Mohon tunggu...
Puspita One
Puspita One Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Positivisme di Indonesia

24 September 2024   22:28 Diperbarui: 24 September 2024   22:28 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis menggunakan cara pandang filsafat hukum positivism!

Contoh kasus yang menggunakan hukum positivism hukum salah satunya adalah Kasus nenek Asyani, seorang lansia yang divonis penjara karena mencuri kayu jati, mencerminkan prinsip positivisme hukum di Indonesia. Dalam perspektif ini, hukum dipandang sebagai seperangkat aturan yang harus ditegakkan tanpa mempertimbangkan nilai moral atau sosial. Meskipun nenek Asyani beralasan bahwa kayu tersebut miliknya, hukum tetap menganggapnya bersalah berdasarkan Pasal 362 KUHP, menekankan kepastian hukum di atas keadilan sosial. Positivisme menegaskan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari undang-undang, sehingga penegakan hukum tetap dilakukan meski hasilnya dianggap tidak adil oleh masyarakat.

Mazhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan pemisahan antara hukum dan moral. Positivisme hukum berfokus pada hukum yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, menganggap bahwa satu-satunya sumber hukum yang sah adalah undang-undang yang dibuat oleh penguasa. Dalam pandangan ini, hukum tidak dinilai berdasarkan keadilan atau etika, melainkan sebagai perintah yang harus dipatuhi. Tokoh utama dalam mazhab ini termasuk John Austin dan Hans Kelsen, yang menekankan pentingnya kepastian hukum di atas nilai-nilai moral.

Menurut saya, Hukum positivisme di Indonesia saat ini mengedepankan norma-norma tertulis yang ditetapkan oleh penguasa, tetapi seringkali mengabaikan nilai-nilai keadilan dan moral. Meskipun memberikan struktur hukum yang jelas, pendekatan ini dinilai kaku dan tidak sensitif terhadap konteks sosial, sehingga menciptakan ketidakpuasan dalam penegakan hukum. Kritik terhadap positivisme menyatakan bahwa ia lebih mengutamakan prosedur formal daripada substansi keadilan, sehingga hukum dianggap tidak mampu memenuhi harapan masyarakat. Oleh karena itu, ada dorongan untuk menerapkan hukum progresif yang lebih responsif terhadap nilai-nilai keadilan dan kearifan lokal.

Nama : Puspita Kholifah R

NIM : 222111270

Kelas : HES 5E Sosiologi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun