Semakin berkembangnya zaman, generasi Z atau generasi digital savvy mulai mendominasi penggunaan internet dan media sosial. Kemampuan berpikir kritis menjadi kelebihan tersendiri dari generasi yang lahir di rentang waktu 1996-2010 ini. Memilah berita yang kredibel salah satunya, lalu apa clickbait masih relevan di masa ini?
"VIRAL, Video Diduga Zara Adhisty Main 'Cubit-Cubitan Sama Pacar, Netizen Colek Film Dua Garis Biru" Ghina, seorang mahasiswa ilmu komunikasi yang sudah gumoh dengan mata kuliah jurnalistik terkekeh melihat judul di atas. Judul dengan makna bias tersebut tiba-tiba lewat di lini masa pencarian Google. Ghina tahu, judul tersebut hanya ingin mengundang klik pembaca dengan menggunaan kata-kata yang membuat penasaran. Ghina merasa kesal dan gondok, meski pada akhirnya dia ikut mengetuk judul tersebut untuk dibaca.
Clickbait memang menjadi cara paling jitu bagi perusahan media untuk mengejar rating. Namun, seperti yang kita ketahui, judul clickbait tidak selalu merepresentasikan isi secara menyeluruh. Hak masayrakat untuk memperoleh berita yang valid dan faktual ditimpa oleh tujuan untuk meningkatkan traffic pengunjung situs, yang pada akhirnya hanya untuk kepentingan bisnis perusahaan.
Kuliah umum kelas Penulisan Feature dan Opini Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta "WHY JOURNALISTIC WRITING IS MATTER?" Senin (02/10/2020) yang dibawakan oleh Hermien Y. Kleden, Editor Senior Tempo & Pengajar Tempo Institute, pembaca masih sering terjebak oleh judul berita online. Disinilah pentingnya para pengguna media sosial untuk dapat cerdas dalam mengkurasi judul yang muncul di lini masa mereka. Pada berita clickbait, pembaca akan dibuat penasaran pada awal bait, kemudian mereka akan digiring menuju bagian tengah teks, dan berakhir dengan emosi. Pasalnya, pembaca tidak menemukan informasi yang diberikan pada judul tersebut, alhasil pembaca akan digantungkan oleh ketidakpastian informasi dan kenyataan bahwa ia telah jatuh dalam jebakan clickbait-man.
Benar saja, Ghina terjebak dalam clickbait. Melihat judulnya yang hiperbola, Ghina merasa tertipu. Bagaimana tidak, informasi yang seharusnya bisa dipaparkan hanya dengan 1 halaman, Ghina dibuat kesal karena harus membaca berita tersebut sampai 3 halaman. Belum lagi isi dari berita tersebut sangat melenceng dari ekspektasi Ghina.
Dan lagi, bu Hermien dalam Kuliah Umum menjelaskan bahwa The New York Times juga turut menggunakan teknik clickbait ini untuk menarik perhatian pembaca. Faktanya, editor senior The New York Times, Mark Bulik, mengatakan secara tersirat bahwa adanya perubahan strategi pembuatan judul seiring perkembangan zaman di era digital ini. Namun, Mark Bulik mengusahakan agar judul yang muncul tidak membuat pembaca merasa tertipu saat membaca dan menuntaskan artikel yang di-publish oleh The New York Times. Bulik berpendapat bahwa ukuran clickbait adalah saat pembaca merasa tertipu.
Mengalihkan kekesalannya, Ghina pun mencari artikel dari sumber berita lain. 'Suzy Tiba-tiba Unggah Foto Perut Hamil, Fans Kaget' dengan cepat Ghina menekan judul berita tersebut tanpa pikir panjang. Bagaimana tidak, Suzy merupakan aktris yang diidolakan oleh Ghina sejak lama. "I see Suzy, I clicked," begitu ujar Ghina yang sudah 5 tahun mengidolakan Suzy. Tanpa membaca artikelnya sampai habis, Ghina langsung memberikan komentar di laman berita tersebut. "Astaga, gak nyangka aktris idola gue tiba-tiba udah hamil aja... Ada yang tau gak cowoknya siapa? Plis bantu jawab, gue yang fans setianya aja gak tahu?!".Â
Notifikasi handphone Ghina berbunyi menandakan ada jawaban dari komentar yang ia tinggalkan di halaman berita mengenai aktris idolanya tersebut. Tak sabar mengetahui siapa pendamping Suzy dari jawaban tersebut, Ghina dibuat kebingungan dengan jawaban yang ada. "Baca artikelnya yang bener mbak, jangan setengah-setengah." Ghina dibuat bingung sampai pusing 7 keliling.
Penasaran dengan cerita sebenarnya, Ghina memutuskan untuk membaca artikel tersebut sampai habis. Lagi-lagi Ghina merasa tertipu. Memang benar Suzy mengunggah fotonya sedang 'hamil', namun faktanya, Suzy tidak benar-benar hamil, lantaran aktris yang merupakan mantan anggota girlband Miss A itu sedang melakukan syuting untuk film terbarunya dan Suzy berperan sebagai perempuan yang sedang hamil. Ghina menghela nafas sejenak, dan sadar bahwa ia tidak teliti dalam membaca artikel.
Setelah ia pikir, ucapan bu Hermien benar juga. Adanya clickbait ini dapat membangun curiosity pembacanya. Dilansir tirto.id, Abhijnan Chakraborty, dari Indian Institute of Technology Kharagpur, dalam paper-nya berjudul "Stop Clickbait: Detecting and Preventing Clickbaits in Online News Media" mengungkapkan bahwa clickbait mengeksploitasi sisi kognitif manusia yang disebut curiosity gap. Dalam laporan Wired, George Loewenstein menjelaskan curiosity gap terjadi karena ada celah antara apa yang ketahui dan apa yang ingin diketahui, alias ada kesenjangan pengetahuan. Kesenjangan pengetahuan tersebut memiliki konsekuensi emosional.
Memang, judul-judul clickbait dipastikan akan tetap menjamur pada masa kini. Strategi membuat judul berita seperti ini pada media online menjadi bombastis. Para penulis online seakan-akan saling berlomba untuk membuat judul yang paling dapat menggungah pembaca untuk melihat tulisan mereka. Laju cepat dari perkembangan teknologi dan informasi yang ada mengharuskan mereka untuk melakukannya. Siapa yang paling menarik, dia yang mendapat "klik" terbanyak. Sebagai audiens, tidak ada lagi yang dapat kita lakukan selain menerimanya. Tidak perlu menyalahkan keadaan yang ada, lebih baik berhati-hati saja dalam menerima informasi. Berperilakulah yang bijak, cari tau atau lakukan cross-check sebelum menyimpulkan atau membagikan apa yang kita dapat di internet. Jika tidak mau terpancing emosi, tingkatkanlah literasi!