Oleh. Wira D. Purwalodra
Dalam sejarah, kita sering melihat kehadiran tokoh-tokoh diktator yang memegang kekuasaan secara absolut. Orang-orang seperti Adolf Hitler, Joseph Stalin, dan Kim Jong-un, memerintah dengan tangan besi dan menindas rakyat mereka. Namun, sedikit orang yang menyadari bahwa di balik segala kekejaman yang mereka lakukan, para diktator ini juga mengalami dampak psikologis yang signifikan. Tulisan ini mencoba menelisik lebih dalam tentang dampak psikologis yang dialami secara individual dari orang-orang yang berperilaku diktator.
Salah satu karakteristik utama dari para diktator adalah perasaan superioritas mereka. Mereka menganggap diri mereka sebagai pemimpin yang tak tergantikan dan memiliki hak istimewa untuk memerintah. Kepercayaan diri yang berlebihan ini menyebabkan mereka meremehkan orang lain, merasa bahwa mereka berada di atas segalanya. Namun, di balik sikap yang sombong ini, sebenarnya terdapat rasa ketidakamanan yang dalam. Rasa takut kehilangan kekuasaan dapat mempengaruhi psikologis diktator, mendorong mereka untuk mengambil langkah-langkah radikal demi mempertahankan kekuasaan mereka.
Para diktator seringkali memiliki ego yang terus membesar. Mereka beranggapan bahwa mereka adalah sosok yang tak tertandingi, memiliki kecerdasan dan kemampuan di luar batas manusia biasa. Hal ini tercermin dari perilaku kepemimpinan yang dipertontonkan oleh beberapa diktator, seperti: memasang gambar mereka di setiap tempat umum (publik) dan merombak sejarah, demi memperbesar keberhasilan mereka. Akan tetapi, dibalik ego yang membesar ini, sebenarnya terdapat rasa ketidakpuasan dan kelemahan yang dalam, yang dialami secara psikologis. Diktator sering kali takut pada pesaing mereka dan melakukan segala cara untuk menekan dan menghilangkan mereka.
Dampak psikologis lain yang dialami oleh para diktator, antara lain: ketidakempatian dan kecenderungannya dalam melakukan kekerasan. Mereka seringkali tidak peduli dengan kesejahteraan rakyatnya sendiri, dan menggunakan kekerasan untuk menindas, dan mengontrol mereka secara ketat. Hal ini dapat dipicu oleh rasa inferioritas yang mereka rasakan, dibalik wajah superioritas mereka. Perasaan marah yang dalam, frustrasi, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan situasi hidup mereka, sehingga kondisi ini akan melahirkan bentuk-bentuk kekerasan yang ekstrem.
Meskipun diktator seringkali ditemani oleh pengikut setia dan pejabat yang mendukung, namun kehidupan mereka sebenarnya sangat rapuh dan kesepian. Mereka sering merasa terisolasi, terpenjara oleh dirinya sendiri, dan tidak bisa mempercayai siapapun. Mereka hidup dalam ketakutan dan menaruh curiga yang tak sangat besar pada siapapun. Hal ini disebabkan, karena para diktator ini selalu menghadapi ancaman terhadap kekuasaannya dan hidup mereka sendiri. Akibatnya, mereka akan selalu sulit memiliki hubungan emosional yang sehat dalam menjalin ikatan interpersonal yang penuh kepercayaan dan emphati.
Selain rasa takut dan tekanan yang tinggi, diktator juga seringkali mengalami kesedihan yang dalam. Para diktator sering merasa terbebani oleh tanggung jawab yang begitu besar, terutama saat tindakan mereka dipertanyakan dan keberhasilan mereka terancam. Dalam banyak kasus, para diktator bahkan dapat mengalami kegagalan yang menghancurkan reputasinya. Ketika ini terjadi, beberapa diktator dapat mengalami keadaan psikologis yang sangat buruk, seperti depresi dan keputusasaan.
Karma Bagi Para Diktator
Konsep hukum sebab-akibat (hukum alam) atau karma dalam berbagai kepercayaan spiritual, adalah keyakinan bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi yang tidak dapat dihindari, baik dalam kehidupan ini, maupun dalam kehidupan setelahnya. Dalam konteks orang-orang yang berperilaku diktator, konsep karma ini juga dapat kita terapkan.
Para diktator seringkali menekan rakyat mereka, secara brutal, mengabaikan hak asasi manusia, dan mengekang kebebasan individu. Konsekuensi dari tindakan ini adalah pengaruh negatif pada keberlanjutan sistem yang mereka bangun. Yang lebih menarik adalah konsekuensi psikologis dari penindasan tersebut justru tak terelakkan. Para diktator ini akan mengalami kembali penderitaan, yang mereka timbulkan kepada orang lain, dalam bentuk isolasi sosial, ketidakpercayaan, dan pemisahan diri dari manusia lain.