Mohon tunggu...
Puspita Mega Noviana
Puspita Mega Noviana Mohon Tunggu... Guru - Belajar sepanjang hayat

Artikel Populer, Bahasa dan Sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tantangan Industri Penerbitan terhadap Penumbuhan Minat Baca

14 Desember 2022   08:48 Diperbarui: 14 Desember 2022   08:55 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tantangan industri penerbitan terhadap penumbuhan minat baca. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan industri penerbitan di Yogyakarta. Informasi diperoleh melalui wawancara terbuka untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi penerbit di era serba digital adalah kemampuan untuk mempertahankan eksistensi buku fisik menghadapi bermunculannya situs e-book dan kemudahan akses informasi melalui internet. Peran penerbit dalam peningkatan minat dan kebiasaan membaca di Indonesia terlihat pada beberapa pameran yang dilakukan penerbit yang bekerja sama dengan toko buku konvensional maupun dengan toko buku online. 

Pameran buku yang dilakukan biasanya menjual harga buku beberapa puluh persen lebih murah dari harga asli buku yang dijual. Selain adanya pameran buku dengan harga buku diskon, penerbit juga seringkali berpromosi dengan melakukan giveaway dan blog tour untuk mempromosikan buku terbaru.  

Kata Kunci: industri penerbitan, minat baca, literasi

  • Pendahuluan

Penerbitan memegang peranan penting dalam pengembangan bahasa dan sastra. Buku-buku yang diterbitkan akan berpengaruh terhadap pengembangan bahasa dan sastra. Buku menjadi tonggak utama dalam pengembangan bahasa dan sastra. Hal ini karena buku masih menjadi tolok ukur pengembangan bahasa dan sastra. Semakin banyak buku bahasa dan sastra yang berkualitas terbit, itu menandakan bahwa pengembangan bahasa dan sastra semakin berkembang.

Dalam soal kebiasaan dan kegemaran membaca, apalagi membaca karya sastra dan buku bacaan umum, bangsa kita mengalami kemunduran yang luar biasa. Secara statistik hal itu dengan mudah dapat dilihat jika kita membandingkan jumlah buku yang terbit dan dikonsumsi masyarakat dengan jumlah penduduk tiap-tiap zaman. Kian lama bangsa kita tidak kian gemar dan butuh membaca tetapi sebaliknya. Padahal, jumlah sekolah dan universitas berlipat-lipat naiknya. Jangankan dengan negara maju dengan sesama negara berkembang pun kita kalah dalam soal peningkatan kegemaran membaca dan industri perbukuan (Rosidi, 2000: 878).

Buku belum menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran masyarakat untuk membeli buku. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk membeli buku mengaruhi jumlah buku yang terbit di Indonesia. Jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah jika dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul per tahun, India 60.000 judul buku, dan  Cina sekitar 140.000 judul (Wedhaswari via Jatmika dalam Mardianto dan Setiyono, 2015: 65).

Harga buku juga memengaruhi kurangnya daya beli masyarakat terhadap buku yang ada di pasaran. Saat ini petugas pajak sedang gencar dalam memungut pajak dari berbagai sektor produksi termasuk penerbitan. Dalam hal ini, penerbitan buku pelajaran tidak terkena pajak. Sementara, penerbitan buku lain terkena pajak. Pajak yang harus dibayarkan para pengusaha mencapai 13% dari harga buku yang di dalamnya termasuk pajak pembelian kertas, pajakpertambahan nilai, dan pajak penghasilan (antaranews.com, 22 April 2016). Hal ini mengakibatkan harga buku di pasaran semaki tinggi dan juga berpengaruh terhadap kurangnya jumlah buku yang terbit serta rendahnya daya beli masyarakat.

Harga buku yang di atas daya beli masyarakat menyebabkan munculnya pelanggaran hak cipta yang berupa penggandaan buku secara ilegal tanpa izin dari pemilik hak cipta atau pemilik hak cipta. Buku ini memiliki harga yang jauh lebih murah daripada harga buku aslinya karena kualitasnya rendah dan melalui alur penerbitan yang seharusnya. Maraknya pelanggaran hak cipta ini juga dikarenakan banyaknya peminat buku ilegal tersebut. Masyarakat yang memiliki kesadaran pentingnya akan buku tetapi tergiur dengan keberadaan buku murah mengakibatkan buku ilegal ini semakin merajalela.

Keberadaan buku ilegal memberikan dampak positif dan negatif terhadap perkembangan bahasa dan sastra dalam penerbitan. Dampak positifnya, masyarakat bisa membaca buku-buku terbitan baru tetapi dampak negatifnya adalah memberikan kerugian bagi penerbit dan juga pengarang secara materil. 

Kenyataannya peserta didik Indonesia masih kurang memiliki minat membaca. Rendahnya minat membaca terlihat dari data statistik indeks membaca masyarakat Indonesia tahun 2011 oleh UNESCO hanya 0,001%  orang  yang  memiliki  minat  membaca  tinggi (http://bpsdmkp.kkp.go.id/). Kemampuan membaca peserta didik masih belum sesuai dengan harapan. Beberapa data empiris menunjukkan bahwa kebiasaan dan kemampuan membaca  anak  belum  tumbuh  dengan  baik.  Hasil  studi Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat kemampuan membaca pelajar Indonesia usia 15 tahun ke atas menempati urutan  ke-61 dari 65 negara peserta. Indonesia hanya mengumpulkan skor membaca 396 poin dari skor tertinggi 570 poin diperoleh Shanghai-Cina. Hasil studi ini bahkan menunjukkan tingkat membaca pelajar Indonesia tertinggal dari negara tetangga, Thailand yang menempati urutan ke-50 dan Malaysia yang menempati urutan ke-52 (www.oecd.org).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun