Oleh. Muhammad Eko Purwanto
Manusia sepanjang sejarahnya selalu bertanya tentang makna keberadaan dan hubungan dirinya dengan alam semesta. Pertanyaan perenial ini melintasi batas waktu dan budaya, menyingkap tirai yang menutupi relasi yang mendalam antara keinginan manusia dan cara alam menjawabnya. Teori-teori modern seperti, Law of Attraction (LOA) memberikan perspektif baru, memadukan kebijaksanaan kuno dengan penemuan ilmiah terbaru. LOA, yang mirip dengan "karma" dalam doktrin timur, mengusulkan bahwa kita menarik apa yang kita yakini dan pikirkan. Namun, di balik konsep ini, tersembunyi prinsip-prinsip filosofis yang sudah ada sejak zaman para filsuf besar.
Bersandarkan pada pemahaman filosofi, kita dapat mengutip Plato yang berkata, "Apa yang kita lihat adalah bayangan dari realitas yang lebih tinggi." Pandangan ini menyingkap bahwa realitas di balik keinginan sejatinya ada di tataran yang lebih abstrak dan esoteris. LOA mengajak kita untuk memercayai bahwa pikiran dan getaran emosi kita dapat mempengaruhi alam semesta yang material. Mengingat konsep ini, seolah Plato berbisik kepada kita bahwa ide atau vibrasi non-materi yang kita hasilkan, sesungguhnya adalah refleksi dari realitas sejati yang ingin kita wujudkan.
Ketika kita menyingkap lebih dalam, Friedrich Nietzsche menawarkan pandangan penting lainnya. Nietzsche, dengan gagasan "Amor Fati" atau "Cintai Takdirmu", mendorong kita untuk menerima dan mencintai semua yang terjadi dalam hidup kita, tanpa pengecualian. Ini memiliki korelasi erat dengan LOA, di mana keikhlasan dan penerimaan memainkan peran penting. Saat kita melepaskan keinginan dengan ikhlas, seperti yang disarankan Nietzsche, kita sebenarnya sedang menyetel vibrasi kita pada frekuensi yang memungkinkan alam semesta untuk merespons olumener.
Namun, LOA bukanlah ide yang sekadar romantis atau magis. Albert Einstein pernah berkata, "Imagination is more important than knowledge." Dalam kajian ini, imajinasi bertindak sebagai katalisator yang mengubah getaran keinginan menjadi kenyataan. Pikiran dan imajinasi yang penuh gairah dapat menjadi magnet yang menarik elemen-elemen di semesta sesuai dengan frekuensinya. Penyatuan imajinasi dan keyakinan menjadi landasan yang memantapkan teori LOA dalam kehidupan nyata.
Filosofi Timur menambah kekayaan wacana ini. Laozi, seorang filsuf Tiongkok, dalam Tao Te Ching menuturkan, "A journey of a thousand miles begins with a single step." Setiap manifestasi dari keinginan membutuhkan langkah awal---getaran niat yang tulus. Ketika keinginan kita dilengkapi dengan usaha nyata, semesta mulai merespons. Ini selaras dengan pemikiran LOA bahwa usaha keras dan konsistensi membentuk medan energi yang lebih kuat.
Perjalanan melalui pemikiran para filsuf mengajak kita untuk memahami konsep "Self-Fulfilling Prophecy" atau "Ramalan yang Terjadi Sendiri." Definisi dari Robert K. Merton ini memberi kita peringatan bahwa keyakinan dan prediksi kita dapat mempengaruhi perilaku kita dan menjadikan apa yang kita percayai benar-benar terjadi. Dalam konteks LOA, ini berarti bahwa keyakinan kita adalah benih yang akan tumbuh menjadi pohon kenyataan.
Sebuah diskusi filsafat tidak lengkap tanpa mengunjungi pemikiran Immanuel Kant. Kant memperkenalkan konsep "Noumenon" yang mengacu pada realitas mendasar yang tidak dapat diakses oleh pancaindra kita. LOA mendalilkan bahwa dengan mengolah pikiran dan perasaan kita, kita dapat berinteraksi dengan realitas lebih dalam ini dan mengarahkan hasil di dunia fenomena, atau yang bisa kita alami secara fisik.
Segala sesuatu di alam semesta ini bergetar pada frekuensi tertentu, mirip dengan ufuk pemikiran Arthur Schopenhauer yang mengatakan, "The will to live is the ultimate force in the universe."Â Kehendak atau keinginan kita adalah dorongan vital yang beresonansi dengan frekuensi semesta, menciptakan tarikan magnetis antara apa yang kita inginkan dan manifestasinya. Dalam LOA, kita diajak untuk memahami dan mengendalikan frekuensi ini melalui perasaan positif dan visualisasi yang intens.
Ketika studi LOA diterapkan dalam psikologi modern, ditemukan bahwa visualisasi dan afirmasi positif memiliki dampak yang nyata pada otak kita, mengaktifkan jalur neuroplastisitas yang membantu mewujudkan perubahan yang diinginkan. Dari sudut pandang filosofi, ini bersesuaian dengan pandangan Auguste Comte yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan harus memahami fenomena melalui observasi dan eksperimen---LOA adalah eksperimen pikiran yang menghasilkan perubahan fisik nyata.
Lalu, mari melihat pemikiran Rumi, sufi dan penyair besar. Rumi berkata, "What you seek is seeking you." Ada resonansi mendalam dalam pernyataan ini yang sejalan dengan LOA. Keinginan kita adalah energi yang secara inheren ditujukan pada sesuatu, dan pada saat yang sama, objek dari keinginan itu juga mengalir ke arah kita. Semesta adalah jaringan interaksi energi yang saling menarik.
Namun, seyogianya kita memahami ada batasan dalam LOA, yang diingatkan oleh para pemikir skeptis seperti Karl Popper. Popper mengemukakan bahwa hipotesis yang tidak dapat diuji adalah hipotesis yang lemah. Dengan demikian, meskipun LOA memberikan wawasan yang kaya, hasilnya harus dikenali dalam konteks pengalaman dan bukti nyata.
Pragmatisme William James menyarankan bahwa keyakinan yang menghasilkan kebahagiaan adalah keyakinan yang berguna. Dalam konteks LOA, bukan hanya manifestasi akhir yang penting, tetapi juga kualitas emosi dan pengalaman selama proses pemikiran positif dan visualisasi. Kebijaksanaan ini mengarahkan kita untuk menikmati setiap langkah dalam perjalanan menuju pencapaian keinginan kita.
Penyelidikan lebih dalam terhadap LOA menuntun kita kepada konsep "Collective Consciousness" yang diusulkan oleh Carl Jung. Jung menuturkan bahwa pikiran individu kita saling terkoneksi dalam jaringan kesadaran kolektif. LOA bisa dipahami sebagai alat yang mengharmoniskan getaran pribadi kita dengan getaran kolektif, yang pada akhirnya mengubah realitas kita bersama.
Orang bijak seperti Marcus Aurelius dalam "Meditations" nya, berbicara tentang pentingnya mengendalikan pikiran kita: "Dunia luar tidak dapat menyakiti kita. Hanya pikiran kita yang dapat." Prinsip ini inti dalam LOA di mana pengendalian internal adalah kunci untuk mempengaruhi dunia eksternal. Ketika kita mengendalikan pikiran dan mempercayai hasil positif, semesta akan merespons dengan pantulan harmonis.
Mengusung perankat etis, Aristoteles mengajarkan tentang "Eudaimonia,"Â atau hidup baik dan mencapai kebahagiaan tertinggi melalui keutamaan. Dalam bingkai LOA, ini mengajak kita tidak hanya berfokus pada keinginan material tetapi juga pada pengembangan karakter dan kebajikan, karena keinginan yang dilandasi oleh nilai positif cenderung memancarkan vibrasi yang lebih kuat dan lebih murni.
Sistem besar Thomas Aquinas juga relevan. Aquinas berbicara tentang prinsip kausalitas spiritual, bahwa segala sesuatu terjadi melalui sebab-sebab tertentu baik yang material maupun immaterial. LOA dapat dilihat sebagai aplikasi praktis dari kausalitas ini dalam kehidupan sehari-hari kita---entah melalui pikiran, tindakan, atau doa, semuanya memiliki peran dalam menciptakan realitas kita.
Dari berbagai refleksi ini, kita mendapati bahwa LOA memiliki dukungan konseptual dari banyak perspektif filosofis sepanjang zaman. Ini adalah bukti bahwa prinsip-prinsip besar dalam hidup sering kali melewati batas waktu dan penemuan manusia, membentuk benang merah dalam jalinan kebijaksanaan universal.
Pada akhirnya, kesimpulan dari bahasan ini adalah bahwa keinginan dan vibrasi kita mempengaruhi cara semesta merespons kita. "Tindakan manusia adalah semacam cermin alam semesta," kata Al-Ghazali, dan ini mengingatkan kita bahwa LOA tak lain adalah cermin besar yang memantul kembali apa yang kita tunjukkan padanya.
Untuk memperkuat LOA dalam hidup kita, kita perlu memadukan kebijaksanaan kuno dan penemuan modern, memahami dasar filosofisnya, dan mempraktikkannya dengan sepenuh hati. Dengan demikian, kita tidak hanya memanifestasikan keinginan, tetapi juga merajut kehidupan yang penuh makna dan kebijaksanaan. Berkeyakinanlah, berusahalah, dan biarkan alam semesta menuntun jalannya. Wallahu A'lamu Bishshawaab.
Bekasi, 21 Agustus 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI