Dana Pajak Rokok
OK Syahputra juga mengungkapkan bahwa ada dana pajak rokok yang dikutip Kementerian Keuangan RI setiap tahun. Kemudian kementerian menyerahkannya kepada masing-masing provinsi dan provinsi membagikannya ke daerah. Pemprovsu mendapat bagian 30% dan sisanya 70% untuk jatah 33 Kabupaten/Kota di Sumut. Menurut Kordinator Program Pengendalian Tembakau Pusaka Indonesia OK Syahputra, Pemko Medan mendapat Rp 36 miliar untuk tahun 2014. Ini sesuaiUU nomor 28 tahun 2009 tentang retribusi daerah dan pajak daerah per 1 Januari 2014, seluruh daerah di Indonesia mendapat dana pajak rokok.
Dana tersebut kata OK Syahputra cukup besar, bisa membangun sekolah, Puskesmas, mendukung implementasi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), misalnya mensosialisasikan tentang bahaya merokok dan dipergunakan untuk apa saja yang berguna bagi masyarakat.
“Namun apakah Pemprovsu sudah menyalurkannya dan Pemko Medan dan kabupaten/kota lainnya sudah menerima dari Pemprovsu?” tanya OK. Dia menjelaskan, jumlah penduduk Sumut sekitar 12.985.075 jiwa, dan Medan menjadi kota ke 4 di Indonesia menerima pajak rokok terbesar dengan estimasi Rp 572.300.962.742, dan Pemprovsu menerima RP 394. 500.284.650, belum lagi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT), namun jumlahnya tidak sebesar pajak rokok. “Dana pajak rokok itu bukan berarti daerah mendukung reklame dan menyarankan orang merokok, kami juga mengkampanyekan anti rokok, tapi yang namanya pajak maupun retribusi adalah hak satu daerah untuk pembangunan,” terangnya.
Dinas Kesehatan kata OK bisa saja menggunakan anggaran tersebut untuk membangun Puskesmas, bisa juga untuk membuat program bagaimana agar Perda KTR terealisasi. Karena Perda yang disahkan DPRD Medan tahun 2014 tersebut sudah menelan biaya yang besar sampai menjadi Perda. Tapi sampai sekarang kawasan-kawasan tempat merokok tidak dibuat, justru di kantor-kantor dan dunia pendidikan rokok sangat marak tanpa mengacuhkan Perda yang ada. Henry Jhon Hutagalung mengatakan, persoalan reklame dan patuh terhadap Perda di Kota Medan ini sangat memprihatinkan.
Di Kota ini penekanan tidak boleh serta merta, harus pelan-pelan untuk memperbaikinya. Contohnya Perda KTR dilanggar, PAD reklame tahun lalu “jeblok” (minim) karena Perwal reklame juga diabaikan, dewan melalui Pansus Reklame sudah mendesak untuk ditertibkan dan wali kota sedang menjalankannya. “Tapi kami akan mendesak wali kota agar melarang setiap reklame produk rokok, agar jangan dipasang, saya yakin perlahan-lahan akan bisa diwujudkan penegakan Perda seperti daerah lain. Saya juga menghimbau, atas nama Ketua DPRD Medan dan alumni FH USU supaya Rektor USU melarang masuk promosi- promosi rokok ke dalam kampus,” ucap Politisi PDI Perjuangan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H