"Terus bisa apa lagi?" tanyaku
"Banjir, Om!" teriak Okta, dia sedari tadi rupanya paling berani berbicara.
Kami pun duduk melingkar, di bawah sebuah tempat teduh dari terik panasnya matahari Fayit.
Kami terus bercanda dan bercakap-cakap apa saja. Kalau saya ingin ambil gambar, mereka selalu malu-malu kucing.
Tapi kalau diajak berfoto bersama (wefie), anak-anak riang itu langsung saling berebut mendekat dalam lingkaran. Mereka ingin tahu dan bisa masuk layar kamera.
Anda tahu apa ini artinya. Mereka ingin bersama-sama dengan Indonesia, bersama dengan kita. Mereka tak mau hanya dijadikan obyek saja!
Saya tidak ingin berlebih-lebihan dalam melukiskan mereka. Mereka adalah anak anak pemberani yang cerdas dan hebat. Berkali-kali saya menangkap ekspresi alami mereka, ekspresi yang tidak dibuat-buat.
Inilah kisah tentang Okta:
"Pagi Saya mandi di Sungai lalu ke sekolah. Habis mandi kadang makan pagi, tapi sering tidak. Tergantung mama sudah masak apa belum. Kalau ke sekolah pakai seragam, kecuali hari Sabtu. Kami diantar ke sekolah. Biasanya kami tidak pakai sepatu."Â
"Habis sekolah saya makan dan membantu mama ke kebun dengan naik perahu kecil. Di kebun kami juga bermain. Hingga sore kami pulang bersama-sama."
"Malam hari kami bermain sebentar, lalu tidur dan pagi kami terbangun untuk sekolah. Tapi kalau saya bangun kesiangan, saya tidak sekolah."