih menggantungkan SDA lokalnya untuk bertahan hidup. Dalam fenomena tersebut, diambilah studi kasus Kabupaten Tulungagung. Mengapa Tulungagung?

Faktanya, Tulungagung adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki potensi alam yang besar terutama dalam hal mineral tambangnya. Salah satu hasil tambang yang terkenal dan menjadi ciri khas kabupaten ini adalah marmernya. Selain itu terdapat pula mangaan, kaolin, dan pasir besi. Dari Tulungagung Dalam Angka 2011 dapat diketahui bahwa industri barang galian bukan logam yang terdapat di Kabupaten Tulungagung adalah 25 unit. Besar distribusi rata-rata PDRB dari penambangan dan galian mencapai 4,6; sedangkan kontribusi pada PDRB kabupaten mencapai rata-rata 2,6 persen. Kegiatan penambangan tersebut terutama dilakukan di kawasan pesisir selatan Tulungagung.

Aktivitas penambangan tentu akan berdampak pada ekosistem kawasan dan masyarakat sekitar, terlebih lagi jika penambangan dilakukan secara ilegal oleh perusahaan-perusahaan besar. Dinas ESDM Kabupaten Tulungagung menyebutkan dari 40 hanya 8 perusahaan tambang yang memiliki izin (www.ciptamedia.org). Saat ini pesisir selatan Tulungagung yang meliputi lima kecamatan, yaitu Besuki, Tanggunggunung, Kalidawir, Pucanglaban, dan Rejotangan terancam akibat eksploitasi penambangan mangaan, marmer, kaolin dan pasir besi. Pemerintah daerah Kabupaten Tulungagung telah mengetahui hal tersebut, bahkan beberapa berita di media massa telah memuat tentang keberatan atau penolakan masyarakat setempat terhadap aktivitas penambangan ilegal tersebut, namun hingga sekarang tidak ada tindakan tegas untuk menghentikan dan menutup penambangan ilegal tersebut.

Eksploitasi serupa juga dialami Sulawesi Utara dengan industri pertambangan emasnya. Menurut sebuah artikel dengan judul Dampak Pertambangan Terhadap Pesisir dan Laut, oleh: Ir. Markus T Lasut, M.Sc, D Tech Sc, industri pertambangan emas, apalagi yang berskala besar, menggali dan mengolah batuan biji emas dan mineral ikutannya (misalnya: merkuri, arsen, mangan, dsb.) dari perut bumi untuk memperoleh emas. Baik pada tahap persiapan instalasi pabrik maupun tahap operasi pengolahan emas, kegiatan ini menghasilkan substansi yang dapat memberikan dampak negatif yang terdapat dalam berbagai media.

Untuk media air, misalnya, dapat menimbulkan berbagai substansi, seperti sedimentasi dan pengaliran air asam tambang yang beracun pada kadar tertentu. Semua substansi tersebut akan keluar/dibuang melalui suatu daerah aliran sungai (DAS) menuju pesisir dan laut di mana sungai tersebut bermuara. Di samping terjadi sepanjang DAS, akumulasi akan substansi tersebut dapat terjadi dalam komponen ekosistem di daerah pesisir dan laut, dan pada kadar tertentu akan merusak ekosistem tersebut. [caption id="attachment_140722" align="aligncenter" width="595" caption="sumber : http://www.anneahira.com dan http://ziezarian.blogspot.com"][/caption]

Masyarakat seringkali berharap pada pemerintah. Bukan perlindungan yang didapatkan, tetapi justru mereka merasa tidak dapat melakukan apapun. Dari keadaan inilah perlu muncul central for environment activist, yaitusekumpulan orang dari masyarakat sendiri yang mampu dan berjiwa besar untuk melindungi tempat hidupnya secara mandiri tanpa menunggu ketidakjelasan pemerintah.

Salah satu central for environment activist yang telah berdiri di Kabupaten Tulungagung adalah Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi pada tanggal 8 Agustus 2005 PPLH Mangkubumi.  PPLH Mangkubumi adalah organisasi nonpemerintah, yang indipenden dan nonprofit, dan beranggotakan kelompok masyarakat sipil, Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta Kelompok Pecinta Alam. PPLH Mangkubumi diharapkan berfungsi sebagai wadah bersama untuk melakukan perencanaan kegiatan dan evaluasi terhadap persoalan lingkungan hidup di Tulungagung dengan fokus pada upaya perbaikan lingkungan hidup khususnya di wilayah Tulungagung selatan.

Hasil monitoring PPLH Mangkubumi di lapangan akibat aktivitas penambangan ilegal telah menyebabkan kerusakan ekosistem kawasan pesisir seperti rusaknya hutan mangrove, hutan lindung dataran rendah, dan tercemarnya sumber mata air sumber penghidupan masyarakat. Sejak tahun 2008 PPLH telah melakukan upaya penutupan perusahaan tambang yang merusak lingkungan melalui kegiatan advokasi di tingkat pemerintah.

Sedikit analisa untuk contoh kasus di Tulungagung dan juga Sulawesi Utara, hal-hal penting yang sebenarnya dapat diambil dalam konsentrasi pembangunan kawasan pesisir di Indonesia sebenarnya berpedoman pada hal-hal berikut : [caption id="attachment_140723" align="aligncenter" width="683" caption="sumber : Aspek Ekonomi dalam Perencanaan Wilayah Pesisir (presentasi Ketut Dewi Martha Erli, Surabaya, 2011) "][/caption] Jadi, poin utamanya terdapat pada kelestarian ekosistem pesisir karena alam itulah yang memberikan penghasilan terhadap masyarakatnya. Kerusakan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut tentu saja akan berdampak luas pada berbagai aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia, karena manusia sangat tergantung pada eksositem dan sumberdaya tersebut. Misalnya, degradasi kualitas lingkungan sebagai tempat hidup yang sehat bagi masyarakat yang bermukim di daerah pesisir. Selain itu degradasi sumberdaya perikanan dan aspek pariwisata. Semuanya itu akan berdampak pada penurunan dan kerugian pada aspek ekonomi, baik untuk masa saat ini maupun di masa yang akan datang.

Dari daerah yang telah tereksploitasi, diperlukan usaha reklamasi dan rehabilitasi. Reklamasi ialah usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya sedangkan Rahabilitasi lahan ialah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak (krisis), agar dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur  perlindungan alam lingkungan.

Sekedar pencerdasan, sebenarnya perlindungan kawasan pesisir selatan Tulungagung telah diatur dalam PERDA KABUPATEN TULUNGAGUNG NO. 27 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS MASYARAKAT. Maksud peran serta masyarakat adalah sebagai berikut :

1.       menjamin agar masyarakat pesisir mempunyai peran sejak perencanaan, pelaksanaan sampai tahap pengawasan dan pengendalian;

2.       memiliki informasi yang terbuka untuk mengetahui apa dan bagaimana kebijaksanaan pemerintah, mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir;

3.      menjamin adanya representasi suara masyarakat dalam keputusan tersebut;

4.      dalam pemanfaatan sumber daya tersebut harus dilakukan secara adil.

Dalam Perda tersebut juga terdapat larangan pemanfaatan kawasan pesisir yang berkaitan dengan kegiatan penambangan minyak dan gas, serta mineral pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Selain larangan, terdapat pula kewajiban masyarakat lokal dalam mengelola kawasan pesisir Selain itu masyarakat lokal berkewajiban untuk :

1.      memelihara dan melestarikan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;

2.      menerapkan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan

3.     membantu Pemerintah Daerah dalam kegiatan pembinaan, pengawasan dan penegakan hukum di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Jadi, unsur media massa dalam perencanaan kawasan pesisir sangatlah penting. Dengan bantuan aktivis dan dukungan dari media massa, pencerdasan dapat dilakukan kepada masyarakat. Pencerdasan ini bermaksud memberi kemampuan kepada masyarakat di daerah pesisir  untuk menanggulangi kegiatan pertambangan ilegal dan juga melatih kemandirian masyarakat untuk tidak terlalu berharap pada pemerintah tanpa bisa berbuat apa-apa. Pencerdasan melalui media massa ini juga dapat berguna untuk kawasan pesisir lain yang menemui kondisi sama. Adapun program-program yang dapat dilakukan adalah :

·         Pelatihan dan pembuatan media kampanye di kelompok-kelompok masyarakat, yang berupa :

o   Pelatihan jurnalistik

o   Pelatihan pembuatan film dokumenter dan kampanye

o   Pembuatan radio komunitas

o   Pembuatan website kampanye dan bulletin

·         Pelatihan Investigasi dan aplikasinya

·         Perss conferences dan report investigasi

·         Talk show radio dan televisi.

Media massa hanyalah penghubung antarstakeholder.  pemerintah perlu membuat peta kawasan yang jelas yang memisahkan wilayah-wilayah sesuai peruntukkan sektoralnya. Para pengusaha pertambangan wajib memiliki CSR untuk lingkungan dan warga di sekitar wilayah pertambangan mereka. Diandaikan saja pesisir selatan Kabupaten Tulungagung tetap seperti ini sampai 100 tahun mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun