Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Third)
Wira D. Purwalodra (Third) Mohon Tunggu... Guru - Terus menjadi pembelajar dan menjadikan rasa syukur sebagai gaya hidup.

Mimpi besarnya saya saat ini adalah menyelesaikan Studi-studi saya, kembali ke kampung halaman, memelihara ikan, bebek, berkebun, terus belajar, terus mengajar, sambil menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengkritisi Hubungan Agitatif antara Filsafat Ilmu dan Implementasi Pendidikan di Sekolah

27 Agustus 2024   16:41 Diperbarui: 27 Agustus 2024   16:48 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Implementasi pendidikan yang sejajar dengan teori filsafat ilmu juga menuntut adanya reformasi pada tingkat guru. Guru harus dipersiapkan tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai fasilitator pembelajaran yang mampu menumbuhkan semangat eksperimental dan investigatif dalam diri siswa. Meminjam istilah dari Albert Einstein, "Pendidikan adalah apa yang tersisa setelah melupakan semua yang diajarkan di sekolah." Maka, peran guru harus melampaui sekedar penyampaian informasi; mereka harus menanamkan kemampuan berpikir dan keterampilan hidup.

Sejalan dengan pandangan Murtadha Muthahhari, seorang filosof Muslim kontemporer, pendidikan seharusnya mendorong individu untuk menjadi agen perubahan yang bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan bukan sekadar pencapaian akademik, melainkan juga pembentukan karakter yang baik dan beretika. Dengan demikian, pendidikan harus membekali siswa dengan nilai-nilai moral dan kemampuan adaptif di tengah dinamika sosial yang cepat berubah.

Hal ini membutuhkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan filsafat, psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan lainnya. Menurut pandangan integratif Mulla Sadra, seorang filosof besar Persia, kebenaran adalah hasil dari penyatuan berbagai perspektif yang divergen menjadi pengalaman yang koheren. Oleh karena itu, reformasi pendidikan harus melibatkan pemikiran lintas disiplin dan tidak terkungkung pada satu cara pandang saja.

Sementara itu, pemerintah dan pembuat kebijakan pendidikan harus berperan aktif dalam menjembatani jurang antara teori dan praktik. Ini dapat dilakukan dengan memastikan bahwa setiap kebijakan dibuat berdasarkan penelitian yang matang dan studi kritis dari penerapan filsafat ilmu dalam pendidikan. Menyediakan pelatihan berkala bagi guru dan tenaga pendidikan lainnya sangat krusial agar mereka dapat mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman.

Peran serta masyarakat juga penting, karena pendidikan yang baik berasal dari ekosistem yang mendukung. Philippe Aries, seorang sejarawan Prancis, berpendapat bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam membentuk lembaga-lembaga pendidikan. Partisipasi aktif dari orang tua, komunitas, dan stakeholder lainnya sangat penting untuk menjaga agar pendidikan tetap relevan dan adaptif terhadap perubahan sosial dan kebudayaan.

Kurikulum yang fleksibel dan adaptif, sejalan dengan rekomendasi para filsuf pendidikan, bisa mengatasi ketidaknyamanan antara teori dan praktik di sekolah. Kurikulum yang menyediakan ruang bagi inovasi, kreativitas, dan eksperimen akan memungkinkan siswa untuk menjelajahi batas-batas pengetahuan mereka sendiri, mendorong semangat pembelajaran seumur hidup seperti yang diharapkan oleh filosof seperti John Dewey.

Lebih dari sekadar perubahan struktural, kita memerlukan perubahan paradigma dalam praktik pendidikan. Thomas Kuhn dalam "The Structure of Scientific Revolutions" menyatakan bahwa lompatan ilmu pengetahuan terjadi ketika terdapat perubahan cara pandang yang fundamental. Dalam pendidikan, ini berarti merombak cara kita berpikir mengenai apa itu pendidikan yang baik dan bagaimana cara mencapainya.

Kemauan politik dan komitmen anggaran pendidikan memang ada, namun tanpa eksekusi yang terarah, dana tersebut bisa saja tidak memberikan hasil yang diharapkan. Mengutip Aristoteles, "Kebiasaan tidak dibentuk dari satu tindakan, tetapi dari pengulangan tindakan." Maka implementasi kebijakan pendidikan harus konsisten dan terukur, serta selalu dievaluasi dan disempurnakan.

Pada akhirnya, penyelarasan antara filsafat ilmu dan praksis pendidikan di sekolah bukanlah tugas yang mudah. Namun, itu adalah langkah vital menuju pendidikan yang tidak hanya mengajarkan fakta, tetapi juga mempersiapkan individu-individu untuk hidup dengan begitu banyak tantangan intelektual dan moral. 

Seperti yang dikatakan Rumi, "Kejarlah visi, bukan ilusi." Pendidikan kita harus berfokus pada visi untuk membentuk generasi yang mampu berpikir bebas, bertindak etis, dan berkontribusi positif terhadap peradaban.

Dengan komitmen untuk mendalami nilai-nilai filsafat ilmu dan menerapkannya dalam praktik pendidikan, kita dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Ini bukan hanya tentang memberikan pengetahuan, tetapi juga menciptakan manusia seutuhnya yang dapat berfungsi secara efektif dalam masyarakat. Melalui upaya berkelanjutan dan kolaborasi lintas sektor, kita dapat membangun sistem pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masa depan. Wallahu A'lamu Bishshawaab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun