Karya : Purwa Nur Alam
Â
Selepas shalat shubuh di masjid
kakiku melangkah menapaki anak tangga menurun
santai langkahku
menikmati setiap hembusan angin pagi
menyisir rerumputan yang basah berembun
Â
Kuhirup udara panjang
setiap kali hembusan angin kearahku
perlahan kuhembuskan kembali
berkali-kali kulakukan sambil berjalan pulang
energinya mungkin tidak sekuat olahragawan pernafasan
tapi aku merasakan kesejukan meresap kedalam tubuhku.
Â
Selangkah kedepan
tampak dihadapan kebun mungilku
berjajar rapih menyambut berseri
seolah menyapa kehadiranku
kebun seuprit segar ceria
daun-daun hijau pekat berkilau
terkena sinar lampu jalan
memberiku segudang kebahagiaan atas kesegaran tanamanku.
Â
Orang-orang merasa tahu diriku'
mungkin mencoba membuka pikiranku
untuk mengharapkan tanaman berbakti kepadaku
hahaha.....
tidak heran'
mungkin aku berbeda dari kebanyakan
tidak banyak harapan apalagi menggebu-gebu
akan datang saatnya berbakti dikemudian hari.
Â
Senang menanam sedari kecil
petik buah di pohon sendiri sudah biasa
tapi tetap istimewa
kebun mungilku masih bayi
didepan rumah
agar mudah merawatnya.
Â
Aku merawatnya tidak seperti malika
memperlakukan seperti merawat anak
tidak seperti itu,
yang penting terjadi chemistry
energiku dan energi tanamanku terhubung.
Â
Banyak hal baru yang kupelajari
beberapa tahun ini terkait tanaman
bahkan datang beriringan hobiku yang lain
berjalan menyelaraskan.
Â
Kebun mungilku masih bayi
di halaman rumah
seperti biasanya seperti dulu
setiap saat
kesegaran, keindahan dan kebahagiaan
aku dapatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H