Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Dosen - Mahasiswa S3 UNINUS Bandung

Kuberanikan diri mengubah arah pikiran dan laku. Menyadarinya tanpa belenggu, dan identitas diri. Memulai hidup, merajut hidup yang baru. Bersama Maha Mendidik, temukan diri dalam kesejatian. Saatnya berdamai dengan kesederhanaan. Mensahabati kebahagiaan yang membebaskan. Cinta, kebaikan, dan hidup yang bermakna, tanpa kemelekatan yang mengikat. Hidup berlimpah dalam syafaat ilmu. Mendidikku keluar dari kehampaan. Hidup dengan yang Maha Segalanya, Menjadi awal dan akhirnya dari kemulyaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Jiwa 'Muthmainnah' Sebagai Bekal Hidup Sukses?!

8 September 2023   22:59 Diperbarui: 8 September 2023   23:02 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Tulisan ini merupakan pesanan dari seorang teman dari Kebumen, Jawa Tengah, karena tema tulisan ini menurut Kiai Fauzi Al Muhtad, teman saya itu, bisa digunakan untuk menjadi Khotib Sholat Jum'at di masjid yang ia kelola. Sebenarnya tema awal yang dipesan adalah tentang nafsu manusia yang ada dalam Al Qutr'an, yang terbagi menjadi tiga, yaitu : 1). nafsu ammarah; 2). nafsu lawwamah; dan 3). nafsu muthmainnah. Oleh karena itu, akan lebih mudah dipahami, jika kita menyebutnya, sebagai jiwa amarah, jiwa lawamah, dan jiwa mutmainnah. Namun, dalam tulisan ini kita hanya akan membahas Jiwa Muthmainnah saja.

Jiwa Muthmainnah adalah kondisi hati yang tenang dan damai. Ini adalah keadaan di mana seseorang merasakan kedamaian, kebahagiaan, dan kesenangan yang tidak tergoyahkan oleh keadaan eksternal. Jiwa yang Muthmainnah berarti jiwa yang telah menemukan kebenaran dan kepuasan dalam dirinya sendiri, tanpa tergantung pada apa pun di luar dirinya.

Jiwa Muthmainnah adalah sumber kedamaian batin yang sejati. Ini adalah keadaan di mana seseorang merasakan kehadiran Allah SWT dalam setiap aspek kehidupan mereka. Rasa sukacita dan ketenangan dalam jiwa Muthmainnah berasal dari keyakinan yang kuat kepada Allah, kesadaran diri yang mendalam, dan penerimaan sepenuhnya terhadap takdir yang ditetapkan.

Untuk mencapai jiwa Muthmainnah, seseorang harus memiliki pemahaman yang dalam tentang diri mereka sendiri, termasuk kelemahan dan kekuatannya. Ini adalah tentang mengenali aspek-aspek yang membuat kita terasa utuh sebagai individu. Ketika seseorang memahami dan menerima diri mereka sendiri dengan sepenuh hati, mereka mampu menemukan kedamaian dalam segala situasi.

Jiwa Muthmainnah juga mencakup upaya dan proses yang berkelanjutan untuk meningkatkan kehidupan spiritual seseorang. Hal ini sangat tergantung dari amal perbuatan baik kita, beribadah dengan sebenar-benarnya, dan berusaha menjalin hubungan dekat dengan Allah SWT. Ketika seseorang menjalani hidup yang penuh rasa syukur, dengan tujuan yang jelas dan bimbingan dari Allah, jiwa kita akan menjadi Muthmainnah.

Namun, upaya mencapai jiwa Muthmainnah bukanlah hal yang mudah. Proses ini juga melibatkan kemampuan kita untuk sabar dan tahan uji, ketika menghadapi cobaan dan kesulitan dalam kehidupan. Jiwa Muthmainnah dapat menjadi tempat perlindungan dan kekuatan di tengah badai kehidupan, di mana kekhawatiran, kecemasan, dan stres telah menguasai diri kita.

Dengan jiwa Muthmainnah, kita akan memiliki kemampuan untuk tetap tegar dalam menghadapi tantangan kehidupan, dan menjaga ketenangan dan kedamaian hati dalam segala situasi. Jiwa Muthmainnah ini merupakan sumber kebahagiaan dan kepuasan yang tidak dapat dihancurkan oleh perubahan atau kehilangan apa pun yang terjadi dalam kehidupan kita.

Jika kita dapat mencapai jiwa Muthmainnah, maka kita akan menghadapi hidup dengan ketenangan yang tak tergoyahkan, kebahagiaan yang sejati, dan kepuasan yang abadi. Jiwa Muthmainnah ini adalah pencapaian spiritual tertinggi yang dapat kita capai sebagai manusia, dan merupakan pencerahan yang menciptakan kehidupan bermakna, penuh kasih, cinta, dan penuh kedamaian.

Landasan Teologis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun