Mohon tunggu...
Healthy

Selamatkan Anak dari Bahaya Rokok

2 Juni 2016   12:50 Diperbarui: 2 Juni 2016   12:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia

MEROKOK bagi sebagian orang menjadi aktivitas wajib dan mengasyikkan. Bahkan, ada yang merasa belum lengkap hidupnya jika tidak merokok. Namun tidak sedikit juga orang yang mengeluhkan dan merasa terganggu dengan asap rokok.
Sebagai salah satu warisan zaman purba, ternyata tradisi merokok masih dipertahankan hingga zaman modern sekarang ini. Anehnya, meski banyak diungkap dan dipublikasikan bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan dan menimbulkan berbagai penyakit berbahaya serta mematikan, tetap saja banyak orang yang gemar merokok.

 Bahkan jumlah perokok terus meningkat saban tahun. Ironisnya, tidak hanya di kalangan orang dewasa, rokok kini banyak dikonsumsi remaja, anak-anak, serta perempuan. Seperti yang terungkap dari hasil survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS, 2009) bahwa 30,4% anak sekolah di Indonesia pernah merokok

 Survei juga membuktikan, kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah adalah komunitas yang paling banyak menghabiskan uangnya untuk membeli rokok. Bahkan uang yang digunakan membeli rokok setiap bulan jauh lebih besar dari biaya kesehatan dan pendidikan untuk anaknya. Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 menyatakan bahwa dari hasil survei Susenas, rokok merupakan penyumbang nomor dua kemiskinan setelah beras.

 Mungkin para perokok adalah orang-orang yang tak kenal takut dan orang-orang yang siap menerima risiko. Meski fakta dan data diatas diungkap, mereka tetap saja dapat menikmati rokok dengan santai, tanpa peduli dengan lingkungan sekitarnya, serta risiko yang mengancam.

Wajar saja, jika dalam memperingati hari "Tanpa Tembakau Sedunia", 31 Mei lalu, Yayasan Pusaka Indonesia dan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia mendesak agar pelanggar Kawasan Tanpa Rokok (KTR) harus diberi sanksi

Untuk meminimalisir dampak asap rokok bagi orang yang tidak merokok, pemerintah diminta tegas dan konsisten menerapkan kebijakan pengendalian rokok yang telah dikeluarkan. Menjatuhkan sanksi kepada pengusaha atau masyarakat yang melanggar KTR atau bila perlu Presiden Joko Widodo harus meratifikasi Framework Convention On Tobacco Control (FCTC) di Indonesia.

Di Kota Medan, sebenarnya sudah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR tahun 2013. Seperti macan kertas, Perda itu hanya garang dan tampak tegas di atas kertas, namun tak berarti apapun dalam tataran realitasnya.

Sedikitnya sembilan kawasan yang ditetapkan sebagai larangan merokok, yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja serta tempat umum seperti pasar modern, pasar tradisional, halte, terminal, serta pelabuhan laut. Bahkan bagi warga yang berani merokok di kawasan terlarang itu, akan dikenai sanksi berupa denda mulai dari Rp50.000 hingga Rp10 juta. Sayangnya Perda itu hanya sebatas Perda, belum dapat dilaksanakan secara nyata. Sanksi bagi perokok pun hanya sebatas wacana dan belum memberikan efek jera.

Tindak Tegas Pelanggar KTR

Pemerintah Kota (Pemko) Medan juga harus tegas menindak pelanggar Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Koordinator pengendalian tembakau Yayasan Pusaka Indonesia, OK Syahputra Harianda, mengungkapkan, perlu ada sanksi kepada pelanggar KTR.

Dengan begitu dapat meminimalisir dampak asap rokok bagi orang yang tidak merokok. “Pemerintah harus tegas dan konsisten menerapkan kebijakan pengendalian rokok yang telah dikeluarkan. 

Menjatuhkan sanksi kepada pengusaha atau masyarakat yang melanggar KTR atau bila perlu Presiden Joko Widodo harus mengaksesi Framework Convention On Tobacco Control (FCTC) di Indonesia,” ungkapnya saat memperingati Hari Tanpa Tembakau Se-Dunia di Merdeka Walk, Medan, Selasa (31/5).

Selain pemberian sanksi, edukasi bahaya asap rokok bagi perokok pasif harus terus dilakukan. Hal ini supaya masyarakat sadar dan mau berperan aktif mengingatkan kaum perokok untuk tidak merokok disembarang tempat. “Meskipun itu di rumahnya sendiri, karena yang menghirup asap rokoknya adalah anak dan keluarganya sendiri.

Oleh karenanya, jika sayang pada anak matikanlah rokok sekarang juga,” ujarnya. OK menjelaskan, angka perokok dan jumlah konsumsi rokok di Indonesia semakin meningkat pesat, termasuk anak-anak dan perempuan. Hasil survey Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2009 menyatakan bahwa 30,4% anak sekolah di Indonesia pernah merokok.

Sementara hasil survei Susenas pada 2015 menyatakan bahwa penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mengkonsumsi rokok terbesar adalah 22,57% di perkotaan dan 25,05% di pedesaan. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan, Usma Polita Nasution, mengatakan, sanksi bagi pelanggar perda KTR memang sudah ada.

Tetapi saat ini hal itu belum bisa diterapkan mengingat penegakan hukum perda baru benar-benar efektif dapat dilakukan pada 2017 mendatang.

Menurut dia, penegakkan Perda KTR bukan pekerjaan yang gampang, sehingga perlu komitmen bersama, termasuk masyarakat sipil, media, tokoh masyarakat, LSM, serta swasta dalam pengawasannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun