Lebih lanjut beliau mengatakan pentingnya tiga fokus yang menjadi perhatian etika publik yakni keprihatinan pada kualitas prima, dimensi reflektif untuk menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi konsekuensi etis untuk menciptakan keadilan, serta menjembatani antara norma moral (apa yang seharusnya dilakukan) dan tindakan faktual (modalitas etika).Â
Sebagai pejabat publik, anggota dewan seharusnya dapat melaksanakan ketiga hal tersebut. Secara mudahnya ketiga hal di atas dapatlah kita rumuskan tiga dasar yang mesti menjiwai seluruh kebijakan yang diambil oleh pejabat publik, yaitu  pelayanan publik, konsekuensi etis, dan modalitas etika.
Dengan meluncurkan UU MD3, para wakil rakyat justru telah menyalahi ketiga etika publik itu sekaligus. Sebagai pejabat publik, mestinya setiap kebijakan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kebutuhan rakyat, di dalam hal ini kebebasan untuk mengemukakan pendapat termasuk di dalamnya untuk mengkritisi para wakilnya ketika mereka menyimpang dari tugas-tugas pokoknya sebagai wakil rakyat.Â
Di sisi lain, setiap keputusan yang diambil oleh wakil rakyat mesti memiliki konsekuensi etis yang positif. Melalui UU MD3 yang menyebabkan polemik di masyarakat karena menimbulkan multi tafsir dan sangat rentan dipergunakan untuk kepentingan pribadi, hal ini tentu menjadikan rakyat memiliki penilaian yang negatif terhadap anggota dewan.
Dan yang terakhir ialah modalitas etika, yaitu bagaimana langkah konkret yang seharusnya diambil untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mengkritik atau menghina anggota dewan? Bukan dengan membuat peraturan perundang-undangan yang menimbulkan kegelisan di masyarakat dan menciderai kebebasan berpikir dan berpendapat masyarakat namun dengan memperbaiki kinerja anggota dewan sebagai lembaga legislatif yang semestinya bisa menghasilkan peraturan perundang-undangan yang memperbaiki kualitas hidup rakyat banyak dan mendorong demokrasi Indonesia ke arah yang lebih baik.
Apa yang harus dilakukan dalam menyikapi UU MD3?
Untuk UU MD3 yang sudah disahkan saat ini, maka untuk memperbaiki citra wakil rakyat di mata rakyat, maka sudah sepatutnya UU MD3 yang baru disahkan mendapatkan judicial review(peninjauan kembali) di Mahkamah Konstitusi karena produk hukum yang dihasilkan sangat rentan menciderai hak-hak konstitusional warga negara dan amat berpotensi menciptakan ambiguitas dan keragu-raguan dalam penerapan yang memerlukan klarifikasi lebih lanjut.
Langkah-langkah ini perlu diambil untuk menjadi catatan penting bagi para anggota rakyat agar ke depannya dapat lebih bijak lagi di dalam menghasilkan sebuah gagasan hukum yang justru dapat membangun iklim demokrasi yang sehat serta mampu menjadi wakil rakyat yang mampu mengakomodasi kepentingan dari singkatan huruf "R" yang melekat pada jabatan mereka; Rakyat.
Secara umum, ke depannya diperlukan transparansi informasi kepada publik terhadap proses penyusunan UU yang sedang berlangsung, sehingga draft atau Naskah Akademik yang sedang dibahas dapat dilihat oleh publik, dan disediakan saluran informasi seperti web site yang responsif dan jika perlu dilakukan audiensi (konsultasi) dengan mengundang stakeholdersterkait sehingga ke depannya mampu memfiltrat rancangan undang-undang yang ditenggarai berpotensi mencederai kehidupan berdemokrasi.
(Pardamean Panjaitan, Februari 2018, PUSAKA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H