Mohon tunggu...
Puspa Agustin
Puspa Agustin Mohon Tunggu... Penulis - Penulis - Sastra Indonesia

Seseorang yang memiliki ketertarikan pada bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

[Opini] Menjadi Orang Tua Tidak Ada Sekolahnya, Begitu Juga Menjadi Anak

17 Mei 2024   21:56 Diperbarui: 17 Mei 2024   22:19 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: seorang anak perempuan dengan ibunya (Sumber gambar: Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menjadi orang tua tidak ada sekolahnya, begitu kira-kira yang sering saya baca dan dengar ketika seseorang sedang membicarakan tentang parenting. Dan saya setuju.

Meskipun saat ini saya belum menjadi orang tua, belum menikah dan belum memiliki anak. Saya bisa mengatakan setuju dengan tambahan 'begitu juga ketika saya menjadi seorang anak perempuan pertama'.

Kepergian seorang ibu dalam hidup saya, menuntut saya yang mau tidak mau menggantikan peran ibu di rumah. Walau, jauh di lubuk hati yang terdalam, bagi saya tidak ada yang bisa menggantikan peran ibu di dalam rumah, termasuk diri saya sendiri.

Tapi, lagi dan lagi perkara takdir Tuhan, sebagai seorang anak perempuan yang juga mengemban peran menjadi kakak, kini saya juga harus bisa mem-backup apa-apa yang sebelumnya dilakukan oleh orang tua, khususnya ibu.

Namun, bukan ketika saya mem-backup peran ibu yang menjadi poin tulisan saya di sini. Karena itu akan menjadi journey panjang saya hingga akhir nanti. 

Kini, saya hanya ingin sharing sedikit isi kepala saya yang belakangan ini kerap menjadi buah overthinking dan perdebatan tiada henti dengan diri saya sendiri.

Bagaimana caranya menggantikan peran ibu dan menjadi kakak yang baik?

Jawabannya, tidak tahu. Saya pun tidak tahu bagaimana caranya. Yang saya tahu, saya hanya ingin memberikan dan melakukan yang terbaik untuk adik saya.

Kalau bisa, saya ingin memberikan apa yang tidak adik saya dapatkan dari figur ibu, karena harus ditinggalkan untuk selama-lamanya saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar.

Setiap orang tua berusaha memenuhi kebutuhan anaknya

Ya, umumnya setiap orang tua akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidup anaknya, tapi tidak mempersiapkan anak untuk kehilangan sosoknya.

Mungkin teman-teman pembaca yang sudah memiliki anak, sudah mulai mempersiapkan segala hal untuk sang anak.

Mulai dari mempersiapkan gizinya, pendidikannya, hingga mempersiapkan pemahaman ilmu agamanya, dan lain sebagainya. Bahkan mungkin, sudah ada yang mempersiapkan jodoh atau pasangan hidup untuk anaknya kelak.

Tapi, adakah dari teman-teman pembaca yang mempersiapkan anak kalian untuk kehilangan figur orang tua? Besar kemungkinan, tidak ada.

Karena tentunya setiap keluarga punya mimpi dan harapan untuk hidup terus bersama-sama selamanya. Paling tidak, sampai anak-anak menikah dan memberikan cucu-cucu yang mungil nan menggemaskan nantinya.

Namun layaknya sebuah perpisahan karena kematian, ini bukan suatu hal yang bisa dipilih, apalagi dihindari kuasa-Nya. Dan bagi yang ditinggalkan, ia harus berusaha belajar hidup dan merawat lukanya. Hal ini yang kerap tidak dibekali kepada kami yang ditinggalkan.

Mengajarkan yang tidak diajarkan

Sesuatu membuat saya tertegun dan menjadi berpikir. Ini ketika saya bertanya kepada adik saya, "kalau habis sholat kirim doa gak ke mama?". Dan jawabannya, dia tidak tahu bagaimana caranya.

Betul saja, tepatnya kami tidak tahu bagaimana caranya. Karena sebelumnya kami terbilang lengkap. Yang kami tahu mungkin hanya sebatas "Rabbighfir li, wa li walidayya, warham huma kama rabbayani shaghira". Jadi, kami tidak dipersiapkan untuk hal yang satu itu.

Sama seperti adik, saya juga tidak tahu cara tepatnya bagaimana. Saya hanya mempelajarinya dari beberapa sumber yang saya temui di internet. Dan pada akhirnya, itu yang bisa saya transfer ke adik saya.

Lain lagi ketika, hari ini tiba-tiba adik saya mengatakan, "kemarin mama ulang tahun, ya". Jelas, saya juga ingat ini, saya ingat tanggal ulang tahun ibu dan momen-momen ulang tahun terakhirnya yang pernah kami rayakan bersama.

Dan yang bisa saya katakan hanyalah, "iya, kamu ngucapin selamat ulang tahun gak ke mama? Kirim doa". Sontak ia menjawab, "kan aku lagi haid". Lagi lagi saya belajar menyampaikan hal-hal yang sebelumnya saya pun tidak diajarkan dan disiapkan untuk ini.

"Kalau gitu, sebelum tidur ucapin, selamat ulang tahun mama". Itu setidaknya yang saat ini bisa saya berikan.

Jadi, sebagaimana tajuk yang saya tuliskan di atas, bagi saya, betul, menjadi orang tua tidak ada sekolahnya.

Namun beberapa orang mungkin juga perlu mengerti, bahwa menjadi seorang anak, seorang kakak, seorang perempuan dan peran-peran non-profesi ini juga tidak ada buku panduannya, selain hanya melihat pengalaman dari orang dewasa di dekatnya.

Itulah yang bisa saya bagi di sini. Tentu masih banyak kurangnya, dan sangat mungkin ada salahnya. Tapi itulah sebagian cerita kecil yang bisa saya tuliskan di sini, dari sisi yang ditinggalkan.

Sebagian orang hanya tahu cara menyuruh kami bersabar, ikhlas, dan basa-basi menawarkan bantuan. Namun sedikit yang benar-benar menemani proses kehilangan dan hilang ini. Hingga kami bisa menemukan diri kami lagi, nantinya.

Sumber tulisan arab latin:

https://www.cnnindonesia.com/edukasi/bacaan-doa-untuk-orang-tua-arab-latin-dan-artinya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun