Mohon tunggu...
PURWATMA PURWATMA
PURWATMA PURWATMA Mohon Tunggu... -

mensyukuri anugrah Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kritik Itu Indah, kalau Berbesar Hati

21 Juli 2014   01:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:46 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sifat manusia yang beragam ini membuat isi dunia indah, sekaligus unik. Bahkan lebih ekstrim lagi brengsek. Apabila tidak tabah menghadapi keragaman ini, akibatnya macam-macam. Bisa jadi penjahat, tapi bisa juga jadi pertapa. Namun kalau kita kaji, orang tidak tahan menghadapi kritik, suatu yang bertentangan dengan kehendaknya. Ia ingin semua orang setuju dengan pendiriannya. Ini tidak mungkin !

Kritik harus ada, karena kritik adalah semacam cabai untuk bumbu masak. Pedas, tapi tanpa pedas, hidup ini sepi. Sikap menghadapi kritik, umumnya menolak, karena kritik biasanya tidak mengenakkan hati. Perlu direnungkan, apakah kita ini sempurna ?. Nabi yang diutus Tuhan pun, selalu menerima kritik. Makin tinggi kedudukan seseorang, makin besar kritik yang diterima.

***

Manusia tidak lepas dari kritik. kritik menunjukkan kekurangan. justrus sebenarnya kekurangan itu kalau kita renungkan adalah manusiawi, untuk perbaikan diri mendekati yang lebih baik lagi. Besar kecilnya bobot kritik, seimbang dengan kedudukan orang yang dikritik. Tukang becak dapat didamprat oleh pedagang kaki lima karena mangkal seenaknya. Ini mengurangi minat pembeli. Bahkan kritik mencapai puncaknya sehingga senjata ikut bicara.

***

Marilah kita hadapi kritik dengan sikap menerima, seperti sikapnya Maradona menangkap bola yang mengenai tubuhnya, dengan mundur sedikit, sehingga bola tidak mental, tetapi menggelinding dengan baik, Bola seolah melekat di tubuh.manfaatkan kritik itu untuk hal yang lebih baik lagi. Kritik dapat memberi tahu kita akan kekurangan diri kita. Namun tidak semua orang mudah menerima kritik. Caranya harus bertahap.

Tahap pertama, kita sadari bahwa kita manusia, jauh dari kesempurnaan. Dengan kesadaran ini, maka justru adanya kritik adalah keharusan. Karena manusia juga menghendaki adanya peningkatan mutu dalam hidupnya.

Kedua, letakkan kritik pada tempat yang baik di hati kita, jangan dendam, jangan menganggap sepele. Sikap ini akan membuat hati kita teduh, tenang, tidak menggelegak. Justru hal itu akan membuat hati kita terbuka terhadap kritik.

Tahap ketiga, tahap yang terberat, setelah menerima dengan tenang, ambil sarinya, sisihkan hal-hal yang menyakitkan hati, teguklah hal-hal positif yang ada dalam kritik. Kalau dapat perbaiki diri kita setelah diadakan adaptasi dan penyesuaian seperlunya.

***

Jangan lihat isi dunia ini seperti alam waktu matahari terbenam. Semua serba gelap, mencurigakan, menakutkan. Salah-salah kita bisa takut menghadapi bayangan yang timbul dari ulah sendiri. Pandanglah dunia ini seperti alam sedang terbit fajar pagi hari. Segalanya indah dipandang berseri, seperti taman berseri. Tidak ada manusia sia-sia di dunia indah ini. Beragamnya pendapat, adalah tanda manusia 'hidup'. Justru bila tidak ada kritik, suatu bangsa akan apatis, acuh dan tidak peduli. Harga diri tidak turun oleh kritik. Tidak akan harga diri tersanjung oleh pujian.

Di antara kedua tonggak : pujian dan ktirik, iniah tempat berdirinya orang berjiwa besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun