Oleh. Muhammad Eko Purwanto
Kualitas pendidikan di Indonesia merupakan topik yang sering menjadi perbincangan hangat di berbagai forum. Pendidikan tidak hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebuah proses pembentukan karakter dan kepribadian individu. Dalam konteks ini, peran bimbingan konseling di lingkungan sekolah menjadi sangat penting.Â
Namun, upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai filosofi dalam praktek bimbingan konseling sering kali masih kurang optimal. Filsafat Islam menawarkan pandangan yang kaya akan hikmah yang dapat diaplikasikan dalam bimbingan konseling untuk menghasilkan proses pendidikan yang menyeluruh.
Seorang tokoh terkenal dalam filsafat Islam, Al-Farabi, pernah menyatakan bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui pemahaman dan penerapan pengetahuan. Pandangan ini dapat diterapkan dalam bimbingan konseling, di mana konselor dapat menjembatani kebutuhan emosional dan akademis siswa dengan memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri dan lingkungan sekitarnya. Filsafat Islam menekankan pentingnya keterpaduan antara akal, etika, dan spiritualitas, yang semuanya relevan dalam proses konseling.
Di Indonesia, masalah seperti tekanan akademik, konflik sosial, dan kurangnya motivasi sering ditemui di lingkungan sekolah. Nilai-nilai dari filsafat Islam dapat membantu dalam menangani masalah-masalah ini dengan menyediakan panduan moral dan etis yang jelas untuk siswa.Â
Ibn Sina, seorang filosof dan dokter Muslim, menekankan pentingnya kesehatan mental seiring dengan kesehatan fisik, yang juga mencerminkan kebutuhan akan pendekatan holistik dalam pendidikan dan konseling.
Gagasan Ibn Khaldun tentang pentingnya komunitas dan hubungan interpersonal juga relevan. Ia percaya bahwa manusia adalah makhluk sosial yang belajar melalui interaksi dengan orang lain. Dalam konteks ini, bimbingan konseling dapat berfungsi sebagai platform yang memfasilitasi interaksi sehat dan konstruktif di antara siswa, serta antara siswa dan guru. Dengan demikian, filosofi ini dapat membantu mengatasi konflik di sekolah dan membangun iklim pendidikan yang lebih positif.
Lebih lanjut, pandangan Al-Ghazali tentang pentingnya hati yang bersih dan niat yang tulus dapat diterapkan dalam membimbing siswa untuk menghadapi tantangan kehidupan dengan positif dan semangat belajar yang tinggi. Konselor dapat mengambil inspirasi dari prinsip ini untuk membantu siswa mencapai keseimbangan antara nilai-nilai spiritual dan tuntutan dunia akademis.
Sekolah-sekolah di Indonesia, seringkali terdapat kesenjangan antara teori dan praktik, baik dalam konteks pengajaran maupun bimbingan konseling. Filsafat Islam menawarkan perspektif, bahwa teori harus selalu diiringi dengan praktik nyata. Sebagaimana dinyatakan oleh Mulla Sadra, filsafat bukan hanya tentang mengetahui, tetapi juga tentang menjadi. Konselor dapat menerapkan pemikiran ini dengan membantu siswa menerjemahkan teori-teori pembelajaran ke dalam tindakan sehari-hari.
Penggunaan nilai-nilai universal dari filsafat Islam juga dapat membantu membangun program bimbingan konseling yang inklusif, yang menghargai keragaman dan mempromosikan toleransi. Ketika siswa merasa diterima dan didukung dalam lingkungan mereka, mereka lebih mungkin untuk berkembang secara akademis dan sosial.