Mohon tunggu...
Puspita Setyaningrum
Puspita Setyaningrum Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru. Bagi saya mengajar itu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik Model Driscoll

19 Desember 2022   09:53 Diperbarui: 19 Desember 2022   10:01 8932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Coaching untuk Supervisi Akademik

Oleh Puspita Setyaningrum

CGP Angkatan 6 Kota Tegal

SMA Negeri 2 Tegal

Assalamualaykum wr wb.

Salam Guru Penggerak.

Refleksi dwi mingguan kali ini saya akan menuliskan jurnal dengan model Driscoll. Model ini diadaptasi dari refleksi yang digunakan pada praktik klinis (Driscoll & Teh, 2001). Ada tiga bagian yang akan saya tuliskan dalam refleksi ini.

1. WHAT

Modul 2.3 ini merupakan modul terakhir di paket modul 2. Dalam modul ini saya mempelajari tentang coaching untuk supervisi akademik. Awalnya saya berpikir bahwa coaching itu sama dengan mentoring, namun ternyata dua hal itu berbeda. Pemahaman ini saya peroleh setelah saya membaca secara mandiri di alur eksplorasi konsep. Saat ruang kolaborasi, saya juga mendapat penguatan dari fasilitator tentang praktik coaching. Selanjutnya saya dan rekan CGP lainnya berlatih untuk mempraktikkan coaching lewat meet. Pada sesi ini kami dikelompokkan berpasangan untuk bermain peran sebagai coach dan coachee. Setelah fasilitator memberikan penguatan, kami langsung disuruh masuk ke BOR untuk berlatih coaching. Reaksi saya saat itu langsung kaget karena hal ini tidak saya duga sebelumnya. Awalnya, saya berpikir bahwa saat ruang kolaborasi ini kami hanya diminta untuk menganalisis kasus seperti pada modul-modul sebelumnya, ternyata dugaan saya itu salah.

Sesi kedua ruang kolaborasi, kami diminta untuk praktik coaching kembali dengan durasi 15 menit setiap CGP. Pada sesi ini, tema coaching yang saya pilih berbeda dengan latihan coaching sebelumnya. Hal ini sengaja saya lakukan agar pengetahuan dan pemahaman saya bertambah. Alhamdulillah, rekan dalam kelompok saya dapat menyesuaikan diri dengan tema yang saya pilih. Hasil video dari praktik ini kemudian diunggah ke LMS sebagai tugas ruang kolaborasi.

Saat sesi demonstrasi kontekstual, saya dengan rekan CGP lainnya juga mendapat tugas untuk membuat video praktik coaching. Kami kembali dibagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok saya terdiri tiga orang yaitu saya, Pak Cokro dan Bu Reni. Dalam praktik coaching kali ini, kami harus mempraktikkan tiga peran, yaitu sebagai pengamat, coach dan coachee. Video pertama saya berperan sebagai pengamat, video kedua sebagai coach dan video ketiga sebagai coachee.

Ada hal menarik saat saya melakukan praktik coaching pada sesi demonstrasi kontekstual ini, saya harus berperan menjadi pengamat. Reaksi saya saat itu langsung senang. Saya merasa ada ilmu baru lagi yang harus saya pelajari.

2. SO WHAT

Perasaaan saya saat awal melakukan praktik coaching, saya merasa bingung dan ragu. Namun itu menjadi tantangan tersendiri bagi saya untuk dapat menaklukkan keraguan tersebut. Beruntung dalam ruang kolaborasi, kami diberi kesempatan untuk mempraktikkan coaching dengan rekan CGP. Dengan berpedoman alur TIRTA membuat saya lebih terarah dalam melakukan praktik coaching. Meskipun belum maksimal, tapi saya merasa senang dapat mempraktikkan coaching ini dengan baik. Memang perlu latihan yang kontinyu agar coaching dapat berjalan lancar dan tujuan yang diharapkan coachee dapat tercapai. Praktik coaching ini juga mengajarkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan matang sosial emosionalnya. Di sini lah keterampilan sosial emosional serta mindfulness saya praktikkan. Meskipun belum sempurna, namun tidak ada salahnya untuk terus berlatih dan berusaha.

Selain itu, saya juga merasa bahagia saat coachee mampu menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi sesuai tujuan yang diinginkan. Saya juga senang karena dapat membantu rekan untuk memaksimalkan potensi dirinya melalui pertanyaaan-pertanyaan berbobot yang saya berikan. Saya melihat rekan saya (coachee) yang melakukan praktik coaching merasakan hal yang sama. Mereka terlihat senang ketika mampu menemukan solusinya sendiri sesuai dengan keinginan dan harapannya. Hal yang sama juga saya rasakan, dengan melakukan coaching saya berusaha untuk memberikan pembelajaran diri serta pengalaman hidup coachee sehingga harapannya mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang mampu memaksimalkan potensi dan profesionalnya. Bahkan setelah melakukan praktik coaching pun, saya masih merasakan hal yang sama. Saya merasa senang dan yakin bahwa rekan saya akan menjadi seseorang yang berdaya dengan dirinya, semakin maksimal potensinya.

Tentunya praktik coaching ini akan semakin maksimal jika kita sering mempraktikkannya. Usaha itu yang sedang saya lakukan saat ini. Jika ada rekan saya yang mendatangi saya untuk meminta solusi, saya mencoba untuk mengajak berdialog dengan teknik coaching. Harapannya, saya bisa menstimulasi dan mengeksplorasi ide-ide kreatifnya agar mereka bisa memaksimalkan kinerjanya. Karena saya meyakini, dengan proses coaching, potensi coachee akan maksimal. Mereka akan lebih bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya sendiri.

3. NOW WHAT

Coaching bertujuan untuk menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau solusi untuk mengatasi tantangan yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang diinginkannya. Dalam hal ini, maka tugas coach hanya mengantarkan melalui mendengarkan aktif dan memberikan pertanyaan pertanyaan berbobot agar coachee merefleksikan sendiri tujuan yang ingin dicapai. Tentunya, hal ini akan berbeda cerita jika saya mengambil langkah yang tidak sesuai dengan tujuan coaching. Pengalaman hidup dan pengembangan diri yang akan dialami coachee tentu akan berbeda. Mereka hanya dapat mengikuti saran atau masukan yang diberikan coach tanpa menemukan  sendiri solusi-solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Hal ini juga membuat potensi diri yang dimiliki coachee tidak akan tumbuh  dan berkembang.

Lantas bagaimana saya mendapatkan informasi tambahan tentang praktik coaching ini? Selain dari modul 2.3 ini, informasi dan pengetahuan tentang coaching ini juga akan saya dapatkan dari berbagai sumber referensi misalnya artikel ilmiah, buku, video contoh praktik coaching, narasumber, dan lain-lain. Tentunya ini juga membutuhkan dukungan-dukungan dari berbagai pihak, di antaranya pimpinan sekolah, rekan sejawat, keluarga, dan masyarakat sekitar.

Harapannya, apa yang sudah saya pelajari ini tentang coaching ini dapat saya diseminasikan dengan rekan sejawat agar mereka juga dapat "menuntun" dan memberdayakan potensi murid dan rekan sejawat supaya tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Semoga.

Demikian refleksi saya setelah mempelajari modul 2.3 ini. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu'alaykum wr wb.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun