Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Third)
Wira D. Purwalodra (Third) Mohon Tunggu... Guru - Terus menjadi pembelajar dan menjadikan rasa syukur sebagai gaya hidup.

Mimpi besarnya saya saat ini adalah menyelesaikan Studi-studi saya, kembali ke kampung halaman, memelihara ikan, bebek, berkebun, terus belajar, terus mengajar, sambil menulis buku.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Writerpreneurship, Ulama dan Umaro

25 Maret 2009   05:21 Diperbarui: 15 Oktober 2023   14:44 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Dok. Pribadi.

Oleh. Wira D. Purwalodra

Ketika istilah Writerpreneurship ini pertamakali saya kenal, terlintas dibenak saya, seorang businessman, manager, pimpinan perusahaan, dengan gagahnya, mengenakan jas hitam dan dasi, handphone ditangan, sambil menjinjing laptop. Persepsi yang saya bangun, dari Istilah diatas, bahwa dalam dunia tulis menulis, predikat seorang penulis sama sejajarnya dengan pengusaha. Ia memproduksi dan memasarkan karya-karyanya, kepada publik konsumennya.

Writerpreneurship, dibentuk dari dua kata berbahasa asing, yaitu writer, yang berarti penulis. Interpreneurship, wirausaha atau pengusaha. Jadi writerpreneurship, adalah seseorang yang memilih kegiatan menulis, sebagai ladang usahanya.

TUJUAN MENULIS

Mungkin bukan hal yang baru, ketika kegiatan tulis-menulis menjadi suatu industri massal. Karena, maraknya kegiatan menulis, tidak lebih dari suatu akibat saja. Sekarang ini, yang menjadi penyebab, adalah minat baca masyarakat yang semakin marak. Sangat berbeda, pada saat, kegiatan tulis-menulis pertama kali tumbuh pada budaya manusia. Sehingga, perkembangan berikutnya, ketika dunia menulis menjadi aktivitas yang sangat efektif, untuk menyediakan kebutuhan para pembacanya, maka writerpreneurship menjadi bagian penting dari mata rantai industri tulis-menulis.

Pada awalnya, kegiatan menulis, adalah milik para ilmuan yang menemukan dan meneliti, dengan bahasa filsafat. Tujuannya adalah menginformasikan adanya penemuan baru, teori baru bahkan cara baru di dalam melihat alam semesta. Tidak jarang terjadi benturan yang sangat tajam, di antara para ilmuan. Karena berbeda cara pandangnya. Bahkan, banyak ilmuan yang dihukum mati oleh penguasa gara-gara teorinya bersimpangan jalan, dengan keyakinan awal yang dianut penguasa pada saat itu.

Di dunia Islam, aktivitas menulis, dipelopori oleh para ulama, orang-orang yang memiliki pengetahuan agama Islam. Dan, tidak jarang dari para ulama tersebut, saling bersimpang jalan. Argumen-argumen logik dan masuk akal, berdasar kepada Kitab Suci, sejarah, filsafat, maupun pendapat-pendapat ulama sebelumnya. Perbedaan pendapat, pola berpikir dan pendekatan kebenaran inilah, yang akhirnya membuahkan empat mahzab, yang diikuti sebagai penuntun dalam beragama Islam. Saya tidak membahas persoalan ini lebih dalam, tetapi sekedar menggambarkan tujuan awal kegiatan menulis di kalangan pemilik pengetahuan.

Sekarang, kemajuan kegiatan menulis, bukan milik para peneliti, ulama, atau ilmuan saja, tetapi milik semua orang yang berkehendak menyediakan kebutuhan informasi bagi para pembacanya. Tujuannya, mulai dari komunikasi informasi biasa, sampai dengan mempengaruhi opini masyarakat tentang sesuatu, bisa ekonomi, politik, hukum, budaya, dan lain-lain. Oleh karena itu, kharakter suatu bangsa, bisa dilihat dari aktivitas menulisnya.

SIFAT INFORMASI YANG MEMBENTUK KHARAKTER

Beralihnya, pilihan para pembaca kepada buku-buku, dan sedikit melupakan informasi yang dijual di media-media massa, seperti Koran dan majalah. Adalah bukti, bahwa buku-buku yang sekarang beredar, semakin nikmat, semakin menghibur, dan semakin memberi pencerahan. Masyarakat, saat ini membutuhkan bahan bacaan atau informasi, yang dapat dinikmati, dapat menghibur dan dapat memberi pencerahan. Berita-berita yang dipaparkan melalui media massa, Koran dan majalah, mungkin saja saat ini kehilangan ‘ruh' untuk bisa dinikmati, tidak mampu memberi hiburan dan pencerahan bagi pembacanya. Bagaimana tidak, jika berita-berita yang disajikan hanya persoalan krisis di masyarakat, masalah politik, masalah ekonomi, konflik, korupsi, perampokan, kemiskinan, penganiayaan dan sebagainya, yang ditulis tanpa pesan dan ‘ruh' spiritual.

Masyarakat sudah jemu, dengan persoalan-persoalan yang ada di republik ini. Karena kondisinya yang memang sudah akut. Masyarakat butuh solusi secara individual, bukan solusi kolektif. Solusi kolektif ini tidak mungkin terwujud, jika masalah individu masih belum menemukan jalan keluarnya. Oleh karena itu, masyarakat kita, haus informasi-informasi mampu memberi kenikmatan, hiburan dan pencerahan.

Beriringan dengan persoalan tersebut, pemerintah telah memberikan fasilitas buku gratis, bagi murid-murid sekolah, sehingga para penulis yang tidak kebagian order, menulis buku pelajaran, banting stir untuk menulis karya-karya popular yang menjadi kebutuhan individual. Inilah salah satu, sebab berkembangnya penulis-penulis pemula yang karyanya langsung bisa diterima masyarakat, dan best seller.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun