Mohon tunggu...
Puspita Mega Noviana
Puspita Mega Noviana Mohon Tunggu... Guru - Belajar sepanjang hayat

Artikel Populer, Bahasa dan Sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Industri Penerbitan terhadap Penumbuhan Minat Baca

14 Desember 2022   08:48 Diperbarui: 14 Desember 2022   08:55 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tantangan industri penerbitan terhadap penumbuhan minat baca. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan industri penerbitan di Yogyakarta. Informasi diperoleh melalui wawancara terbuka untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi penerbit di era serba digital adalah kemampuan untuk mempertahankan eksistensi buku fisik menghadapi bermunculannya situs e-book dan kemudahan akses informasi melalui internet. Peran penerbit dalam peningkatan minat dan kebiasaan membaca di Indonesia terlihat pada beberapa pameran yang dilakukan penerbit yang bekerja sama dengan toko buku konvensional maupun dengan toko buku online. 

Pameran buku yang dilakukan biasanya menjual harga buku beberapa puluh persen lebih murah dari harga asli buku yang dijual. Selain adanya pameran buku dengan harga buku diskon, penerbit juga seringkali berpromosi dengan melakukan giveaway dan blog tour untuk mempromosikan buku terbaru.  

Kata Kunci: industri penerbitan, minat baca, literasi

  • Pendahuluan

Penerbitan memegang peranan penting dalam pengembangan bahasa dan sastra. Buku-buku yang diterbitkan akan berpengaruh terhadap pengembangan bahasa dan sastra. Buku menjadi tonggak utama dalam pengembangan bahasa dan sastra. Hal ini karena buku masih menjadi tolok ukur pengembangan bahasa dan sastra. Semakin banyak buku bahasa dan sastra yang berkualitas terbit, itu menandakan bahwa pengembangan bahasa dan sastra semakin berkembang.

Dalam soal kebiasaan dan kegemaran membaca, apalagi membaca karya sastra dan buku bacaan umum, bangsa kita mengalami kemunduran yang luar biasa. Secara statistik hal itu dengan mudah dapat dilihat jika kita membandingkan jumlah buku yang terbit dan dikonsumsi masyarakat dengan jumlah penduduk tiap-tiap zaman. Kian lama bangsa kita tidak kian gemar dan butuh membaca tetapi sebaliknya. Padahal, jumlah sekolah dan universitas berlipat-lipat naiknya. Jangankan dengan negara maju dengan sesama negara berkembang pun kita kalah dalam soal peningkatan kegemaran membaca dan industri perbukuan (Rosidi, 2000: 878).

Buku belum menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk membeli buku. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membeli buku mengaruhi jumlah buku yang terbit di Indonesia. Jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul per tahun, India 60.000 judul buku, dan  Cina sekitar 140.000 judul (Wedhaswari via Jatmika dalam Mardianto dan Setiyono, 2015: 65).

Harga buku juga memengaruhi kurangnya daya beli masyarakat terhadap buku yang ada di pasaran. Saat ini petugas pajak sedang gencar dalam memungut pajak dari berbagai sektor produksi termasuk penerbitan. Dalam hal ini, penerbitan buku pelajaran tidak terkena pajak. Sementara, penerbitan buku lain terkena pajak. Pajak yang harus dibayarkan para pengusaha mencapai 13% dari harga buku yang di dalamnya termasuk pajak pembelian kertas, pajakpertambahan nilai, dan pajak penghasilan (antaranews.com, 22 April 2016). Hal ini mengakibatkan harga buku di pasaran semaki tinggi dan juga berpengaruh terhadap kurangnya jumlah buku yang terbit serta rendahnya daya beli masyarakat.

Harga buku yang di atas daya beli masyarakat menyebabkan munculnya pelanggaran hak cipta yang berupa penggandaan buku secara ilegal tanpa izin dari pemilik hak cipta atau pemilik hak cipta. Buku ini memiliki harga yang jauh lebih murah daripada harga buku aslinya karena kualitasnya rendah dan melalui alur penerbitan yang seharusnya. Maraknya pelanggaran hak cipta ini juga dikarenakan banyaknya peminat buku ilegal tersebut. Masyarakat yang memiliki kesadaran pentingnya akan buku tetapi tergiur dengan keberadaan buku murah mengakibatkan buku ilegal ini semakin merajalela.

Keberadaan buku ilegal memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan bahasa dan sastra dalam penerbitan. Dampak positifnya, masyarakat bisa membaca buku-buku terbitan baru tetapi dampak negatifnya adalah memberikan kerugian bagi penerbit dan juga pengarang secara materil. 

Kenyataannya peserta didik Indonesia masih kurang memiliki minat membaca. Rendahnya minat membaca terlihat dari data statistik indeks membaca masyarakat Indonesia tahun 2011 oleh UNESCO hanya 0,001%  orang  yang  memiliki  minat  membaca  tinggi (http://bpsdmkp.kkp.go.id/). Kemampuan membaca peserta didik masih belum sesuai dengan harapan. Beberapa data empiris menunjukkan bahwa kebiasaan dan kemampuan membaca  anak  belum  tumbuh  dengan  baik.  Hasil  studi Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan membaca pelajar Indonesia usia 15 tahun ke atas menempati urutan  ke-61 dari 65 negara peserta. Indonesia hanya mengumpulkan skor membaca 396 poin dari skor tertinggi 570 poin diperoleh Shanghai-Cina. Hasil studi ini bahkan menunjukkan tingkat membaca pelajar Indonesia tertinggal dari negara tetangga, Thailand yang menempati urutan ke-50 dan Malaysia yang menempati urutan ke-52 (www.oecd.org).

Pembelajaran membaca di sekolah sangat ditentukan oleh minat baca peserta didik. Agar membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi peserta didik, maka diperlukan kerjasama antara orang tua dan guru. Tugas orang tua dan guru antara lain memberikan motivasi, menciptakan suasana yang menyenangkan untuk membaca, dan mengusahakan ketersediaan buku-buku bacaan (Wiryodijoyo, 1989: 194).

Motivasi yang tinggi akan membuat peserta didik menyukai kegiatan membaca. Pemberian motivasi bisa dilakukan melalui kebiasaan menceritakan pengalaman membaca kepada peserta didik dan menunjukkan kepada mereka bahan-bahan bacaan yang berguna. Ruang belajar perlu diatur sehingga menjadi ruangan yang menyenangkan untuk melakukan aktivitas belajar maupun membaca. Selain itu, membiasakan peserta didik untuk mengunjungi perpustakaan dan membaca buku-buku juga merupakan hal yang penting untuk membentuk minat baca mereka.

  • Kajian Teori
  • Penerbit merupakan komponen yang berperan dalam proses penciptaan buku. Upaya pengarang untuk menggandakan dan menyebarluaskan karya ciptaannya tidak akan dapat dilakukan oleh pengarang sendiri. Kegiatan menggandakan dan menyebarluaskan mempersyaratkan adanya kualifikasi dan faktor-faktor tertentu, misalnya modal, keterampilan dan pihak terkait yang semuanya tidak dimiliki oleh pengarang. Maka untuk dapat dilaksanakannya penggandaan dan penyebarluasan, seorang pengarang harus mencari rekan untuk diajak bekerja sama, dan rekannya itu adalah penerbit buku. Penerbit biasanya dan seharusnya memiliki modal, keterampilan dan pihak terkait yang diperlukan untuk kegiatan penggandaan dan penyebarluasan. Kerja sama antara pengarang dengan penerbit harus selalu dilandasi suatu perjanjian tertulis, lazimnya dikenal sebagai "perjanjian penerbitan" yang berisikan hak dan kewajiban dari kedua pihak dalam pelaksanaan menerbitkan naskah hingga menjadi buku yang terjual (Pambudi, 1981).
  • Dalam pelaksanaannya, penerbit tidak hanya berhubungan dengan pengarang saja, melainkan dengan banyak pihak yaitu di tahap:

    • editorial
    • :
    • dengan pengarang, penerjemah, ilustrator, agen sastra, pembaca, dan penilai ahli,
    • produksi
    • :
    • dengan percetakan (penyusun huruf, pencetak, penjilid), juru gambar, pedagang kertas,
    • distribusi
    • :
    • dengan toko buku, rukun baca, perpustakaan, sekolah, pembeli perorangan.
    • Penerbit menempati kedudukan sentral dan berfungsi sebagai koordinator, pembiaya, penanggung risiko, dan penanggung jawab atas berhasil tidaknya upaya penerbitan itu. Hubungan dengan setiap rekanan tersebut ialah bahwa tiap rekanan itu secara langsung hany berhubungan dengan penerbit saja. Jadi pengarang tidak mempunyai hubungan fungsional dengan percetakan atau dengan toko buku, sedangkan toko buku tidak mempunyai hubungan dengan percetakan dan begitu seterusnya. Risiko dari investasi modal pada seluruh kegiatan penerbitannya ditanggung sepenuhnya oleh penerbit (Pambudi, 1981).
    • Selanjutnya penerbit membayar ongkos kepada masing-masing rekanan. Kepada pengarang harus dibayarkan uang muka atau royalti, kepada penerjemah harus dibayarkan imbalan sekaligus, kepada ilustrator harus dibayarkan biaya pembuatan ilustrasi, kepada pembaca dan penilai ahli harus dibayarkan honornya, kepada percetakan harus dibayarkan biaya pembuatan buku, kepada juru gambar dan pedagang kertas harus dibayarkan berbagai perongkosan. Selanjutnya kepada toko buku  dan penyalur tunggal, penerbit memberikan kredit (Pambudi, 1981).
    • Peran penerbit dalam industri penerbitan sangat besar. Selain bertanggung jawab untuk menghasilkan buku fisik, penerbit juga harus mengetahui minat baca masyarakat yang akan menjadi konsumennya. Dengan mengetahui minat baca masyarakat dan analisis kebutuhan masyarakat, penerbit akan mengetahui buku-buku apa saja yang akan menarik minat masyarakat untuk membaca. Hal ini secara tidak langsung dapat menumbuhkan minat baca masyarakat.
    • Kedudukan masyarakat yang literat dianggap penting bagi pencerdasan kehidupan bangsa, karena merupakan modal dasar bagi terciptanya perubahan masyarakat ke arah peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini juga dicetuskan oleh PBB sebagai Agenda Utama Pembangunan Masyarakat Global 2015. Program ini mengisyaratkan bahwa pada tahun tersebut semua warga dunia harus bebas dari iliterasi. Hal senada juga dinyatakan dalam Program Education for All (EFA) atau Pendidikan untuk Semua (PUS) di bawah koordinasi PBB untuk 164 negara di dunia yang ikut serta dalam keanggotaan program (Musfiroh dan Listyorini, 2016: 2). Indonesia, sebagai salah satu anggota PBB pun menyadari pentingnya literasi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dengan berbagai kebijakan dan program yang dicanangkan, diharapkan mampu mendongkrak minat dan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia. Berikut beberapa kebijakan dan program yang dicanangkan pemerintah untuk menggalakkan minat dan kebiasaan membaca masyarakat Indonesia.
    • Pembukaan UUD 1945 
  • Secara umum amanat mengenai pemerintah sebagai garis terdepan penggerak utama peningkatan minat baca tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, yakni pernyataan "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai salah satu tugas pemerintah. Dalam pembukaan UUD 1945 tersebut secara tersirat menyatakan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk mengakomodasi penumbuhan minat dan kebiasaan membaca. Tentu saja, peran pemerintah ini diwadahi oleh peran perpustakaan dan pustakawan untuk mendorong minat dan kebisaan membaca. Hal ini  tertuang lebih spesifik dalam batang tubuh UUD 1945 yang menyatakan pentingnya peran perpustakaan sebagai wadah peningkatan minat dan kebiasaan membaca, yaitu : (1) pasal 28 F tentang hak untuk komunikasi dan memperoleh informasi, (2) pasal 31 tentang pendidikan dan kewajiban pemerintah dalam memajukan iptek dan (3) pasal 32 tentang kebudayaan. Secara tersirat pasal-pasal tersebut menyatakan diperlukannya wadah untuk mendapatkan informasi dengan mudah, tersedianya sarana prasana pendidikan dan meningkatkan perkembangan iptek serta kewajiban untuk memelihara dan melestarikan budaya di Indonesia, yang didapatkan tidak lain dari kegiatan membaca dan perpustakaan mewadahi kegiatan ini.

    • Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
    • Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya peningkatan minat baca masyarakat, pemerintah bertindak sebagai penanggung jawab utama dan pustakawan yang melakukan kinerja yang optimal. Pemerintah juga berkewajiban menggalakan promosi gemar membaca dan mendorong pemanfatan perpustakaan seluas-luasnya oleh masyarakat serta menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata diseluruh pelosok tanah air termasuk memfasilitasi penyelengraan perpustakaan di daerah.
    • Undang-undang Sisdiknas  Nomor 20 Tahun 2003 
  • UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 4 mengamanatkan bahwa untuk mencerdaskan bangsa dilakukan melalui pengembangan budaya baca, tulis, dan hitung bagi segenap warga masyarakat. Secara tersirat, amanat UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 ini menjadi penting untuk diimplementasikan sehingga masyarakat belajar sepanjang hayat dapat diwujudkan. Pengimplementasian ini akan terjadi apabila budaya baca telah menjadi kebutuhan masyarakat.

    • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 
  • Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2014-2019 melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan program peningkatan budaya baca. Dalam RPJMN 2014-2019 yang ditandatangani oleh Kemendikbud, program peningkatan minat baca masuk kategori Pendidikan Orang Dewasa (POD). Pendidikan Orang Dewasa (POD) merupakan pendidikan nonformal (PNF) bagi siswa usia 15 tahun ke atas yang meliputi pendidikan keaksaraan dan peningkatan budaya baca, pendidikan kursus dan pelatihan, pendidikan kesetaraan, pendidikan keluarga, pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan, pendidikan kecakapan hidup, dan pendidikan pencegahan perilaku destruktif.

    • Keputusan Presiden 
  • Pentingnya peningkatan minat dan kebiasaan membaca juga telah disadari oleh bangsa Indonesia, setidak-tidaknya sejak Negara Republik Indonesia berdiri. Presiden Soekarno, misalnya, dalam pertengahan tahun 1960-an menyerukan kepada segenap bangsa Indonesia untuk membiasakan diri membaca agar dapat menambah ilmu pengetahuan. Pentingnya kegiatan membaca dalam kehidupan sehari-hari juga diserukan kembali oleh Presiden Soeharto dalam penetapan Bulan September sebagai Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan pada tanggal 14 September 1995 di Istana Negara, Jakarta, dan peresmian Perhimpunan Masyarakat Gemar Membaca (PMGM) pada tanggal 31 Mei 1996. Hari Aksara, Hari Kunjung Perpustakaan, dan Bulan Gemar Membaca dicanangkan pula pada tanggal 14 September 1995. Pencanangan dan peresmian itu dimaksudkan agar segenap bangsa Indonesia memberikan perhatian terhadap membaca sebagai suatu unsur dari budaya bangsa. Kemudian, Presiden Megawati Soekarnoputri menyerukan kepada segenap komponen bangsa Indonesia untuk mensukseskan Gerakan Membaca Nasional pada tanggal 12 November 2003. Pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat pada tanggal 17 Mei 2006 (Tim Puspendik, 2012). Terakhir pada masa pemerintahan Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti mencanangkan program GLS (Gerakan Literasi Sekolah).

    Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) adalah asosiasi profesi penerbit satu-satunya di Indonesia yang menghimpun para penerbit buku dari seluruh Indonesia. IKAPI didirikan pada tanggal 17 Mei 1950 di Jakarta. Para pelopor dan inisiator pendirian IKAPI adalah Sutan Takdir Alisjahbana, M. Jusuf Ahmad, dan Nyonya A. Notosoetardjo. Pendirian IKAPI didorong oleh semangat nasionalisme setelah Indonesia merdeka tahun 1945.

    Sebagai satu-satunya sosiasi penerbit di Indonesia, IKAPI memiliki peran penting dalam meningkatkan minat dan kebiasaan membaca. Berdasarkan data IKAPI 30.000 diterbitkan per tahun di Indonesia, angka ini tentu tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka satu orang belum tentu membaca satu buku. Hal ini tentu berkebalikan dengan negara-negara maju seperti Jepang yang setiap orangnya bisa membaca buku tiga sampai lima buku, sedangkan di Indonesia tiga sampai lima orang belum tentu membaca satu buku.

     IKAPI melalui program IIBF (Indonesia Internasional Book Fair) mencoba untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan baca masyarakat dengan menyelengarakan pameran buku untuk meningkatkan daya beli buku masyarakat Indonesia. IBF (Indonesia Book Fair) merupakan salah satu pameran buku di Indonesia sejak tahun 1980. Tahun 2014, IBF bertransformasi menjadi ajang internasional yakni IIBF (Indonesia Internasional Book Fair), transformasi ini dilakukan ketika Indonesia menjadi tamu kehormatan dalam perhelatan pameran buku terbesar dunia, Frankfurt Book Fair tahun 2015. IIBF tahun 2016, mengangkat tema Seni dan Budaya bertempat di Assembly Hall Jakarta Convention Center pada tanggal 28 September-2 Oktober 2016. IIBF ini merupakan salah satu agenda tahunan IKAPI untuk mendorong minat dan kebiasaan membaca masyarakat di Indonesia. Dalam acara ini pula, IKAPI Award mengumumkan pemenang berbagai nominasi pergerak literasi di Indonesia, yakni Tere Liye sebagai Writer of The Year , Intelegensi Embun Pagi karya Dewi Lestari sebagai Book of The Year, dan Anies Baswedan sebagai promotor gerakan literasi di Indonesia.

    Berbagai peraturan pemerintah yang dibentuk sebagai upaya untuk menumbuhkan minat baca telah ditetapkan. Mulai dari peraturan perundang-undangan hingga pasal dalam ayat UUD 1945. Hal ini menjadi tonggak cita-cita pemerintah Indonesia untuk mewujudkan literasi bangsa. Dengan terwujudnya literasi bangsa, Indonesia dapat berdampingan dengan negara-negara lain di dunia dan mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Namun, tetap menjadi negara yang menjunjung tinggi budaya Indonesia. Perwujudan literasi bangsa salah satunya dengan menumbuhkan minat baca masyarakat. Oleh karena itu, hal ini tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja tetapi salah satunya adalah tugas industri penerbitan.

    • Metode Penelitian
    • Metode penelitian ini adalah studi kasus. Jenis studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus instrumental (Creswell, 2015: 941). Penelitian ini meneliti sebuah kasus yang memberikan pemahaman tentang suatu masalah atau tema. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tantangan industri penerbitan terhadap penumbuhan minat baca. Peneliti memfokuskan pada sebuah program, peristiwa, atau tindakan yang melibatkan individu, bukan kelompok itu sendiri. Di samping itu, penelitian ini mendeskripsikan kegiatan-kegiatan industri penerbitan dan mengidentifikasi hal-hal yang dilakukan indistri penerbitan untuk menumbuhkan minat baca.

    • Hasil dan Pembahasan
    • Secara umum proses penerbitan buku sama dengan penerbit lainnya. Mulai dari naskah diterima, penerbit membaca naskah, memenuhi syarat atau kelayakan diterbitkan berdasarkan pertimbangan konten dan bahasa. Konten harus sesuai zaman dengan tema yang relevan. Kemudian, bahasa bisa diperbaiki melalui proses perbaikan naskah. Proses naskah diterima hingga terbit kurang lebih memerlukan waktu tiga bulan.
    • Jumlah eksemplar yang dicetak untuk satu judul buku, penerbit indie bisa mencetak maksimal 300 eksemplar. Sedangkan, penerbit besar bisa mencapai 1000-5000 eksemplar. Genre buku yang diterbitkan yaitu fiksi dan nonfiksi. Kumpulan cerpen, puisi, novel adalah buku-buku fiksi yang biasa diterbitkan. Kemudian nonfiksi bisa berupa kumpulan esai dan buku-buku motivasi.
    • Buku fisik inilah yang nantinya akan sampai di tangan pembaca. Penerbit memiliki kiat-kiat khusus untuk menjadikan buku mereka bisa laku di pasaran. Selain harus menentukan segmentasi pasar, penerbit juga harus membuat cover buku semenarik mungkin. Dengan permainan warna yang dapat menarik perhatian para calon pembaca. Kemudian, judul harus dibuat seprovokatif mungkin serta menggambarkan isi buku secara umum. Selanjutnya, isi buku harus lengkap, membahas hal-hal yang jarang dibahas, dan menjawab pertanyaan banyak orang tentang suatu hal. Di samping itu, penerbit juga melakukan promosi secara online untuk menarik para calon pembaca. Promosi yang dibuat pun juga memiliki cara tersendiri yaitu dimulai dengan cerita dan memberikan testimoni dari pembaca buku sebelumnya. Selain melakukan promosi secara online, promosi melalui surat kabar dan poster juga dilakukan.
    • Apabila upaya untuk menjadikan buku laku di pasaran ternyata tidak sesuai harapan, maka yang dilakukan penerbit adalah memberikan bonus buku dalam rentang waktu yang ditentukan. Selain itu, menurunkan harga jual menjadi alternatif lainnya. Hal ini terlepas dari keyakinan bahwa setiap buku akan memiliki pembacanya sendiri. Bahwa buku-buku ini akan sampai pada orang yang benar-benar membutuhkannya. Hal ini melihat kenyataan bahwa orang membeli buku karena latah.
    • Untuk mengetahui minat baca, penerbit melakukan survei kepada masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan pengajuan pertanyaan dan memberikan hadiah tertentu bagi mereka yang menjawab. Oleh karena itu, masyarakat akan tertarik untuk memberikan pendapat mereka mengenai minat baca terhadap suatu buku yang diinginkan. Penerbit menerbitkan buku karena melihat peluang analisis kebutuhan masyarakat terhadap buku-buku bacaan.
    • Tantangan yang dialami penerbit buku terutama di era digital seperti sekarang ini adalah orang semakin tidak suka membaca. Hal ini dikarenakan mereka lebih dimanjakan dengan video-video yang bisa diunduh dengan mudah. Saat ini banyak dijumpai perpustakaan digital yang dapat diakses kapan saja dan oleh siapa saja, mulai dari yang berbayar hingga gratis. Perpustakaan digital antara lain e-resources.perpusnas.go.id, ijakarta.id, digilib.itb.ac.id, ulib.org, lib.ugm.ac.id, freeBookSpot, 4eBooks, Free-Ebook, ManyBooks, Get FreeEBooks, FreeTechBooks, Scribd, atau buqulib dan masih banyak lagi. Pemanfaatan laman dalam jejaring seperti basabasi.com, kumpulan cerpen kompas, indoprogress, fiksi lotus dapat dijadikan salah satu alternatif bacaan sastra.
    • Selain perpustakan digital, saat ini mulai bermunculan situs e-book di Indonesia. Hal ini memungkinkan orang untuk dapat membaca buku tanpa harus memiliki buku fisiknya. Namun, kemunculan situs e-book memberikan sisi positif yaitu lebih praktis dan harganya pun lebih murah dibandingkan buku fisik. Selain itu, tidak melalui proses distribusi yang rumit karena bisa dikirim melalui surat elektronik atau perangkat dalam jaringan lainnya.
    • Penerbit buku di Thailand juga memiliki kiat pemasaran melalui berbagai iklan pemberian bonus tertentu ketika membeli buku. Proses penerbitan di Thailand terpusat di Bangkok karena susunan negara yang sangat terpusat. Kegiatan membaca di Thailand belum menjadi kebiasaan yang luas dan pada umumnya mereka membeli dan membaca buku untuk tujuan pendidikan. Industri penerbitan masih menggantungkan diri pada sistem penerbitan yang terpusat. Jika  seseorang benar-benar ingin mencetak buku di luar kota Bangkok, untuk menjualnya ia tetap harus mengirimkan seluruh hasil cetakannya ke Bangkok. Bangkok adalah pasar buku terbesar. Selain itu, sumber naskah juga terpusat di Bangkok karena di sinilah bermukim sebagian besar perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan markas besar lembaga-lembaga internasional (Jittidecharaks dalam Taryadi, 1999: 281).
    • Penerbitan buku di Pakistan mengalami bermacam masalah yang menyangkut kualitas isi yang sangat buruk, sampul yang mudah lepas, pencetakan yang terlambat dan distribusi yang tidak efisien. Karena semua faktor ini, sebagian dari pasar buku teks di Pakistan dikuasai oleh buku teks terbitan luar negeri, bahkan di tingkat buku teks sekolah dasar dan lanjutan. Sekolah-sekolah swasta dan sekolah pemerintah yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, semakin banyak yang menggunakan buku teks terbitan luar negeri (Ashar dalam Taryadi, 1999: 293).
    • Kesimpulan
    • Di era internet yang serba digital ini, penerbit menghadapi fase baru industri penerbitan. Oleh karena itu, para penerbit dituntut untuk mengantisipasi perkembangan tersebut. Saat ini, banyak informasi yang dapat diperoleh secara gratis di internet maka terjadi banjir informasi. Persoalannya apakah masyarakat masih memiliki waktu untuk membaca buku? Namun, penerbit tidak perlu khawatir karena masyarakat Indonesia pengguna internet masih tergolong kecil. Artinya, pasar buku tradisional masih akan terbuka luas. Selain itu, kenyamanan membaca buku fisik dibanding monitor komputer tentu sangat berbeda.
    • Internet dapat menjadi kesempatan yang baik bagi para penerbit untuk mendapatkan informasi secara lebih cepat dan murah. Para editor dapat mencari informasi yang menarik, kemudian menerbitkannya. Mengingat jumlah informasi yang beredar di masyarakat dewasa ini semakin meningkat, maka perlu dipertimbangkan untuk menerbitkan buku secara elektronik. Hal ini karena media elektronik memiliki kapasitas yang cukup besar, misalnya CD-ROM berkapasitas 650 MB atau setara dengan 162.500 halaman. Selain itu, teknik penyajian buku elektronik bisa lebih menarik karena dibuat lebih interaktif (Winarno dalam Taryadi, 1999: 219).
    • Peran penerbit dalam peningkatan minat dan kebiasaan membaca di Indonesia terlihat pada beberapa pameran yang dilakukan penerbit yang bekerja sama dengan toko buku konvensional maupun dengan toko buku online. Pameran buku yang dilakukan biasanya menjual harga buku beberapa puluh persen lebih murah dari harga asli buku yang dijual. Selain adanya pameran buku dengan harga buku diskon, penerbit juga seringkali berpromosi dengan melakukan giveaway dan blog tour untuk mempromosikan buku terbaru.
    • Blog tour adalah tour virtual yang dilakukan oleh penulis untuk mempromosikan buku mereka dari blog satu ke blog yang lainnya. Sistemnya mereka akan mencari calon host yang akan mereka kirimi buku dalam bentuk file pdf atau buku untuk direview dan dipromosikan.
    • Keuntungan menjadi host blog tour, pertama, koleksi buku bertambah dan didapatkan secara gratis. Penerbit akan memilih host blog tour yang bersedia mereview buku mereka selama beberapa hari sesuai dengan kesepakatan dengan penerbit. Kedua, mengenal penulis-penulis baru. Biasanya, blog tour ini dilakukan oleh penerbit dan penulis baru. Seringkali sebagai host blog tour dapat berkenalan dengan penulis-penulis baru atau yang belum pernah terdengar sebelumnya, memperoleh kesempatan membaca karya dan mengenal ciri khas penulis tersebut. Ketiga, traffic blog meningkat karena banyak pembaca yang juga ingin mendapatkan giveaway buku tersebut gratis dari penerbit. Syarat untuk menjadi host blog tour adalah dengan rajin memposting berbagai tulisan menarik sehingga menarik minat penerbit atau pembaca untuk datang dan membaca blog. Diharapkan dengan adanya pameran buku diskon dan give away buku gratis dari penerbit ini akan menambah daya beli masyarakat dan meningkatkan minat membaca masyarakat Indonesia.
  • Daftar Pustaka

    Creswell, John. 2015. Riset Pendidikan: Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

    Mardianto, Herry dan Edi Setiyono. 2015. Antologi Esai dan Cerpen Pemenang Lomba Menulis Kebahasaan dan Kesastraan bagi Remaja DIY 2015. Yogyakarta: Balai Bahasa DIY.

    Musfiroh, Tadkiroatun dan Beniati Listyorini. 2016. Konstruk Kompetensi Literasi untuk Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Litera. Vol. 15 No. 1 Tahun 2016. Hlm 1-12

    Pambudi, Hassan. 1981. Dasar dan Teknik Penerbitan Buku. Jakarta: Sinar Harapan.

    Taryadi, Alfons (Ed.). 1999. Buku dalam Indonesia Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

    Wiryodijoyo, Suwaryono. (1989). Membaca: Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud.

    www.antaranews.com

    http://bpsdmkp.kkp.go.id/

    www.oecd.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun