Mohon tunggu...
Puspitaning Wanudya Utami
Puspitaning Wanudya Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswi program studi Ilmu Komunikasi tahun 2018.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Kultivasi: Terpaan Media pada Khalayak

7 Juli 2021   22:13 Diperbarui: 7 Juli 2021   22:52 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap orang memang tidak bisa lepas dari media. Media merupakan suatu kebutuhan untuk masyarakat. Bahkan media dapat dikatakan mampu menggerakan dan mempengaruhi kehidupan setiap penggunananya. Peran media sebagai pemberi dan penghasil pesan juga dapat menciptakan perubahan persepsi dan perilaku.

Media memiliki banyak manfaat untuk masyarakatnya. Informasi-informasi yang terserap dari media akan menciptakan pengetahuan baru bagi penggunanya. Namum, informasi tersebut juga dikembalikan lagi pada bagaimana si penerima menanggapinya. Jika informasi atau suatu pesan menciptakan persepsi negatif, tentu hal itu dapat membawa hal buruk.

Kasus kekerasan yang terjadi di SD Bukittinggi, Sumatera Barat, pada Oktober 2014 menjadi salah satu contoh penggambaran bagaimana cara mempersepsikan suatu informasi dengan cara yang salah. Dilansir dari kompas.com, pengeroyokan dialami oleh DAN, siswi SD Trisula Perwari Bukittinggi berumur 12 tahun, yang dilakukan beberapa temannya di dalam kelas. Hasil pemeriksaan mengarah pada fakta bahwa siswa dan siswi SD Perwari terpapar oleh game online, PlayStation, dan tayangan yang mengandung kekerasan di televisi. Mereka rata-rata kerap menonton film kartun dan sinetron yang mengumbar adegan kekerasan.

Kasus tersebut merajuk pada Teori Kultivasi oleh George Gerbner (1969). Teori Kultivasi merupakan sebuah teori yang memprediksi dan menjelaskan informasi serta pembentukan persepsi, pemahaman, dan kepercayaan jangka panjang mengenai dunia sebagai hasil dari konsumsi pesan media (West & Turner, 2011). Sedeerhannaya, teori ini meneliti efek jangka panjang dari informasi pesan pada khalayak. Teori ini memang pada dasarnya memfokuskan bagaimana televisi yang 'dikonsumsi' dalam jangka waktu yang panjang sangat mempengarauhi khalayaknya. Teori Kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan (Devito, 2011).

Kasus lain juga dapat dilihat dari kasus remaja yang membunuh seorang anak berumur 5 tahun di Sawah Besar, Jakarta pada Maret 2020. Dilansir dari kompas.com, NF seorang remaja berumur 15 tahun tega membunuh tetangganya APA yang masih berumur 5 tahun dan dengan pengakuan tidak ada penyesalan sama sekali. Tidak ada motif dendam pada korban. Setelah diselidiki, NF mempunyai hasrat untuk membunuh orang lain karna gemar menonton film bergenre horor dan sadis. Salah satu film yang ia tonton adalah Chucky, yang memang menceritakan boneka hidup pembunuh yang populer pada tahun 1980-an.

Film merupakan salah satu media yang bertujuan sebagai sarana hiburan dan juga sarana penyampaian pesan secara tersirat. NF yang memang menggemari film bergenre horor dan sadis tentunya mempunyai frekuensi menonton yang lama, sehingga apa yang disajikan dalam film tersebut mulai menjadi sebuah realitas baru baginya. Hal tersebut kemudian memberikan dorongan atau sugesti untuk NF agar melakukan dan mengikuti apa yang telah ia saksikan.

Dari dua kasus tersebut, membuktikan bahwa terpaan televisi dalam jangka waktu yang panjang membuat khalayaknya cenderung mempercayai bahwa realitas sosial sejalan dengan realitas televisi. Adegan kekerasan yang disaksikan secara berkala memunculkan sugesti bahwa tindakan tersebut wajar dilakukan sehingga khalayak terdorong untuk merealisasikannya. Hal itu sejalan dengan salah satu asumsi teori ini yang menyebutkan bahwa pesan-pesan televisi membentuk sistem yang koheren, membentuk cara berpikir, cara bertindak, yang pada akhirnya akan menjadikan budaya atau realitas baru. Terlebih dalam dua kasus tersebut, proses kultivasi terjadi pada mereka yang berusia remaja di mana mungkin menjadi penononton pasif yang tidak memiliki daya analisa dan tidak bertindak kritis terhadap yang mereka saksikan sehingga percaya begitu saja terhadap dalam segala yang ditampilkan media --dalam konteks mempercayai bahwa semua yang mereka lihat merupakan realitas.

Teori Kultivasi serta dua kasus yang disebutkan seperti mengingatkan masyarakat kembali agar lebih berhati-hati dan cermat dalam menggunakan media. Efek yang diberikan media memang semua akan kembali lagi kepada penggunanya. Setiap pengguna media haruslah mampu untuk menyaring atau memilah segala informasi yang didapatkan dari media dengan mengambil poin yang positif dan membuang yang negatif. Hal itu harus dilakukan karena media akan terus menyajikan beragam informasi yang tentunya sulit untuk dibendung. Untuk khalayak di bawah umur sendiri mereka harus selalu didampingi oleh orang dewasa dengan ketat agar hanya memperoleh informasi yang sesuai dengan usia dan kebutuhan mereka.

Penulis: Puspitaning Wanudya Utami

DAFTAR PUSTAKA

West dan Turner. 2018. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Edisi 5. Jakarta: Salemba Humanika

Devito, J. A. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tangerang Selatan: KARISMA Publishing Group

Susanti, Reni. 2014. "Menteri Pun Soroti Kasus Kekerasan Siswi SD di Bukittinggi", diakses pada 7 Juli

Ladjar, B. M. W. 2020. "Remaja yang Bunuh Bocah 5 Tahun di Sawah Besar Terinspirasi Film "Chucky", diakses pada 7 Juli

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun