Mohon tunggu...
Puspa Sari Dewi
Puspa Sari Dewi Mohon Tunggu... Penulis - A lifelong learner

Author of Seni Memaknai Hidup & Novella Ranum Email : 1991saripuspa@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Seni Memaknai Hidup, Nonfiksi yang Memotivasi

17 November 2022   17:01 Diperbarui: 17 November 2022   19:02 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya resensi buku ditulis oleh orang lain, bukan sama penulis aslinya. Namun, tidak ada salahnya, kan, jika penulis asli menuangkan resensi bukunya sendiri?

Ini adalah buku solo kedua saya, lahir dari semangat menulis yang begitu menggebu. Dicetak oleh Fiisyah Publishing, Mei 2022 dalam event menulis 30 hari.

Beberapa bulan sebelum naik cetak, pernah update Instagram story kalau saya ingin sekali melahirkan buku nonfiksi dan berharap suatu hari nanti bisa punya karya solo nonfiksi.

Tidak hanya ucapan, ternyata sebuah tulisan yang terlahir dari isi hati adalah benar-benar sebuah doa. Alhamdulillah saya diizinkan-Nya untuk melahirkan ini. Bukan karena kehebatan, tetapi karena Allah yang memudahkan urusan saya. Bukan karena kesalehahan, tetapi karena apa yang saya tulis ini sebagai muhasabah diri.

Setelah first single book lahir ber-genre novella fiksi, single book kedua ini dalam bentuk nonfiksi motivasi Islami. Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang harus saya dustakan.

Buku ini terinspirasi dari perjalanan hidup yang penuh liku. Saya ingin mengikatnya dalam sebuah tulisan agar lebih bermakna. Meskipun saya masih terus berusaha untuk mengamalkan apa yang tertulis di sini agar benar-benar bisa menjadi pribadi yang lebih baik dengan segala keistimewaan yang telah Allah berikan.

Pertama kali saya terjun ke dunia kepenulisan pada pertengahan tahun 2020. Saat itulah saya memiliki karya antologi. Namun, sudah sejak duduk di bangku sekolah dasar, menulis di buku diary sudah menjadi aktivitas saya hampir setiap hari. Sejak melahirkan antologi pertama itulah saya mulai serius dengan mengikuti beberapa komunitas dan kelas menulis. Belajar dari ahlinya, dengan terus praktik setiap hari.

Selain artikel, memiliki buku hasil karya pribadi tentu menjadi impian saya saat itu. Oleh karena itu, ketika melahirkan antologi pertama, saya begitu bahagia. Namun, masih belum merasa puas yang membuat saya terus mengasah ilmu tentang kepenulisan. Itulah tangga karier saya dalam menulis buku dimulai dari hal yang paling ringan, yaitu menjadi kontributor antologi.

Nulis bareng atau antologi memang menjadi jalan cepat untuk para kontributor yang ingin segera memiliki karya. Sebab, dalam satu buku ditulis oleh beberapa penulis. Tidak perlu menulis banyak, cukup tiga sampai enam halaman A4 saja sudah bisa menjadi buku dengan menggabungkan semua tulisan dari beberapa kontributor.

Kini saya sudah mengantongi 23 antologi hasil konsisten. Hanya dengan bermodalkan konsisten, bisa terkumpul banyak karya. Begitu juga dalam proses penulisan buku solo kedua ini. Saya sengaja mengikuti event menulis 30 hari dari Fiisyah Publishing karena dengan ikut serta dalam event seperti ini, saya akan konsisten menulis selama waktu yang telah ditentukan. Alhamdulillah, Allah memampukan saya untuk menyelesaikan buku ini selama waktu tersebut.

Satu bulan adalah waktu yang ditentukan untuk menulis buku dengan ketentuan minimal satu halaman A4 setiap harinya. Namun, saya selalu mengirim dua halaman A4. Hingga akhirnya jadilah buku dengan tebal 161 halaman ini.

Sungguh, bukan hal mudah untuk seorang penulis pemula menulis buku setebal itu. Satu bulan saya habiskan waktu untuk menulis tanpa mengeditnya. Hingga waktu yang ditentukan berakhir, saya pun mulai mengedit semua isi naskah yang telah saya setor kepada pihak penerbit. 

Sebab, dari pihak penerbit menyarankan semua peserta untuk melakukan self editing. Lalu menyetorkan kembali isi naskah full yang telah diedit, beserta kata pengantar, daftar isi, profil penulis, daftar pustaka, dan blurb.

Berikut adalah blurb dari buku Seni Memaknai Hidup:

Banyak hal terjadi dalam hidup ini dan di setiapnya ada makna serta pembelajaran yang dapat digali. Banyak hikmah terkandung dalam beragam pengalaman yang kita lalui. Sebagai hamba-Nya, kita harus mampu melihat hikmah berharga dari pelajaran tersebut dan mengingat kembali akan apa sejatinya esensi hidup yang singkat ini.

Bagaimanapun juga, setiap dari kita memiliki pandangan masing-masing akan pengalaman hidup yang pernah dilalui. Pandangan hidup itulah yang menjadi penentu pilihan dan putusan dalam bertindak.

Buku Seni Memaknai Hidup ini memberikan perspektif yang diharapkan mampu menjadi semacam peta pemandu sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan maupun putusan tersebut. Semakin banyaknya pelajaran dan kebijaksanaan, diri akan mampu menyingkap apa sejatinya esensi hidup. Setiap fase hidup pun akan dilalui dengan sepenuh hati.

Lalu berikut adalah daftar isinya:

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

Allah membersamaimu dengan kebersamaan yang khusus berupa Allah akan terus menerus menjaga, menolong, dan menguatkanmu tersebab upaya kesabaranmu, insyaallah. Jika seluruh rencana kita tidak terjadi seperti yang diharapkan, tersenyum dan ingatlah, manusia mendesain dengan cita-cita, tetapi Allah mendesain dengan cinta. (Kutipan dalam buku Seni Memaknai Hidup)

Detik ini adalah waktu dan keadaan yang harus saya lalui. Terasa sulit atau ringan, sedih atau bahagia, adalah hal yang harus saya lalui. Sebab, sebagai manusia punya cerita. Keadaan saat ini adalah kenangan di suatu hari nanti tentang bagaimana saya melangkah atau berjuang melewatinya. 

Maka dari itu, saya buat kenangan dari sisa hidup ini yang setidaknya pantas untuk diceritakan nanti. Bahkan pantas untuk dikenang oleh mereka yang saya tinggalkan di dunia yang fana ini.

Dokpri
Dokpri

Buku yang berisi tentang seni dalam memaknai dan mengarungi kehidupan, saya tulis di sini. Saya selipkan kisah juga di dalamnya yang mana merupakan kisah pribadi saya. Bukan berupa aib, tetapi saya ingin membagikannya berharap bisa dipetik kebaikannya dan bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, saya begitu semangat menulis buku ini. Sebab, risetnya adalah kehidupan saya dan  orang-orang di sekitar.

Dokpri
Dokpri

Kelebihan buku ini adalah menggunakan bahasa sederhana, mudah dimengerti, bahkan oleh yang tidak suka membaca sekalipun. Bisa dibaca oleh lintas generasi. Dari anak-anak, dewasa, sampai orang tua, baik laki-laki maupun perempuan, adalah salah satu kelebihan buku ini.

Saya tidak ingin berlebihan dengan menuliskan banyak diksi level tinggi, agar terlihat hebat sebagai penulis. Selain memang ilmunya belum sampai ke sana, saya juga tidak mau buku ini menjadi berbeda. Selain itu, salah satu mentor saya dalam kelas menulis pernah berpesan untuk menyederhanakan rangkaian kata, agar pembaca mengerti apa yang ingin penulis sampaikan. Bahasa saya yang lugas, minim kiasan, sangat nampak dengan pilihan tulisan nonfiksinya.

Selain itu desain cover yang simpel tetapi terlihat elegan dan menarik. Memilih warga gelap, tetapi tetap terlihat. Seperti kehidupan yang terkadang tidak secerah yang diharapkan, tetapi selalu ada sisi terang di balik kesuraman. Dengan sampul bergambar jam, menunjukkan bahwa hidup di dunia ada batas waktunya. Waktu inilah yang sebaiknya kita pergunakan dengan sebaik mungkin.

Saya menyadari, bahwa tidak ada gading yang tidak retak. Tidak ada satu pun di muka bumi ini yang tidak pernah berbuat kekeliruan dan kesalahan. Sebab, kesempurnaan hanya milik Allah. Maka dalam buku ini pun masih terdapat kekurangan di sana-sini. 

Saya hanya manusia biasa yang berharap bisa memberi kebermanfaatan untuk semua pembaca dan menjadikan buku ini sebagai sejarah kebaikan yang selalu dikenang sepanjang masa. Berharap goresan tinta ini menjadi amal yang akan terus mengalir, bahkan ketika saya telah tiada.

Namun, bagaimana pun saya bersyukur. Sebab, ini adalah buku solo kedua. Dengan artian, Allah selalu memampukan saya dalam melahirkan sebuah karya tulis.

Doakan, semoga buku-buku solo berikutnya yang saat ini sedang on progres, jauh lebih baik dari dua buku sebelumnya. Termasuk dari segi penjualannya. Amin.

Bagaimana, tertarik untuk baca buku ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun