[caption caption=""Hemodialisa, alat yang digunakan untuk proses cuci darah = dialisis. (foto souce: koleksi prbadi)""][/caption]
Banyak orang yang mendengar kata-kata Cuci Darah akan "shock". Kekuatiran yang membuat orang akan mengalami stress, bingung, bahkan ketakutan yang berlebihan. Tidak sedikit juga orang akan pasrah dan menjalani proses cuci darah dengan sabar, karena itu adalah solusi terakhir. Memang, tidak bisa dipungkiri cuci darah menakutkan.
Kerusakan ginjal, akibat berkurangnya kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya dengan baik dalam menyaring/filtering racun-racun dalam darah, sebut saja Ureum, Creatinine, serta kemampuan ginjal untuk mengeluarkan cairan-cairan dalam tubuh menjadikan Ginjal adalah organ yang sangat vital. Ketidakmampuan Ginjal dalam melakukan fungsi ini disebut CKD = Chronic Kidney Disease. Penderita gagal Ginjal ini kebanyakan dialami oleh pasien yang punya masalah kesehatan seperti: 1. Hipertensi, 2. Diabetes – Gula. Berdasarkan pengalaman dengan orang tua saya yang saat ini sedang menjalani cuci darah rutin, Proses diawali dengan pemeriksaan yang komprehensif terhadap Ginjal, hingga sampai kepada kesimpulan bahwa fungsi ginjal Ibu saya tinggal 10%. Artinya, perlu di cuci atau bahasa kedokterannya dialisis (dialysis).
Bersyukurnya adalah, bahwa untuk proses dialysis sekarang menggunakan metode Hemodialisa=HD saat ini sudah menggunakan alat yang sangat canggih, steril dan mumpuni. Kemampuan alat ini tidak diragukan lagi untuk menjadi “Ginjal Palsu” buat para penderita Gagal Ginjal. Terima kasih untuk penemu alat ini sehingga penderita CKD tidak lagi takut tidak bisa mencuci darah nya sehingga bisa melakukan aktifitas sehari-hari sama seperti orang sehat tanpa ada penghalang apapun.
Terima kasihnya lagi karena pasien HD ini, di cover 100% oleh BPJS. Tidak terbayangkan berapa biaya yang akan habis jika tidak menggunakan asuransi BPJS untuk melakukan HD minimal 2X seminggu. Info terkini, biaya untuk mencuci darah/HD sekitar Rp. 800,000 – Rp. 2,000,000 tergantung Rumah Sakit mana yang dituju. Bisa dibayangkan jika pasien HD akan cuci darah 2X seminggu seumur hidupnya. Bisa 1 tahun, 5 tahun, atau bahkan 20 tahun, seperti pengalaman seseorang sampai hari ini masih melakukan cuci darah. Karena jika sudah menjalani HD, maka si Pasien akan menjalani proses cuci darah seumur hidup, kecuali dia mendapatkan donor Ginjal lewat Transpalasi Ginjal. Tentu hal ini sulit didapatkan, sehingga mau tidak mau harus menjalaninya selama hidupnya. Proses HD ini sendiri berlangsung 4-5 jam setiap cycle, dan berlangsung terus tanpa putus. Dengan BPJS, pasien HD di cover 100%. Tanpa kecuali, termasuk obat-obatan yang memang direkomendasikan oleh dokter sesuai peruntukan pasien HD.
Kenyataan yang ada sekarang ini adalah, beberapa Rumah Sakit swasta masih dibatasi untuk menerima pasien BPJS (cuci darah). Pengalaman kami adalah, pada saat berobat di Rumah Sakit XY sampai kepada proses cuci darah pertama kali masih dilakukan di Rumah Sakit XY. Tetapi untuk selanjutnya harus mencari rujukan Rumah Sakit lain dimana “space” yang disediakan pleh BPJS untuk pasien HD lebih banyak. Agak menimbulkan kebingungan juga pada awalnya, karena alasannya tidak masuk akal. Pertanyaannya adalah: Kenapa harus dibatasi space nya? Kalau memang karena keterbatasan alat, tentu bisa dimaklumi adanya. Tetapi karena pembatasan space khusus untuk pasien HD, rasanya kurang masuk di akal. Mungkin pihak BPJS bisa memberikan penjelasan yang lebih comprehensive sehingga pasien-pasien yang memilih tempat untuk melakukan cuci darah mendapatkan informasi yang valid dan tidak simpang siur.
Terima kasih kepada BPJS. Asuransi yang terjangkau dengan pembayaran yang terjangkau setiap bulan. Pelayanan mungkin tidak sesempurna pasien umum atau asuransi lain yang lebih mahal. Banyak orang yang mencela BPJS dengan pengalaman di lapangan yang berbeda-beda tentunya. Khususnya dengan kenaikan tarif bulanan yang dibebankan kepada setiap pemilik kartu BPJS. Tetapi perbaikan pasti kelihatan seiring dengan revolusi mental project yang menyeluruh bagi semua kalangan di BPJS, termasuk seluruh Rumah Sakit yang melayani Pasien BPJS.
Ditulis dari pengalaman Pribadi.
@Purwanto_9gian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H