Mohon tunggu...
Puspita Setyaningrum
Puspita Setyaningrum Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru. Bagi saya mengajar itu belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.2

18 Desember 2022   20:40 Diperbarui: 18 Desember 2022   20:42 2179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pembelajaran Sosial dan Emosional

Oleh Puspita Setyaningrum

CGP Angkatan 6 Kota Tegal

SMA Negeri 2 Tegal

Assalamualaykum wr wb.

Salam Guru Penggerak.

Refleksi merupakan bentuk evaluasi terhadap diri sendiri dalam memaknai sebuah kejadian. Pada kegiatan refleksi kali ini saya akan menggunakan model 4C (Connection, Challenge, Concept, Change). Ada hal menarik saat saya menuliskan refleksi ini. Refleksi ini saya tuliskan setelah saya mengikuti lokakarya 3. Yah, saya membutuhkan waktu agak lama untuk menyusunnya. Berikut refleksi saya terhadap pembelajaran modul 2.2.

1. Connection

Materi pembelajaran sosial emosional dalam modul 2.2 ini sangat menarik untuk dipahami dan diterapkan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 pasal 8, dijelaskan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang yang dewasa, arif dan berwibawa, mantap, stabil, berakhlak mulia, serta dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didik. Adapun kompetensi sosial merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru untuk berkomunikasi dan bergaul dengan tenaga kependidikan, peserta didik, orang tua peserta didik, dan masyarakat di sekitar sekolah.

Pertanyaannya, apakah ada keterkaitan materi PSE dengan peran saya sebagai calon guru penggerak? Jawabnya tentu ada kaitannya. Seperti yang kita ketahui bahwa peran guru penggerak yaitu menjadi pemimpin pembelajaran, mengerakkan komunitas praktisi, menjadi coach guru lain, mendorong kolaborasi antar guru, dan mewujudkan kepemimpinan murid. Tentunya untuk menjalankan peran kita tersebut diperlukan kompetensi kepribadian dan sosial seorang guru. Kedua kompetensi ini dapat dikembangkan dengan pembelajaran sosial emosional.

Pembelajaran sosial emosional menyadarkan saya bahwa menjadi seorang guru itu bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan saja pada murid. Sebagai guru kita harus mampu mengenali diri, memanajemen emosi serta perilaku, berempati pada orang lain, menjalin hubungan yang sehat, dan mampu untuk menentukan pilihan secara bertanggung jawab. Hal ini juga dapat kita terapkan pada murid dalam pembelajaran di kelas atau dengan rekan sejawat kita. Penerapan PSE baik di kelas atau di sekolah dapat    menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman baik di kelas maupun di sekolah. Hal ini tentunya dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) murid secara optimal.

2. Challenge

Saat sesi elaborasi pemahaman yang dipandu oleh narasumber Ibu Lestia Primayanti, saya mendapatkan banyak pencerahan terkait materi pembelajaran sosial emosional. Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh beliau bahwa sebagai seorang guru kita harus dapat menyadari emosi yang ada dalam diri kita serta mampu menempatkannya dengan baik. Jujur, materi modul ini sangat menantang untuk saya praktikkan. Saya masih kesulitan untuk bisa mindfulness. Kadang, saya tidak bisa fokus dan hadir secara utuh dalam satu kegiatan. Namun, setelah sesi elaborasi dan kita diajak untuk berlatih midfulness, sedikit demi sedikit saya sudah mulai bisa berdamai dengan hati dan pikiran untuk fokus pada apa yang dihadapi saat itu. Salah satu teknik yang saya gunakan untuk melatih mindfulness yaitu dengan teknik STOP.

3. Concept

Konsep-konsep utama yang saya pelajari dalam modul ini yaitu tentang kompetensi sosial emosional (KSE) dan kesadaran penuh (mindfulness). KSE meliputi; (1) kesadaran diri yaitu kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan, (2) manajemen diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi, (3) kesadaran sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda. (4) keterampilan berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif, (5) pengambilan keputusan yang bertanggung jawab: kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.

Untuk menguatkan kompetensi sosial emosional tersebut, salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan praktik kesadaran penuh (mindfulness). Hawkins (2017:15) menjelaskan bahwa kesadaran penuh itu sendiri dapat diartikan sebagai kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar pada kondisi saat sekarang. Dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan (dalam) yang sebenarnya telah ada dalam diri manusia secara alami tanpa perlu diajarkan ataupun ditumbuhkan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa praktik kesadaran penuh (mindfulness) bukan sebagai solusi pemecahan masalah, melainkan praktik yang dpat membantu kita dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan akan masa yang telah berlalu. Cara yang efektif agar kita memiliki kesadaran penuh adalah dengan 'mengalaminya' sendiri dan berlatih.

Menurut saya, konsep-konsep ini penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi Guru Penggerak. Guru yang memiliki KSE yang baik tentu lebih efektif dan cenderung lebih resilien/tangguh. Hubungan dengan murid akan terjalin dengan baik sehingga akan tercipta well-being di kelas dan di sekolah.

4. Change

Setelah mempelajari materi dalam modul 2.2 ini, tentunya saya ingin mempraktikkan pembelajaran sosial emosional di kelas dan di sekolah. Langkah pertama yang akan saya lakukan yaitu saya akan berlatih untuk mengembangkan kompetensi sosial emosional dalam diri saya. Saya harus dapat mengenali diri saya dengan baik, mampu memanajemen diri dengan mengelola emosi dan perilaku yang positif, berempati dan menjalin hubungan yang positif, serta mampu mengambil keputusan yang logis dan bertanggung jawab.  Pelan-pelan saya akan mencoba untuk konsisten berlatih mindfulness. Mencoba untuk fokus pada apa yang dihadapi saat itu, tidak larut dalam masa lalu dan khawatir dengan masa depan. Selanjutnya, saya akan mencoba menerapkan KSE pada murid saya di kelas. Harapannya, murid juga akan memiliki kompetensi sosial emosional yang baik.

Selain itu, saya akan berkolaborasi dengan rekan CGP lainnya di sekolah saya untuk dapat mengimbaskan ilmu tentang PSE ini. Semoga dengan diseminasi akan terwujud well being dan lingkungan belajar yang kondusif di sekolah saya. Aamiin.

Demikian refleksi saya setelah mempelajari modul 2.2 ini. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu'alaykum wr wb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun