Mohon tunggu...
Puspa Oktaningrum
Puspa Oktaningrum Mohon Tunggu... Guru - Puspa Oktaningrum

Nama lengkap saya adalah Sri Puspa Oktaningrum. Saya adalah ibu dari empat orang anak yang menyambi sebagai guru di MTs. Negeri 24 Jakarta. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga semakin lama tulisan saya semakin baik dan dapat dinikmati pembaca segala usia. InsyaAllah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah

15 Maret 2022   09:47 Diperbarui: 15 Maret 2022   10:00 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Ayah terbaring lemas di atas tempat tidur. Aku melihat matanya sayu. Entah apa yang harus aku lakukan. Rasanya aku tak kuasa untuk sekadar membelai lembut kepalanya. Aku hanya terpaku berdiri di sampingnya dengan berusaha membaca apa yang ingin diungkapkan ayah. Seolah-olah ayah ingin berkata bahwa beliau ingin meminta maaf, meminta maaf karena belum maksimal memberi kebaikan dan belum menjadi teladan yang baik untuk keempat anak dari almarhumah istri pertamanya.

                Tiba-tiba aku tersentak dengan adanya piring yang berisi bunga dan air yang ada di bawah kolong ranjang ayah. Aku keluar dari kamar ayah dan mencari ibu di dapur.

                "Bu, piring apa yang ada di bawah ranjang Bapak?" tanyaku.

                "Oh, itu piring agar Bapak lekas sembuh," jawab ibu sambungku ragu-ragu.

                Aku kembali ke kamar ayah. Aku mengambil piring itu dan langsung menaruhnya di tempat cucian piring. Ibuku hanya diam tanpa perlawanan.

                                                               ***

                Aku mendengar suamiku menelepon temannya yang seorang pengusaha hewan qur'ban. Sudah menjadi kewajiban keluarga kami berqurban setiap tahunnya. Kami selalu mengusahakan berqurban walaupun uang kami pas-pasan. Tiba-tiba di tengah pembicaraannya, suamiku bertanya kepadaku.

                "De, kita jadi qurban sapi? tanya suamiku.

                "Iya, ay, niatkan buat Bapak yang sedang sakit di kampung!" jawabku.

                Selepas suamiku menelepon, tiba-tiba teleponku berdering. Kulihat nama A Wisnu di layar telepon genggamku.

                "Assalamualaikum," suara kakakku terdengar parau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun